ZJM 4

125 25 6
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

5:50 PM.

Sepasang mata kelabu milik Giselle mengamati keadaan di sana yang sangat jauh dari kata kondusif. Beberapa helai rambut pirangnya menempel di pelipisnya yang disebabkan lepeknya keringat. Sedangkan tangannya sibuk melipat lengan pakaiannya menjadi tiga perempat.

"Banyak sekali korban, ya."

Gadis bertubuh semampai itu sedikit terlonjak ketika mendengar Zayn dan mendapati lelaki itu yang kini telah berdiri di sebelahnya dengan ke dua tangan yang menggenggam dua minuman kemasan botol. Kemudian tangan kanannya terulur menyerahkan salah satu minuman tersebut kepada Giselle, yang langsung diterima oleh gadis itu.

Giselle membuka penutup botol, lalu meneguknya hingga tersisa setengah. Pekerjaan mereka ini cukup membuatnya nyaris dehidrasi, terlebih banyaknya korban di situasi kali ini.

"Entahlah, sepertinya permasalahannya semakin rumit saja," sahut Giselle setelah menutup penutup minumannya.

Beberapa saat kemudian, Giselle merasa sebuah kain menempel di pelipisnya, atau lebih tepatnya ditempel. Giselle menoleh dan mendangak menatap Zayn yang tengah sibuk mengelap keringatnya oleh saputangan milik lelaki berparas ketimuran itu.

Giselle membiarkan Zayn melakukan itu, karena hal ini memang selalu Zayn lakukan ketika melihat dirinya kelelahan apalagi berkeringat seperti ini. Gadis itu mengamati setiap inci yang begitu sempurna Tuhan ciptakan di wajah seorang Zayn Malik. Kedua iris mata yang secokelat madu yang selalu berhasil membuat Giselle lebih merasakan kehangatan, keamanan, atau apapun yang merajuk pada kenyamanan selama belasan tahun lamanya.

Tangan Zayn menurun setelah merasa cukup mengelap keringat di wajah Giselle. "Keringatmu itu bau, kau tahu," candanya.

Mata Giselle membulat seketika, lalu meninju lengan Zayn pelan. "Kau lebih bau dan jorok, kau tahu," balas Giselle.

"Kau yakin?" tanya Zayn, Giselle mengangguk. Lalu Zayn bergerak sedikit menghirup kerah kemejanya, dan kembali menatap Giselle dengan kedua alis tebalnya yang terangkat. "Aku masih wangi, G."

"Hasil indra penciuman dari orang lain itu berbeda, Zayn." Giselle membela diri.

"Kau mau bukti?"

Giselle memicing sembari sedikit mengedikkan dagunya sok angkuh, pertanda bahwa gadis itu menantang. Sementara itu, perlahan sudut bibir Zayn berkedut menahan senyuman lebarnya.

Sedetik setelahnya, Zayn secara tiba-tiba menarik tubuh Giselle ke dalam pelukannya, tangannya mengunci tubuh Giselle agar gadis itu tak mampu kemana-mana. Giselle yang masih terkejut pun mengerjapkan matanya. Sejujurnya pun yang Zayn katakan adalah benar, bahwa lelaki itu masih memiliki aroma wangi di tubuhnya.

"Bagaimana? Masih ingin mengatakan jika aku bau dan jorok?" tanya Zayn masih tetap pada posisi seperti itu.

"Zayn, ini tempat umum," bisik Giselle memperingati. Tetapi, justru ia lebih menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Zayn, membuatnya dapat mendengar detak jantung Zayn yang berdegup cepat, sama sepertinya.

"Tidak akan ada yang fokus memerhatikan kedua manusia yang tengah membuktikan siapa yang terbau saat ini," elak Zayn, bibirnya tersenyum miring.

"Zayn--"

"Zayn! Giselle!"

Sontak saja Zayn dan Giselle saling menarik diri dari posisi berpelukan mereka. Keduanya berdiri dengan posisi canggung ke arah seseorang yang memanggil nama mereka tadi.

AspirationsWhere stories live. Discover now