HES 6

88 25 4
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

Di tengah laut, Mrs. Styles tengah sibuk memilah ikan-ikan di jaring ke dalam ember. Dia tersenyum puas mendapati tangkapannya hari ini yang cukup banyak dan berukuran besar.

Pria itu berpikir, hari ini adalah hari yang paling menguntungkan untuknya dan keluarganya. Karena ada hari di mana ia tak bisa menangkap ikan lebih dari ini, jadi ia merasa sangat senang. Entah apa yang tengah terjadi, tetapi hari ini, ia rasa ikan-ikan sedang berbaik hati.

"Harry benar, ikan hari ini mencariku," kelakarnya dalam batin, sembari mengingat percakapan mereka sepanjang perjalanan ke rumah.

Mr. Styles bertanya-tanya dalam hati, hari ini hari apa dan bulan apa, karena akan ia ingat sebagai hari tangkapan ikan yang besar. Jadi, nanti ia bisa datangi laut setiap hari yang seperti ini, di tanggal yang sama, di bulan yang sama pula.

Akan tetapi, prasangkanya mengatakan bahwa hari ini seperti ada yang berbeda. Entahlah, ia rasa laut jadi lebih tenang dari biasanya. Sekilas laut seperti menangis. Ah, tapi untuk apa laut menangis, kan?

Matahari telah pamit sejak tadi. Setelah dipikirnya tangkapan ikan hari ini cukup, Mr. Styles menepi ke bibir laut yang terasa lebih basah dari hari-hari lain. Sebab biasanya, setiap dirinya pulang, bibir laut selalu tersenyum manis. Bahkan ketika ia mengeluh sebab tangkapan yang sedikit, mungkin ikan-ikan pergi merajuk.

"Aku harus memperbincangkan ini pada Harry," pikirnya, disusul kekehan kecil.

"Paman!" seru seseorang yang berjarak sepuluh meter darinya.

Mr. Styles tersenyum ketika orang itu mendekat. "Hai, Joe, kau teman Harry, benar?" tanyanya memastikan ingatannya yang mulai menua.

"Ya," jawab Joe.

Mr. Styles mengamati gerak-gerik Joe yang tampak gelisah. "Ada apa, Joe? Ada yang mengganggumu? Dan, ah ya, apa kau ingin mengatakan sesuatu padaku hingga harus menyusulku kemari?"

"Oh, atau kau mencari Harry? Kurasa dia belum pulang dari aksi demontrasi. Karena jika sudah, dia pasti akan menjemputku," celoteh Mr. Styles.

Joe masih mengunci mulutnya, seperti bingung cara menyampaikan sesuatu. "Paman, ada yang harus kau tau," katanya dengan penuh hati-hati.

"Oh ya?" Dahi Mr. Styles mengerut. "Baiklah, cukup katakan apa itu."

Joe tampak mengatur pernapasannya beberapa kali sebelum akhirnya mengatakan, "Lebih baik kau ikut denganku dulu, ya."

"Ikut denganmu? Kemana?" bingung Mr. Styles.

"Kau harus tau sesuatu, jadi biar aku antar."

"Begitu." Mr. Styles menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayo."

Mr. Styles mengekori Joe hingga mereka sampai di mana Joe memarkirkan mobilnya.

"Apakah jauh?" tanya Mr. Styles.

Joe tersenyum tipis lalu menggeleng pelan. "Tidak sejauh yang kau pikirkan."

Dengan begitu, Joe langsung menancap pedal gas untuk membawa Mr. Styles ke tempat yang katanya ada sesuatu yang harus pria itu ketahui. Tidak sampai lima belas menit, Joe telah memakirkan mobilnya di parkiran sebuah gedung rumah sakit.

Tunggu, rumah sakit? Mr. Styles benar-benar tidak mendapatkan klu mengenai untuk apa Joe membawanya ke rumah sakit.

"Joe, kau akan mampir ke dalam dulu? Baiklah, aku akan menunggumu," katanya guna mengenyahkan segala pikiran buruknya.

"Paman, aku harus mengantarmu masuk. Ayo."

Mereka berdua memasuki rumah sakit dalam keheningan. Mr. Styles sedikit tersentak ketika kedua tangan Joe mengelus bahunya dari samping.

'Ada apa sebenarnya?' adalah pertanyaan yang mondar-mandir di dalam kepalanya. Hingga mereka sampai di depan sebuah ruangan. Dari pintu tembus pandang yang tertutup, dapat ia lihat seorang pasien tergeletak tak berdaya di atas brangkar rumah sakit, dengan dua wanita yang menangis di sampingnya.

Joe membukakan pintu untuk Mr. Styles. Mr. Styles menatap Joe sejenak yang hanya dibalas anggukan singkat oleh Joe.

Begitu masuk, suara tangisan dari dua wanita itu semakin terdengar, bahkan memilukan. Pria itu terhenyak ketika baru menyadari bahwa kedua wanita itu adalah istrinya dan juga Karlie, wanita yang ia ketahui sebagai kekasih Harry.

Mr. Styles berjalan lebih dekat untuk melihat siapa yang kedua wanita itu tangisi. Dan ketika ia mengetahuinya... ia sadar bahwa ada yang tidak dikatakan laut. Dia tidak percaya dengan apa yang ada dilihatnya.

Pria itu terus berjalan mendekat hingga tepat berada di sebelah brangkar. Kepalanya terdangak menatap istrinya yang masih mengeluarkan jeritan tangis di pelukan Karlie.

Kemudian ia menunduk, menatap putra satu-satunya yang ia tahu sedang terlelap. Ya, Harry hanya sedang tidur. Hanya saja bocah itu sulit untuk dibangunkan.

Tangan Mr. Styles bergerak mengelus rambut Harry, kemudian mencondongkan tubuhnya. "Hey our Hazza. Bangun, Nak, jangan suka kelewatan tidur. Lihat, Ibumu menangis, gadismu menangis. Katakan pada Ayah, ada apa? Ceritakan, ayo."

"Kau tau, Nak? Hari ini Ayah menangkap ikan yang banyak. Kau bisa memilih yang paling besar. Sekarang, bangunlah," gumam Mr. Styles. Tetapi, putranya tak kunjung bangun, atau bahkan untuk sekadar menggeliat karena tidurnya telah terganggu.

"Harry, Ayah tidak tau banyak soal masalah negeri ini. Yang Ayah tau hanyalah melaut. Yang Ayah tau, kau dan Ibumu perlu kunafkahi. Yang Ayah tau, asal tidak mencuri dan mengambil yang bukan hak, kita akan baik-baik saja." Setetes demi setetes, air mata mengalir begitu saja dari mata Mr. Styles, suaranya mulai bergetar.

"Ternyata sebelum Ayah pulang ke rumah, kau sudah lebih dulu pulang ke Tuhan. Ayah tidak tau apa-apa lagi selain itu. Jika di negeri ini sudah tidak aman, maka di dekat Tuhan selebihnya kau Ayah titipkan," bisik Mr. Styles. Ia memandang pakaian Harry yang berlumuran darah, lalu memejamkan matanya dengan erat.

"Tidurlah, Nak. Tak usah bangun, tak apa. Ayah akan ke laut untuk menghiburnya, dia sedang sedih," bisik Mr. Styles disusul tangisan dari bibirnya sekaligus. Dia mengecup kening Harry dengan penuh kelembutan, memberikan seluruh rasa sayangnya secara fisik ke Harry untuk yang terakhir kalinya.

Dia berjalan ke arah istrinya dan memeluknya dengan erat. Membiarkan wanita itu menuntaskan tangisannya hingga puas di dalam pelukannya. Kemudian ia menginteruksi pada Karlie untuk bergabung. Tanpa pikir panjang, Karlie menghamburkan tubuhnya di satu sisi tubuh pria yang sudah ia anggap sebagai Ayahnya sendiri itu.

Mr. Styles megusap bahu kedua wanita itu sembari membisikkan, "Harry sudah aman, kita tidak perlu khawatir lagi padanya."

---

have you heard about harry bread styles? i stan him

AspirationsUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum