PART 19 : TERLEMPAR

Comenzar desde el principio
                                    

"Karena sejak tadi saya liat kamu nggak berhenti ngusap-usap hidung, ketakutan dikerumuni wartawan di depan sana." Cuma putri saya yang..." Satriaji menghela napas panjang lalu menatap lekat-lekat Gembulan yang berdiri di depannya.

"Jadi Papa tahu kalo ini aku?" tanya Gembulan dengan suara parau. "Pa..."

Tak ada lagi percakapan di antara sepasang ayah dan putrinya itu. Suasana mendadak sunyi. Keduanya berpelukan erat, seolah sedang menguatkan satu sama lain.

Sudah lama sekali Gembulan tidak bertemu dengan Papanya, namun setelah akhirnya mereka dapat saling tatap, kenapa harus di situasi yang sulit seperti sekarang? Dan rasanya, oh Tuhan, sungguh sangat menyakitkan. Tatapan Gembulan terlempar ke sudut lain, mencari-cari seseorang yang juga ingin ditemuinya.

"Pa! Papa sama siapa itu?"

Teriakan nyaring dari balik punggung Satriaji, membuat Gembulan melepas pelukannya. Roger, adik bungsunya, sedang menatap Gembulan dan Papanya secara bergantian dengan sorot panik.

"Ini Kak Gemaya," sahut Papanya lembut. "Kak Gemaya tadi makan kebanyakan jadinya begini."

Roger melangkah pelan-pelan mendekati lemari pendingin. Sambil bersembunyi di belakangnya, sesekali kepalanya menyembul, menatap takut-takut ke arah Gembulan.

"Apa buktinya?" tanya Roger yang masih bersembunyi di balik lemari pendingin.

Kali ini Roger menghadap ke arah tembok, menunggu Gembulan merespon dengan wajah tak sabar. Sebenarnya Roger penasaran ingin melihat Gembulan sekali lagi, tapi mendadak ia urung. Mana mungkin orang asing yang ada di dapur itu kakak perempuannya? Bahkan dari ukuran tubuhnya pun benar-benar beda.

Gembulan berdehem sekali untuk menarik perhatian Roger. "Kok sekarang kamu di rumah? Biasanya kalo hari Jumat sampe Minggu, kamu minta nginep di nenek, kan?"

Gembulan menanti dengan wajah gelisah.  Untuk anak seumur Roger yang masih sering berimajinasi, seharusnya lebih mudah menerima hal-hal-hal yang di luar nalar, kan? Tapi setelah ditunggu beberapa saat, Roger tak juga ke luar dari tempat persembunyiannya.

"Roger nggak percaya ya, Pa?" tanya Gembulan lemas. Mulai pesimis melihat Roger yang masih enggan menemuinya.

"Nanti kamu jelasin pelan-pelan sama dia. Papa juga sebenernya bingung, tapi Papa tahu kalo mungkin kamu sendiri aja masih nggak tahu kenapa kamu sekarang bisa kayak gini." Satriaji menghibur putrinya.

"Sama kayak nggak percayanya aku liat video Mama yang viral di sosmed, Pa." Gembulan menarik napas panjang. Ia hendak beringsut bersama Papanya dari dapur, ketika tiba-tiba Roger menghambur memeluknya.

Karena tinggi keduanya terlampau jauh, Gembulan sampai harus berjongkok agar dapat menatap lekat-lekat bola mata Roger yang menyorot penuh ke arahnya.

"Kamu percaya ini Kakak?" Gembulan memastikan sekali lagi.

Roger memandangnya takut-takut. "Kakak temennya Transformer? Kok bisa berubah-ubah bentuknya."

"Cuma badan doang elah, wajahnya nggak, kan?" tanya Gembulan sambil tersenyum lalu menggiring adik serta Papanya ke ruang keluarga untuk diajak bercengkrama.

Saat langkah gadis itu sampai di depan televisi, ada perasaan kosong yang menelusup ke hatinya. Mama mana?

"Udah tiga malem nggak pulang," ucap Papanya tanpa ditanya. Seakan-akan bisa menebak isi hati putrinya dari kerutan penuh tanya yang terpeta di dahi Gembulan. "Dan Papa nggak tahu sekarang dia ada di mana."

Bukannya duduk tenang di sofa dan mulai bercengkrama dengan keluarganya, Gembulan melenggang mendekati jendela. Disingkap sedikit tirai berwarna putih agar ia dapat mengintai situasi di luar rumah.

GEMAYA (SUDAH TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora