HES 3

91 36 5
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

Harry menyeka keringat di dahinya dengan telapak tangannya, lalu mengibaskan tangannya ke bawah sehingga keringatnya terciprat ke aspal jalanan di bawahnya. Terik matahari yang cukup menyengat membuatnya harus menyipitkan matanya.

Akhirnya ia memilih untuk meneduh sejenak ketika kedua matanya melihat tempat kosong di bawah pohon yang cukup rindang. Baru saja ingin duduk, seseorang menyenggol bahunya, dan itu cukup keras karena Harry sedikit terhuyung.

"Astaga! Maafkan aku, aku tak sengaja, mereka mendorongku," ucap orang itu yang ternyata seorang perempuan.

Harry mematung di tempatnya sesaat setelah ia menyadari bahwa ia sangat mengenali suara itu. Ia pun berbalik untuk menghadap orang itu, dan benar saja perempuan itu terkejut pula saat melihat Harry.

"Har- Harry?" gagap perempuan itu.

"Karlie," gumam Harry yang telah berhasil menetralkan ekspresi terkejutnya, namun tidak dengan debaran di dalam dadanya.

Harry dan Karlie adalah sepasang mantan kekasih sejak sebulan yang lalu. Hubungan keduanya berlangsung tiga tahun lamanya. Namun, Harry mengakhiri hubungan mereka tanpa alasan yang jelas.

Oh, tepatnya hanya Harry yang tahu alasannya.

Karlie ingin sekali membenci Harry atas ketidakjelasan lelaki itu, tetapi rupanya hatinya jauh lebih berkuasa pada dirinya. Jika bisa meminta, Karlie tak ingin hubungan mereka berakhir. Karlie masih mencintai Harry. Ia tak mengerti mengapa Harry mengakhiri hubungan mereka di saat tak ada masalah yang terjadi di antara keduanya. Walaupun begitu, terkadang Karlie juga merasa jengkel.

"Oh, kau juga ikut," cetus Harry dengan ringannya. Wajahnya seolah mereka tak pernah memiliki hubungan spesial sebelumnya.

Bajingan, maki Karlie membatin.

Karlie tersenyum paksa. "Yeah, as you see."

Setelah itu, benar-benar tak ada pembicaraan di antara keduanya selama sepuluh menit. Keduanya sama-sama menyibukkan diri dengan hanya diam untuk berteduh di bawah pohon yang sama.

Karena tak tahan dengan suasana canggung luar biasa, akhirnya Harry melawan egonya. "Kau tak bergabung bersama teman-temanmu?" tanyanya.

Karlie menoleh sejenak kemudian menggeleng pelan.

"Kenapa? Maksudku, kau tak pernah bisa jauh dari teman-temanmu," bingung Harry. Rupanya lelaki itu masih mengingat segala hal tentang gadis itu.

Dan darimu, batin Karlie melanjuti. Di sisi lain Karlie juga memaki batinnya sendiri yang begitu liar.

Karlie menunduk. "Aku terpisah dengan mereka," jawabnya dengan suara yang pelan.

Harry sontak menoleh dan menatap Karlie dengan seksama. Ia tahu bahwa Karlie benar-benar takut sendiri. Tapi justru kini ia terpisah dari rombongannya. Harry tahu gadis itu tengah ketakutan kini. Sangat ingin rasanya ia membelai gadis itu dan mengatakan ada dirinya di sisi gadis itu, maka semua akan baik-baik saja. Namun, di saat keadaan yang seperti ini, hal itu tak bisa sembarangan ia lakukan.

"Kau bisa bersamaku di sini," ucap Harry.

"Maksudku, itu lebih baik daripada kau tersesat nantinya," timpal Harry cepat ketika Karlie menoleh secara tiba-tiba. "Aku hanya memberi penawaran."

Harry meringis dalam hati. Mana mungkin Karlie masih mau menerima tawarannya setelah sikapnya yang brengsek.

Akan tetapi, tanpa diduga gadis itu mengangguk. "Kupikir kau sudah tak peduli setelah meninggalkanku," sindir Karlie disertai kekehan di akhir.

Kalimat santai dari Karlie sukses membuat Harry tertegun. Karlie dapat membuat hati Harry tak keruan hanya karena satu kalimat telak yang ia lontarkan.

Batin dan pikiran Harry mulai bergelut, tetapi yang keluar dari mulutnya hanyalah, "Maaf."

Karlie tersenyum getir. "Sebelum kau mengucapkannya, aku sudah memaafkanmu. Tetapi apakah aku melupakanmu? Tidak, Harry."

"Karlie, kau pantas mendapatkan yang lebih baik," sahut Harry.

"Jika bahagiaku hanya bersamamu, lantas, untuk apa aku mencari yang lain?"

Perkataan Karlie sukses memberi hantaman telak di dada Harry untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu menunduk, gerahamnya bergemelatuk membuat rahangnya terlihat mengeras.

Harry menyapukan pandangannya, lalu berdiri dari duduknya. "Ayo, ikut aku," ajaknya.

"Kemana?" tanya Karlie.

"Ikut saja," tandas Harry, lalu berjalan mendahului Karlie.

Karlie tersenyum miris, Harry memang benar-benar tak memiliki keinginan yang sama dengannya.

Karlie terus mengikuti Harry yang berjalan ke arah mahasiswa yang tampak sedang membagikan sesuatu.
Tiba-tiba Harry menghentikan langkahnya, membuat Karlie turut berhenti dan memandangnya bingung. Sejurus kemudian, tanpa berkata apa pun, Harry menggenggam pergelangan tangan Karlie, membuat bulu kuduk Karlie meremang karena sentuhan kulit lelaki itu.

"Hey, kawan!" panggil Harry pada mahasiswa dengan rambut pirang yang tengah memasukkan kotak kosong ke dalam kantung plastik hitam.

"Ya?" sahut mahasiswa tersebut.

"Bisakah aku meminta 2 masker?" tanya Harry. Dari ekor matanya, ia melirik Karlie yang hanya diam di tempatnya.

"Oh, sorry, dude, tapi hanya tersisa satu," sesal mahasiswa itu.

"Baiklah, tak apa," putus Harry. Kemudian mahasiswa tersebut memberikan sebuah masker hidung dan mulut kepada Harry. Setelah berterima kasih, Harry membawa Karlie ke tempat di mana mereka berteduh sebelumnya.

Harry melepas genggamannya, membuat Karlie merasakan kehilangan.

"Pakai ini," kata Harry seraya menyerahkan masker tersebut ke arah Karlie.

Karlie mendongak, dan mata keduanya tak sengaja bertemu. Karlie membeku dibuatnya, ia masih sangat menyukai cara Harry menatapnya yang seperti ini. Lembut, dan penuh perhatian.

Karlie menggeleng, Harry menaikkan satu alisnya. "Kau saja, aku sudah menyiapkannya dari rumah," katanya lalu mengeluarkan maskernya dari saku almamaternya.

Harry mengangguk mengerti, kemudian lelaki itu mengenakan masker tersebut. Karlie juga mengenakan maskernya karena menurutnya debu di siang hari sangatlah buruk.

---

maap belibet :(

AspirationsWhere stories live. Discover now