HES 1

186 49 22
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

Suara tawa terdengar dari sekumpulan pemuda di pinggir pantai. Angin malam yang dingin tak mereka pedulikan.

"Ayahku datang, aku akan membantunya. Sampai jumpa," pamit Harry dan langsung dibalas lambaian tangan oleh yang lainnya.

Harry berlari ke arah ayahnya yang baru saja membawa kapalnya ke tepi. "Ayah!" seru Harry.

"Hai, Haz," sahut Mr. Styles.

Begitu sampai, Harry segera membantu ayahnya membereskan jaring-jaring. Tetapi, yang menjadi perhatian Harry adalah wajah kecewa sang ayah.

"Apa ada masalah?" tanya Harry.

Mr. Styles terdiam lalu tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Hanya kecewa karena hari ini jumlah ikan yang ayah dapatkan hanya sedikit."

Harry tersenyum, ia merasa sangat beruntung memiliki orang tua pekerja keras. "Tenang, Yah, jika hari ini sedikit. Maka besok akan datang berbondong-bondong," ujarnya lalu terkekeh.

Sang Ayah pun turut terkekeh. Setelah selesai, mereka berdua berjalan beriringan menuju rumah mereka.

"Ayah pikir ikan-ikan hari ini sedang merajuk," kelakar Mr. Styles.

Harry tertawa. "Nah, maka dari itu besok mereka akan mencarimu."

"Percobaan yang bagus untuk menjadi pelawak," celetuk Mr. Styles, membuat Harry memutar bola matanya namun disertai kekehan kecil.

"Ayah, aku dan yang lainnya membicarakan pemerintah yang membuat pasal-pasal baru, dan bagiku hal itu justru memberikan peluang pada koruptor-koruptor bajingan," celoteh Harry dengan wajah serius. Mr. Styles hanya menyimak apa yang putranya sampaikan, karena ia merasa hari ini Harry terlihat berbeda, seperti lebih ceria ketimbang hari-hari sebelumnya.

"Dan yang kudengar dari teman-teman di kampus, Presiden BEM KM telah mengirimkan surat ajuan pada sekjen sebanyak tiga kali, namun tak ada jawaban dari itu semua," tambah Harry lagi.

"Teman-teman sekampusku tengah sibuk membicarakan aksi demontrasi yang akan mereka lakukan besok," sambungnya. Ia menunduk, menatap setiap langkahnya dengan gamang. Ia seperti merasa gelisah, namun tak tahu penyebabnya.

"Lalu, apa kau akan ikut dalam aksi itu?" tanya Mr. Styles. Wajahnya yang mulai menua dan lelah tampak tenang.

Harry terdiam untuk berpikir sejenak. "Aku belum tahu."

"Ayah dan Ibu menyekolahkanmu tinggi-tinggi agar kau bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga kau bisa lebih berguna bagi Bangsa ini," ujar Mr. Styles. Harry hanya diam.

"Kalau kau ingin ikut, pergilah. Ayah mendukungmu dari sini," kata sang Ayah, tak lupa dengan senyuman khasnya.

Harry menoleh, lalu ia tampak berpikir. "Bagaimana jika besok aku tak bisa menjemputmu lagi?" tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar dengan indahnya dari mulutnya.

"Tak masalah. Karena yang terpenting sekarang adalah Bangsa ini, rumah kita semua," terang Mr. Styles. Harry mengangguk sambil tersenyum, ia mendapat sedikit ketenangan dari dukungan sang Ayah tersebut.

"Apakah dulu Ayah juga ikut dalam aksi seperti itu?"

Mr. Styles tampak mengingat-ngingat kembali. "Tunggu, apakah aku setua ini hingga kesulitan mengingat kejadian 21 tahun yang lalu?"

"Oh God." Harry tertawa lepas, begitu pula dengan Mr. Styles. Tawa mereka terus terdengar hingga keduanya telah memasuki rumah mereka.

"Apa yang membuat kalian tertawa selepas itu, hm?" tanya Mrs. Styles, lengkap dengan sedekapan tangan dan punggung yang menyandar pada pintu kamarnya.

AspirationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang