LWT 4

108 31 6
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

4:58 PM.

Louis Tomlinson terus berlari dan tak memerdulikan pakaiannya yang basah serta rambutnya yang lepek karena keringat yang terus mengalir. Bibirnya tak henti-hentinya meneriakkan nama Emmily. Empat puluh menit telah lelaki itu lewatkan hanya untuk mencari gadisnya, tapi sayang hasilnya nihil.

Hati dan fikirannya kalangkabut sesaat setelah mengingat gejala asma yang Emmily idap sejak kecil. Banyaknya asap seperti saat ini tak menutup kemungkinan jika Emmily tengah kesulitan bernafas, terlebih jika gadis itu terus berlari hingga kelelahan.

Louis merasa lengannya dicegah seseorang ketika ia berlari, menyebabkan ia nyaris terjatuh. Dia menoleh pada seorang pria lengkap dengan seragam kepolisian di seluruh tubuhnya. Biasanya Louis akan ketakutan saat melihat polisi, bahkan meski dari jauh sekalipun. Keseraman polisi yang paling ditakutinya ialah polisi lalu lintas yang suka menilang.

Tetapi tidak untuk saat ini, ia benar-benar tak peduli pada polisi yang tengah mencekal lengannya erat, bahkan ketika ia melihat senapan di bagian samping seragam polisi tersebut. Dengan nafas yang terengah-engah, Louis berusaha melepaskan cekalan polisi tersebut. "What the hell are you doing, Sir?!" bentaknya saat sang polisi semakin erat mencengkeram lengannya.

"Maaf, demi keselamatan kau tidak diperbolehkan untuk berjalan lebih jauh ke arah gedung dewan," kata polisi itu, dengan tatapan yang serius, berbeda dengan tatapan sengit dari sepasang mata elang milik Louis.

Louis memandang polisi tersebut dengan tatapan tak percaya. "Kekasihku belum ditemukan dan kau tak memperbolehkanku untuk mencarinya? Kupikir kau juga polisi yang memiliki perasaan. Bayangkan jika istrimu yang berada di sana... Mr, Brown!" sentaknya lagi, ia membaca badge name di seragam polisi tersebut.

"Aku mengerti, tapi utamakan keselamatanmu," timpal Mr. Brown.

Louis mendelik tak terima. "Kau gila! Tak mungkin aku mengutamakan keselamatanku ketika keselamatan kekasihku sedang terancam."

Mr. Brown memilih tak menjawab ocehan lelaki yang menurutnya berusia labil itu, dia berusaha menarik lengan Louis akan menjauh. Namun, Louis semakin kuat memberontak. Dan ketika Louis menerobos paksa, tiba-tiba ada dua polisi berbadan besar lainnya yang mencegah paksa dirinya dan menjauhkannya dari sana. Sia-sia dengan ukuran tubuhnya yang berkali-kali lipat lebih kecil dari dua polisi berbadan jumbo, alhasil Louis kalah hingga lelaki itu tersungkur ke tanah. Dengan begitu, polisi-polisi tadi kembali pada posisi mereka yang menjaga keamanan lokasi.

Louis meringis tipis seraya beringsut berdiri, ia berjalan dengan langkah lunglai dan tanpa tujuan. Kemudian lelaki itu berhenti, dia melepas maskernya dan menjambak rambutnya dengan kasar. Sedetik setelahnya, Louis berteriak sekeras mungkin, mengeluarkan seluruh emosinya.

Dia merasa gagal menjadi seorang kekasih sekaligus lelaki. Lelaki macam apa yang tak becus hanya untuk menjaga kekasihnya sendiri?

Tiba-tiba Louis mendengar suara gemuruh dari arah belakang dan membuatnya mematung. Sembari menelan salivanya sendiri, dengan sangat perlahan dia membalikkan badannya. Suara ledakan yang amat menulikan telinga disusul semburan api berada tepat di depan matanya.

Louis tak tahu harus bagaimana selain mengikuti perintah otaknya untuk berlari secepat yang ia bisa, menghindari semburan bom yang seolah mengejarnya. Matanya terasa memanas dan mengabur dalam waktu yang bersamaan, tetapi tak menghentikan larinya yang semakin ia percepat tanpa arah. Hingga-

BRUK!

---


AspirationsWhere stories live. Discover now