Part 16 : Kue pengusir sedih

1.7K 65 0
                                    

Part 16 : Kue pengusir sedih

Vote dan follow author !
....

Lagi, Farah merasa sedih. Ia bukan sedih karena harus berpisah dengan Kemal, ia sedih kenapa Allah memberinya takdir buruk seperti ini. Farah kembali mengurung diri dikamar. Ia mengambil ponsel pintarnya, masuk ke galeri dan memandangi lagi foto Farouq.

"Andai ia adalah suamiku" gumamnya sambil rebahan

Farah mulai berkhayal. Ia mengedit foto Farouq dengan emoticon hati berwarna merah muda. Mengubah pengaturan privasi status WA menjadi hanya bisa dilihat oleh beberapa orang saja. Farah menjadi sedikit lebay, ia mengupload foto Farouq.

...

Tak berapa lama Farah keluar, perutnya lapar. Ia turun kedapur, tak ada orang tuanya dirumah, hanya beberapa pembantu yang sedang sibuk.

Farah membuka kulkas dan naik keatas kursi untuk melihat bahan-bahan apa yang ada untuk dijadikan kue.

"Mau bikin apa?" Tanya pembantu

"Belum tau, Mbak. Cake mungkin" jawab Farah

"Kalau lapar, Saya ada masak ayam rica-rica tadi"

"Gak pengen, Mbak"

Pembantu bertubuh gemuk itu meninggalkan Farah yang sedang sibuk menimbang-nimbang tepung terigu dan menakar susu.

..

Sore hari, Madame Mohannad, Tuan Mohannad, Rahman dan Rahim pulang berbarengan. Entah janjian atau si kembar minta dijemput. Mereka masuk ke pintu depan, wangi kue menusuk hidung mereka.

"Wangi ya, Umi" kata Rahman

"Iya, tumben!" Jawab Tuan Mohannad

Mereka meruskan langkah masuk kedapur, dimeja sudah tersusun rapih berbagai henis kue yang terlihat begitu menggoda. Ada brownis lumer, bolu jadul toping keju, cake marmer, donat lumer juga risol rogout. Entah siapa yang akan menghabiskannya ketika kulkas dibuka berbagai kue yang sudah dingin sudah tersaji seperti milkbath, puding longan, mousecake juga brownis alpulat.

"Kak, ini boleh dimakan?" Tanya Rahim sambil duduk siap dimeja makan

"Ambilah" jawab Farah singkat sambil sibuk menggoreng donat

Tuan Mohannad, Rahman, dan Rahim tampak senang memotong brownis, juga mencicipi minuman.

"Kak, pesan smoothies" kelakar Rahman

"Smoothies alpukat mau? Bentar ya udah goreng ini kakak bikinkan" Farah menjawab serius

Dapur tampak seperti kapal pecah, piring kotor bekas memasak menumpuk, tempat sampah penuh. Madame Mohannad meminggir, pergi kebelakang tempat pembantu sedang menyetrika.

"Mbak, itu sejak kapan masak" sambil menunjuk-nunjuk Farah

"Oh, anu, itu sudah Saya larang tapi gak mau, Buk"

"Iya gak papa. Sudah sejak kapan dia didapur?"

"Sejak Ibuk sama Bapak berangkat, paling istirahat sholat terus masak lagi. Dibantuin gak mau"

"Oh, ya sudah"

Madame Mohannad berpikir, kejadian ini persis seperti kejadian beberapa tahun yang lalu saat Farah masih kuliah. Ayahnya yang waktu itu sedang sakit keras memintanya menikah, tapi ia kekeuh gak mau menikah. Ia stress dan meluapkannya dengan berkutat didapur.

Madame Mohannad kembali kedapur, 5 gelas smoothies alpukat sudah terdaji di meja. Mereka bertiga tampak tenang saja meminumnya, sedang Farah masih sibuk memberi toping donat-donatnya.

"Farah, istirahat dulu" Madame Mohannad memeluk putrinya dari samping

"Tanggung, Mik. Ini sisa 1 lagi. Nah sudah"

"Nah, sudah kan. Biar Umik yang susun dipiring, sekarang kamu minum air putih dulu dulu"

Farah pergi ke kulkas membawa puding longan dan milkbath yang sudah dingin. Ia duduk bersama ayah dan 2 saudara sepersusuannya. Mereka berbicara dan tertawa, Farah seakan lupa masalahnya ketika makan kue-kue manis itu.

...

Rahman gogoleran sendiri dikamar tamu, sementara Rahim asyik murojaah hafalannya diruang sholat. Rahim melihat-lihat status WA teman-temannya.

"Tumben kak Farah bikin status" pikirnya

Ia membuka foto status itu, betapa terkejutnya Rahman memgetahui itu foto Farouq tetangganya di Jeddah. Rahman berlari menghampiri Rahim di ruang sholat.

"Rahim, Rahim"

"Sadakallahul adzim, apa? Aku belum selesai"

"Lihat dulu" paksa Rahman

"Farouq?"

"Iya kau benar"

"Kenapa Kak Farah memasang fotonya dengan gambar hati"

"Aku tidak tahu, tapi yang jelas ia pasti mengenal Farouq"

"Apa kau tau? Farouq sudah beberapa hari ini dirawat di Rumah Sakit" terang Rahim

"Benarkah?"

"Benar, Aku diberi kabar oleh Hanif"

"Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?"

"Jangan beri tau Abi sama Umi Mohannad tentang ini"

"Baiklah"

...

Rahman dan Rahim memutuskan masuk kedalam kamar menemui Farah

"Kak"

"Hmm" Jawab Farah

"Lagi apa?" Tanya Rahim

"Minum kopi" jawabnya singkat

Rahman dan Rahim ikut duduk dimeja bundar balkon kamar Farah, terlihat Farah sedang menyesap kopi dalam-dalam dan menatap kosong kearah bintang malam diselimuti sehelai kain tipis motif etnik.

"Kak, sudah tau?"

"Apa?" Farah menggerakkan alisnya

"Videonya asli. Abi sama Umi sudah memutuskan lamarannya"

"Hmm" Farah tersenyum kecut. Rahman dan Rahim kebingungan

"Kak" panggil Rahman

"Hmm" jawabnya didalam cangkir kopi

"Tadi siang itu, foto siapa?"

"Uhhuuk" Farah tersedak

"Kalian liat?" Farah bertanya. Keduanya mengangguk

"Itu, bukan siapa-siapa"

"Kami kenal, itu Farouq"

"Kalian kenal darimana?"

"Kami juga sedih karena lamarannya kemaren ditolak Umi"

"Gimana? Gimana? Maksudnya gimana?" Farah terkejut

"Kemaren kata Abi, ada temannya dari Jeddah kesini. Anaknya namanya Farouq, tinggalnya satu komplek sama kita. Singkat cerita Farouq suka sama Kakak, tapi, karena waktu itu kakak sudah terima khitbah Kemal, jadi lamarannya ditolak"

"Ya Allah, terus sekarang Farouqnya dimana? Kakak telpon-telpon gak masuk-masuk"

"Kalau kabar dari teman kita di Jeddah dia sekarang lagi sakit, dirawat dirumah sakit"

"Sakit!" Farah berdiri "Kita ke Jeddah malam ini"

"Malam ini? Kakak gila!"

....

My Arabian HusbandDonde viven las historias. Descúbrelo ahora