Mencintaimu, sesungguhku...

2.5K 129 40
                                    

Langkah kaki Salma terhenti saat mendapati Windy bersandar di sebuah tembok kearah musholla Rumah Sakit. Perlahan Salma menghampiri dan memegang lembut pundak Windy yang menatapnya kosong, sampai akhirnya Windy memilih meninggalkan Salma tanpa sepatah kata pun.

Dengan langkah gontai, Salma masuk ke kamar rawat suaminya lalu duduk disisi Adam yang tengah terdiam panjang sembari menatap kosong ke arah langit-langit kamar rawatnya itu. Sesaat, Salma membiarkan Adam bermain dalam lamunan dan khayalannya sembari menatap dalam wajah suaminya yang kini terlihat lebih tirus, sampai akhirnya Salma memutuskan untuk mengecup lembut pipi kanan Adam, sengaja ingin membuyarkan lamunan pria beralis rapi itu.

"Mas..." panggil Salma lembut.

Tanpa menunggu respon sang suami, Salma meraih jemari Adam, menciumnya perlahan dan kemudian menggenggamnya erat. Dengan manja Salma merebahkan kepalanya di pundak Adam, mencoba menahan tetesan air mata namun gagal, air mata itu tetap memaksa mengalir di kebisuan, rasa sesal mendalam atas semua yang telah terjadi, untuk sebuah keputusan yang telah mengombang-ambingkan Adam pada dilema berkepanjangan.

"Anty kenapa?" Tanya Adam khawatir sembari memaksa melihat raut istrinya namun Salma menahan enggan.

"Afwan..."Pinta Salma dengan suara parau menahan isak tangisnya.

"Untuk apa?!" Tanya Adam khawatir hingga akhirnya Salma menatap dengan linangan air mata.

Adam menghapus sisa-sisa air mata disudut mata kekasihnya itu.

Bagimu kekasihku...

Segala bahagia kupersembahkan,

Tanpa lara tanpa air mata..

Bagiku kekasihku...

Bahagiamu tujuanku menghalalkan cinta,

Tanpa duka tanpa derita...

Setelah hatinya sedikit tenang, Salma menatap dalam Adam.

"Tentang Mbak Windy, ana.." Salma menunduk sesal.

"Hmmm..harus bagaimana ya? Apakah istriku yang manis ini ada ide?" Tanya Adam tersenyum, mencoba mencairkan suasana dengan lebih terbuka pada calon ibu dari anak-anaknya itu tentang kegundahan hatinya. Salma hanya menunduk diam, tidak berani memaksa kembali keinginannya pada suaminya.

Adam melepas genggaman tangannya, menatap kembali langit-langit kamar sembari melepas nafas panjang.

Kala cinta menemukan tempatnya bersandar, kenangan pun berulang mengukirmu penuh di penjuru alam fikiran...

Merebahkan rasa, membagi harapan untuknya terasa dipaksa lalu kucoba menerima saja, suatu saatku ingin membagi rasa namun masih tak kuasa...

Hati siapa seperti kurasa, menunggal mencinta terbagi kutak bisa, esok bantu aku untuk melepas saja...bisakah?

Salma tertegun saat Adam meraih kembali jemari tangannya dan menatapnya dalam. Semua harus diputuskan, segera diputuskan demi kemashlahatan/kebaikan bersama.

"Apa hanya ta'adud menjadi cara anty menguji kecintaan pada Allah? Bukankah cinta sepasang suami istri selama itu untuk mengharapkan ridhoNya juga salah satu tanda kecintaan padaNya?" Ujar Adam tenang dengan senyum di wajahnya, menghindari perdebatan dan mencoba memasukan pandangan lain bagi wanitanya itu. "Bukan menolak syariat agung Rabb semesta yang pasti punya hikmah luar biasa, namun setiap hamba punya kemampuan dan kesanggupan masing-masing, tidak hanya dari sisi harta dan kemampuan memberi nafkah bathin namun juga memberi ketenangan dan kasih sayang. Tidak takutkah anty jika kelak Mas berjalan miring karena ketidakmampuan itu?" Sindir Adam masih dengan wajah tenang dan tersenyumnya.

زوجتي( Zaujatii)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang