"Lah kan gak ada omongan suruh ngomong, yaudah diem lah,"

"Lah makin kesini makin jadi lo,"

"Jadi apa, tentara?"

"Jadi monki!"

"Monyet panggil monyet,"

"Lah kan,"

"Apa?"

"Gaffriel mah!!!"

Demi luak white tea, ini sosok Gaffriel yang lama atau baru?! Kalau sosok Gaffriel yang lama jauh lebih menyebalkan aku lebih baik tidak mengubahnya dan bertahan dengan sosok dinginnya di banding harus beradu mulut seperti ini. Kenapa sosok Anna harus menghadapi manusia-manusia tidak beradab? Kutukan dari siapa ini? Kenapa kesabaranku selalu di habiskan untuk sosok menyebalkan? Ini tidak adil. Aku ingin menjadi seperti di film, peran utama mendapat orang-orang yang memperlakukan peran utama baik dan manis, bukan kurang ajar dan pahit.

Lelaki itu membelokan setirnya ke suatu restoran dengan tema... tema apa ini? Hutan? Kebon? Ah aku tidak tau lah, yang penting tempatnya banyak sekali dedaunan yang... asli apa bukan, ya? Nanti kucoba pegang-pegang deh, intinya seperti itu. Semoga saja acara makan malamku tidak di gigit nyamuk. Tapi restaurant itu nampak bagus untuk foto-foto dan sangat berbeda dari biasa tempat aku makan, oh ya beda jauh lah warteg, rumah padang dan restaurant seperti ini. Oke, intinya aku belum melihat mobil Arden disana. "Beli semprotan nyamuk sono,"

Aku menoleh pada Gaffriel yang kembali membuka suara dan sepemikiran denganku. "Gak semprotan juga, jelek. Di kata mau ngusir kecoa juga kali,"

"Biasanya mah ada, jangkrik juga ada, tawon mungkin? Lo mau ngehutan apa makan sih?"

Percayalah aku ingin tertawa, tapi bila aku tertawa harga diriku yang mahal ini bagi Gaffriel akan hancur melebur, dan demi menghormati Arden aku tidak akan tertawa. "Mau hunting babi hutan." jawabku asal dan merapihkan rambutku sebelum turun mobil.

"Ngapain make gaun kalo gitu, orang mah make baju kodok sama bawa senjata tembakan,"

Pikirnya aku mau perang juga kali bawa tembakan. Sudahlah, lelucon macam apa ini? Aku harus menahan semua tawaku. "Berisik lo ah. Ini namanya tampil beda," alibiku walau sejujurnya akupun tidak mengerti juga maksud Arden.

"Halah, paling menu makannya cacing lava cake, ikan mujair oseng, lele kuah sungai deras, kecoa tumis bakar," kata Gaffriel berniat membuat lelucon yang di balas tatapan sinisku. Sungguh, aku ingin tertawa.

"Berisik gue mau masuk, bye! Makasih tumpangannya, jelek," kataku dan mengicir pergi cepat dan tertawa kecil agar tidak terdengar oleh Gaffriel.

Aku memasuki tempat yang ditujukan oleh Arden, benar-benar selayaknya di hutan lampunya redup, banyak sekali batang pohon di langit atap yang menghiasi juga dengan dedaunan, oh ya sudah kupegang dan daunnya palsu. Di sana ada pelayan memakai baju Hawaii hanya saja memakai singlet krem untuk atasannya. Aku memberi senyum dan di balas anggukan. "Atas nama Anna?" tanyanya di balas anggukan.

"Boleh ikuti saya Kak," ujarnya memintaku untuk mengikuti pelayan tersebut. Di tengah perjalanan lampu semakin redup membuat keadaan disana semakin selakayaknya hutan di temani dengan suara cuitan burung dan jangkrik yang ku berani taruhan dari speaker yang di taruh di langit atas. Pelayan tersebut mengambil sebuah senter di tas kecil bawaannya, "Hati-hati, Kak sering liat ke bawah suka ada cacing kadang-kadang," katanya memperingati.

Metanoia Where stories live. Discover now