Dua Anugerah

11.2K 567 144
                                    

Pembicaraan dari hati kedua wanita itu begitu tenang, sampai akhirnya Windy menghampiri Salma dan mengelus perutnya. Salma hanya menatap heran saat Windy mengelus lembut perut Salma dengan linangan air mata di tengah pembicaraan mereka atas keinginan khulu' Windy pada Adam.

"Alhamdulillah, Semoga kehadirannya bisa berdampak baik untuk kesehatan Mas Adam insyaAllah, seorang anak...buah cinta dari kehalalan dan kesabaran kalian, penerus nasab Mas Adam.."

Salma hanya bisa menatap heran tanpa berkata apa pun. Windy kemudian menatap Salma lembut.

"Dokter sudah memeriksa kondisi anty, usia kehamilan anty alhamdulillah sudah 5 minggu! Mungkin seluruh fokus anty hanya pada Mas Adam hingga anty tidak menyadari kehadirannya." Jelas Windy.

Tanpa bicara banyak, diambang keraguannya, dengan tubuhnya yang masih lemah, Salma langsung sujud syukur dengan linangan air matanya. Melihat itu, Windy pun turut kembali meneteskan air mata harunya.

"Ana ingin mengabarkan ini pada Mas Adam." Ujar Salma yang dengan Sekejap mata langsung menghilang dan menemui suaminya yang masih terbaring dalam ketidaksadarannya. Genggaman tangan Salma melingkupi jemari lemah Adam. Bibir Salma yang tiada mampu berkata, rasa bahagia dan haru bercampur melapisi kedukaan yang ada, hanya guratan senyum yang menghias tetesan air mata di samping suami tercinta.

(Syair)

Lampionku meredup tunggal, menjelmakan gulita didasar relung jiwa, ragaku terlena tanpa kata..

Serumpun syair mendesah dalam benih raga, tiada terhapuskan oleh air mata duka, padaNya kumengiba..

Meneguk embun syurga melepas dahaga, rasa kasihku terlelap manja dalam jubah fana, sebentar saja sembari menanti terjaga..

Air mataku sendu mengalir merdu, laksana senja syahdu singkap rahasia awan mendung, dalam bayangnya kuselipkan bayangku, tiada menyentuh karnaku tak mampu...

"Apa mimpimu terlalu indah hingga engkau enggan terjaga darinya suamiku? Tapi bisakah sejenak engkau beri sedikit saja keterjagaan ditelingamu untuk bisa mendengar ucapan wanita tidak berdaya ini suamiku?" Ujar Salma disisi suaminya dengan linangan air mata bahagia.

"Dokter baru menyampaikan (Windy mengatur nafasnya yang terengah karena begitu bersemangat menemui Salmah)..bukan saatuu tapii Alhamdulillah ada dua, ada dua janin dalam rahim anty.." Jelas Windy tersenyum dengan masih terengah-engah, Windy yang terlupa.

"Benarkah Mbak??" Tanya Salma Takjub dan Windy mengangguk yakin."MasyaAllah wa alhamdulillah. Mas dengarkan apa kata Mbak Windy?! Allah memberi dua anugerah sekaligus pada kita, dua anak untukmu mas insyaAllah." Salma menciumi tangan Adam penuh suka cita lalu menghampiri Windy dan memeluknya untuk berbagi kebahagiaan.

Dalam pelukan itu, Windy meneteskan air matanya, dia sadar harus benar-benar segera berlalu dari kehidupan rumah tangga dua insan itu, walau hati kecilnya masih begitu mengharapkan penolakan khulu' dari suaminya karena terlanjur sudah Adam mengisi kekosongan hatinya sejak suami pertamanya wafat.

Windy melangkah lesu meninggalkan suaminya dan Salma, membiarkan Salma meluahkan rasa bahagianya bersama suami mereka.

"Tidak ada yang mustahil bagi Allah dalam mengatur hidup hambaNya. Dalam cobaan ini, Allah beri kebahagiaan lain dalam kehidupan Mbak Salma dan Mas Adam." Jelas Hawa menghampiri Windy yang kini duduk melamun di luar kamar rawat Adam.

"Semakin tidak ada alasan untuk bisa hadir di antara mereka." Ucap lesu Windy yang membuat Hawa tersenyum kecil, mencoba mengerti sedikit harapan di hati Windy atas pernikahannya.

"Seperti tidak ada pria lain di muka bumi ini yang pantas untuk dipilih, seperti itulah hati lemah ana yang hanya bisa memilihnya untuk di simpan di sini (menunjuk ke dada), berharap suatu hari nanti ada kesempatan untuk bisa menjadi halal baginya walau bukan menjadi yang pertama atau pun satu-satunya, menjadi makmumnya dan menghabiskan sisa hidup untuk bersamanya dan melayaninya. Lalu bagaimana dengan hati wanita lain yang masih ada di sisinya? Atau bagaimana posisi ana nanti di hatinya? Dan keegoan ana tidak pernah memberi kesempatan untuk memikirkan itu semua. Hati ana selalu berkata, bukankah wanita mana pun pantas untuk mendapat pria yang baik seperti Mas Adam? Dan ana fikir, ana juga berhak mendapatkan pria seperti mas Adam, termasuk juga Mbak Windy, lantas kenapa Mbak malah menyerah? Ana bahkan berharap suatu saat nanti Mbak Salma melamar ana untuk suaminya." Jelas Hawa dengan senyum malangnya.

"Kenapa anty tidak mengajukan diri jika anty siap dengan konsekuensinya?” Balas Windy penasaran.

“Mungkin Mas Adam tidak pernah menganggap saya sebagai wanita dewasa, begitu juga Mbak Salma yang mungkin tidak punya alasan memilih ana sebagai kandidat wanita dihidup suaminya.” Jelas Hawa dengan perasaan malangnya.

“ Dengan kehadiran kita di antara dalamnya perasaan mereka?! Lalu dengan malangnya, diam-diam kita hanya bisa mengemis sedikit saja perasaan itu ada tersisa untuk kita? Apa anty siap ada diposisi itu?" Tanya Windy menyanggah ucapan Hawa.

"Bicara tentang yang tersakiti, yang terabaikan, atau mungkin yang terlupakankah kita dalam menjalankan Sunnah (poligami) ini?! Apakah kita tengah menghakimi kadar cinta dihati manusia yang bahkan Nabi pun tidak bisa mengatur kadarnya untuk diberi bagi para istrinya?! Lalu apakah kita bisa memaksa Mas Adam untuk adil dalam membagi hatinya? Dan merasa terzolimi saat pria itu tidak menatap kita seperti caranya menatap Mbak Salma?" Tanya tegas Hawa, dan dibalik dinding Salma tengah mendengar semuanya.

Salma mendekati kembali suaminya, menatapnya dalam lalu tersenyum.

"Bolehkan ana cemburu mengetahui perasaan dua wanita di luar sana untukmu suamiku? sebesar itukah cara mereka mencintai dan mengharapkan cintamu suamiku? Namun Sebanyak apa pun perasaan dan harapan mereka atasmu suamiku, bisakah ana slalu menjadi seperti Aisyah dalam kisah cintamu suamiku?" Tanya Salma dengan senyuman di wajah, menggengam erat jemari kanan suaminya hingga.............

 




زوجتي( Zaujatii)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang