HES 4

106 32 4
                                    

[This FF does not mean to bring down any party. If there are similarities in names, places, etc, it is an accident.]

---

5:16 PM

Harry menarik tangan Karlie agar gadis itu mendekat ke arahnya. Kemudian dia membawa Karlie berlari bersamanya dan bersembunyi di gang kecil di dekat sana.

Harry menyandarkan punggung dan kepalanya pada dinding, lalu membuka maskernya, deru nafasnya terengah-engah, begitu pula dengan Karlie. Dan entah mendapat bisikan dari mana, keduanya saling bertatapan dengan gerakan kepala yang kompak. Kedua iris mata yang berbeda itu saling mengontak untuk beberapa saat, meninggalkan sensasi nyaman di relung hati masing-masing.

"Apa itu tadi?" tanya Karlie begitu nafasnya mulai teratur. Keringat di sekitar pelipisnya membuat beberapa helai rambut brunette miliknya menempel di sana.

"Kurasa bukan lagi lachrymator, tapi yang lebih besar dan berbahaya dari itu," jawab Harry. Kini matanya menjelajahi kondisi di luar yang masih tidak kondusif. Orang-orang berhamburan berusaha menyelamatkan dirinya, maupun orang lain.

Karlie menghela nafas berat, kemudian menjatuhkan bokongnya di atas tanah yang dipijakinya, tak memperdulikan pakaiannya yang bisa saja kotor karena tanah yang lembab.

"You okay?" tanya Harry. Mungkin nadanya terkesan biasa, namun matanya tak bisa menutupi bentuk kekhawatirannya. Dan ya, Karlie dapat melihat itu dengan jelas.

Gadis itu mengangguk sebagai jawaban. Sejujurnya, dia masih sedikit syok saat mendengar suara ledakan bom yang sangat besar tadi. Karena dirinya hanya pernah mendengar dan menyaksikannya di film-film action yang ditontonnya.

Walau sempat berpencar, beruntung Harry dapat dengan gesit menemukan dan membawa Karlie berlari bersamanya. Tak bisa ia bayangkan jika membiarkan gadis itu berlari sendirian.

Terdengar hembusan nafas Harry yang kasar. "Aku tak menyangka hal-hal seperti ini akan terjadi," katanya pelan. Kedua matanya terpejam, lengkap dengan kerutan di dahinya.

Teringat sesuatu, Karlie berdiri dan menghadap Harry. "Harry, apa kau melihat keanehan pada sekelompok mahasiswa yang tadi tiba-tiba menyerang gedung dewan?"

Harry membuka matanya dan menatap Karlie dengan bingung. "Keanehan apa?"

Tangan Karlie beralih menjadi bersedekap. "Aku yakin mereka bukan seorang mahasiswa dari universitas mana pun. Begini, sebelum kita semua bergerak, ketua BEM memeriksa dan melarang seluruh mahasiswa membawa benda-benda keras. Lalu mengapa mereka tiba-tiba muncul dan menyerang gedung dewan dengan batu, kayu, dan sejenisnya?"

Dengan kerutan yang semakin dalam, Harry sedikit membenarkan asumsi yang dilontarkan Karlie. "Tapi, bisa saja mereka membawanya secara diam-diam, Karl."

"Yeah, itu juga tidak menutup kemungkinan," gumam Karlie, lalu memilin bibirnya.

Satu menit. Dua menit. Tak ada obrolan yang mengisi keterdiaman mereka.

DOR! DOR! DOR!

Suara tembakan beruntun tiba-tiba terdengar dari luar. Baik Karlie maupun Harry sama-sama terperanjat karena terkejut, terlebih Karlie yang sampai menahan nafasnya.

Harry berjalan perlahan ke ujung gang untuk melihat situasi, sementara Karlie hanya memerhatikan dengan harap-harap cemas dari tempatnya. Tak lama kemudian, Harry kembali lagi dengan langkah cepat.

"Shit! Harusnya pihak polisi tak diperbolehkan menggunakan pistol dalam aksi ini, apapun keadaannya," desis Harry sembari berdecak kesal, dia berjalan mondar-mandir, tangannya menyisir rambut ikalnya sejenak.

AspirationsWhere stories live. Discover now