// what a day (2)

Start from the beginning
                                    

Arden datang dengan tentengannya, ia berjongkok di bawahku membuatku sedikit terkejut. "Ih, ngapain?" tanyaku.

"Enggak... sengaja biar kayak drakor gitu,"

Aku mendengus senyum. Ia menyodorkan air mineral dingin padaku, "Minum dulu yang banyak, pasti capek kan mimpi sampe keringetan gitu."

Aku meraihnya, meneguk setengah. Segar sekali. "Nah, ini ada cokelat di makannya pas di rumah aja tapi, sekarang makan malam nya sama gue, oke?"

Aku tertawa dengan tingkah lucu Arden, rasa hangat saat dulu bersama Cameron terulang walau tidak sama persis. "Oke, bos!" jawabku mantap.

"Yaudah, yuk!"

Lagi-lagi Arden memegang lenganku, mencari makanan untuk mengisi perut kala malam hari. Setelah mendapatkan tempat kami memesan makanan dan menunggu pesanan datang. Malam itu dengan wajahku yang sudah pasti sembab, alunan musik sangat mendukung sekali dengan lagu asik yang mengalihkanku dari kesedihan. Beberapa kali mengusap wajahku yang mungkin sangat jelek sekali, riasan wajahku pasti sudah luntur dan aneh sekali. Arden mentapku, "Udah cantik mau gimana juga, nggak usah malu apa, gue tetep suka kok,"

Aku sontak memukul Arden, "Jangan gitu dong ah!"

"Apa sih? Orang suka kok gak boleh,"

"Nggak gitu, jangan tiba-tiba gitu ke arah sana ih!" omelku walau aku senang, percayalah.

"Oooh, kalau suka harus ada ancang-ancangnya? Udah kayak mau main sepak bola aja,"

"Yaaa... nggak gitu,"

"Teruuss?"

"Gak tauu ah!"

Arden terkekeh, "Eh, udah tau belum tentang Keera?"

Aku menepuk kepalaku, tadi di kampus aku lupa bertanya mengenai lamaran Alan pada Keera, pikiranku sangat kacau sekali. Teman macam apa aku ini. "Yaampun, sumpah gue lupa,"

"Alan di terima tau,"

"Masa?"

"Iya, tapi Keera mau nikahnya pas lulus, terus udah dapet kerja dulu,"

"Lama dong?"

"Iya, kayak kita,"

"Apanya?"

"Jadinya,"

Aku mendelik, "Receh sangat gombalannya,"

Arden tertawa, "Serius, serius, Keera mau nikah pas dia kerja,"

Aku geleng-geleng kepala mendengar pernyataan itu, memang Keera tidak mau terlalu buru-buru. Walau keluarga Alan cukup kaya hanya saja Keera tidak ingin di cap menikah dan hanya di rumah saja, setidaknya dia juga berkerja walau tidak mendapatkan gaji seperti Alan tapi ia di pandang baik oleh keluarga dan orang-orang sekitarnya dan Alan. Keera cukup mengerti bagaimana komentar para netizen zaman ini yang sangat pedas sekali.

"Yaa... lo kan udah kenal lama, ngerti lah Keera kayak gimana orangnya. Gue mah dukung apa aja pilihan Keera yang penting itu baik buat dia, gue juga nggak mau Keera di pandang jelek," ujarku di balas anggukan.

"Skirpsi gimana?" tanyaku setelah hening beberapa saat.

"Tahap akhir, tinggal serahin terus liat nasib deh, semoga aja di terima soalnya gue berapa kali di tolak sakit banget hati, ampun dah,"

Aku tertawa mengerti bagaimana susahnya bila di semester akhir. Aku cukup senang dengan perjuangan Arden yang sangat keras untuk lulus di tahun ini. "Lo juga jangan lama-lama ngampus,"

"Iyaa... gue juga capek nugas mulu,"

Acara makan malam selesai. Arden mengantarkanku pulang, menemaniku sampai Lobby towerku. "Selamat malam, kalau ada apa-apa telpon aja gue pasti begadang skripsi malam ini, lumayan temenin gue juga hahah," pesan Arden di balas anggukan dariku.

"Besok lo kuliah yang benar, ya, kayaknya gue gak bisa nemenin lo besok karena mau seriusin skripsi sehari,"

"Oke! Nanti gue mampir deh ke tempat lo sama Keera kalau emang iya,"

"Sip, bawain sesuatu ya?"

Aku tertawa, "Arden mau apa?"

"Mauuu... mau lo aja udah temenin gue skripsi,"

Aku memukul lengan Arden pelan, "Apa dah ya, udah ah besok gue kabarin, gue duluan. Terimakasih buat hari ini Arden! Hati-hati di jalan, kalo ngantuk di jalan boleh telpon juga deh biar di temenin,"

Arden mengacak rambutku, "Enggak... lo istirahat aja biar lo aja yang butuh gue, gue nggak mau ganggu jam tidur lo,"

Aku mengangguk patuh, sudah larut juga aku tidak ingin Arden pulang terlalu larut mengingat jarak rumah Arden yang sangat jauh. "Dadah, Arden!"

Arden melambaikan tangannya menungguku menaiki lift, memastikan aku menaiki lift dengan benar karena suasana Lobby yang sepi. Aku melempar tubuhku asal ke ranjang selesai membersihkan diri, terlentang menatap langit-langit mengingat kata-kata Cameron dan Arden yang cukup membekas. Malam ini aku suka, sederhana dan bermakna untukku, apalagi kebersamaanku dengan Arden yang kian dekat dan rasa nyamanku saat bersamanya. Bila ini yang ini Cameron inginkan, maka disinilah aku tersenyum mengingat ucapan demi ucapan, perlakukan Arden yang membuatku merasakan ini seperti saat bersama Cameron.

Terimakasih Cameron atas semuanya, terimakasih atas pesanmu hari ini. Aku akan memulai dari awal, semoga tidak kembali menyakitkan. Semoga ini memang yang terbaik.

❤️❤️❤️

heheh, jangan lupa vote nya biar aku ada semangat buat ngelanjut ❤️

terimakasih yang udah setia baca ME sampai Metanoia sampai di part 10, setia dengan aku yang dulu down karena komentar sampai nggak kejadwal update nya:((

next update kalo vote udah 50 lebih ya heheh

Metanoia Where stories live. Discover now