NJH 4

95 29 8
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

4:09 PM.

Niall berlari bersama Felix dan Shiny untuk mencari tempat berlindung. Lalu mereka berlindung di balik dinding sebuah gedung tua pinggir jalan yang sepertinya telah tak berpenghuni. Niall sedikit mengintip dari sana untuk memastikan keadaan.

"Sial. Mereka oknum sembarang yang menyamar sebagai mahasiswa," desis Niall kesal. Saat dia menoleh, dirinya mendapati Felix memeluk Shiny yang tampak ketakutan.

Apa mereka memiliki hubungan sespesial itu? pikir Niall penasaran. Meski sedikit tertegun, namun ia berusaha bersikap dan berekspresi sebiasa mungkin.

Tapi sepertinya Felix menyadari ketekerjutan ringan dari sahabatnya karena kini ia terkekeh. "Dia adikku, Ni." Felix mengendurkan pelukannya pada Shiny.

Satu kalimat berhasil menuntaskan seluruh rasa penasaran di benak Niall. Lelaki itu juga baru menyadari marga keduanya yang sama; George.

"Eh, tapi bagaimana kau tahu?" tanya Shiny menatap Niall, membuat Niall mengerjap beberapa kali.

"Tadi aku melihat beberapa dari mereka yang menggunakan tato di hampir seluruh bagian tubuh mereka. Well, mahasiswa dilarang mengenakan tato," jelas Niall.

Felix menganggukkan kepalanya dua kali dengan gerakan pelan. "Aku mengerti," ujarnya. "Mereka bukan sembarang oknum, melainkan oknum yang sengaja dibayar oleh aparat."

"Tapi, kenapa mereka melakukan itu?" tanya Shiny tak mengerti.

"Kalian pasti ingat, bukan, jika ketua dewan pun dulunya seorang aktivis seperti kita?" Niall membuka suara.

Shiny dan Felix mengangguk. "Demontrasi mahasiswa 21 tahun yang lalu."

Kini giliran Niall yang mengangguk. "Para dewan telah mengetahui kelemahan kita-para mahasiswa-, yaitu mudah tersulut emosi. Oleh karena itu, para dewan menggunakan celah itu dengan cara sengaja memancing emosi massa."

"Mahasiswa-mahasiswa bayaran itu datang menyerang gedung dewan, kepolisian mulai menggunakan senjata-senjata mereka, dan kita-mahasiswa- akan turut menyerang balik," tambah Felix setelah ketiganya tiba-tiba saja terdiam beberapa saat.

"Wait, wait," ucap Shiny. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya. "Apakah mereka mengadu domba antar mahasiswa dan kepolisian?"

Felix menjentikkan jarinya di depan wajah Shiny. "Nilai seratus untukmu, lil George."

"Mereka melakukan itu hanya agar seolah-olah mahasiswa lah yang berulah lebih dulu. Lalu, mereka akan membuat aksi demontrasi menjadi 'aksi demo dari mahasiswa anarkis' di mata masyarakat," timpal Niall lagi. Tangannya mengusap tengkuknya, pertanda bahwa ia resah.

Mereka bertiga saling bertatapan setelah mendengar suara ledakan untuk yang kedua kalinya.

"Apakah mereka meledakkan bom lagi?" tanya Shiny, wajahnya mulai mengeluarkan raut ketakutannya. Niall mengangguk pelan, sedangkan Felix hanya diam.

"Aku harus ke sana," ujar Felix tiba-tiba. Laki-laki itu telah bersiap pergi, namun dicegah oleh Niall.

"Kau akan ke sana?" tanya Niall, dengan nada dan raut yang tak menyangka.

Felix mengangguk sekali. "Aku ketua. Aku harus bertanggung jawab," tuturnya dengan nada pelan.

"Tapi, keadaan tak memungkinkan, lebih baik kita tunggu saat keadaan sedikit mereda," tawar Niall, kepalanya mengangguk berusaha meyakinkan Felix.

Akan tetapi, Felix justru menggeleng. "Ini semua tidak akan mereda jika tidak ada penengah, Niall."

Niall menatap Felix, kemudian ia melepas cekalannya. Cowok itu mengangkat tangannya seolah menyerah dengan sifat keras kepala Felix.

"Felix." lirihan bergetar dari Shiny membuat Felix spontan menoleh pada adiknya.

Shiny menggeleng pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca, gadis itu memang tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya pada kakaknya itu. Felix tersenyum tipis lalu membawa Shiny ke dalam dekapannya. Mengelus lembut cepolan rambut Shiny yang lumayan berantakan karena berlarian tadi, Felix berbisik, "Everything gonna be alright, baby girl." Dengan begitu, Felix beralih mengecup puncak kepala sang adik.

"Niall." Suara Felix sukses membuat Niall yang awalnya menunduk menjadi mendongak.

Tanpa aba-aba, Felix langsung memeluk Niall, membuat Niall sedikit terkejut karenanya. "Aku titip Shiny, bawa dia ke tempat yang aman, jaga dia," bisiknya.

Niall tersenyum dan menepuk punggung Felix dua kali. "Pasti," jawabnya. "Jaga dirimu."

Felix menguraikan pelukan mereka lalu mengangguk bergantian pada Niall dan Shiny. Sejurus kemudian, lelaki itu berlari ke arah gedung dewan. Apapun yang dilakukannya, Niall berharap Felix tetap baik-baik saja.

"Ayo kita ke-"

Ucapan Niall terhenti ketika melihat Shiny menutup wajah dengan kedua tangannya. "Hey, kau menangis?" tanya Niall panik.

Shiny menggeleng, tapi kedua bahunya bergetar. Lalu entah apa yang mendorong Niall untuk menggerakkan tangannya menarik Shiny ke dalam pelukannya. "Jangan menangis, Felix akan baik-baik saja," ucapnya sembari mengusap lembut bahu gadis itu, berharap dapat menyalurkan ketenangan.

Shiny menjauhkan tubuhnya ketika tangisannya mereda, walaupun wajahnya memerah. Kepalanya mendongak untuk menatap Niall. "Aku takut," lirihnya.

"Sshh." Niall menggerakkan ibu jarinya untuk mengelap jejak air mata di pipi pucat Shiny. "Sekarang kita cari tempat aman, okay?"

Shiny mengangguk mengiakan. Kemudian Niall membawa gadis itu ke tempat di luar garis yang telah dibuat oleh polisi, di mana para reporter, wartawan, dan tenaga medis berada.

---

berantakan banget haduuuuu

AspirationsWhere stories live. Discover now