23. Bersabar

7.8K 396 8
                                    

Sudah dua bulan mereka berdua menepati kontarakan ini. Dan dua bulan pula mereka sedang menabung untuk pembuatan rumah mereka nantinya.

Nuga sedang sibuk dengan laptopnya. Ia menerima beberapa pesan yang masuk dari E-mail. Namun tak sengaja, kursor pada laptop itu membuka sebuah E-mail yang belum sempat ia kirimkan ke seseorang.

'Ya Allah, ini pesan yang belum aku kirimkan ke Halimah.' batinnya.

Setelah membaca ulang isi dari pesan tersebut. Nuga dengan cepat mengirimnya. Jika Nabila tahu bahwa ia belum memberitahu Halimah, bisa jadi perang dingin akan terulang kembali. Bodohnya dirinya sampai lupa mengirimkan konsep yang ia simpan.

"Mas Nuga besok aku ikut ke pesantren ya." Ucap Nabila yang baru saja selesai mandi.

Ia terkejut mendengar suara Nabila, untung sekali pesan itu telah ia kirimkan.

"Mau ngapain?" tanya Nuga langsung menutup laptopnya.

"Nggak tahu kenapa aku pengen banget makan masakan Ummi. Kayaknya kangen deh." jawab Nabila.

"Kangen sama masakan Ummi?"tanya Nuga.

"Iya."

"Oke, besok kamu boleh ikut."

***

Teriknya sinar matahari beserta asap polusi yang menggebu-gebu sudah menjadi hal yang tabuh diperkotaan seperti ini. Apalagi sekarang sedang musim kemarau. Udara yang sangat tak bagus untuk kesehatan.

Nabila dan Nuga terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Lampu merah dan banyaknya kendaraan menjadi penyebab utama. Nuga bisa merasakan jika Nabila yang duduk di belakangnya itu sedang merasa gerah dan panas. Sesekali Nabila mengusap keringat yang membasahi wajahnya.

"Cuacanya panas banget ya?" tanya Nuga basa basi.

"Iya, panas banget. Coba aja kalau naik mobil pasti enggak sepanas ini. Ada AC juga." respon Nabila. Tangannya mengipas-ngipas wajah yang telah berkeringat itu.

Nuga tersenyum dengan ucapan Nabila. Keluhan dari Nabila membuat dirinya  merasa tidak enak hati. Ya, istrinya itu biasa berpergian menggunakan mobil dan sekarang, karena memilih hidup dengan dirinya Nabila kehilangan semuanya.

Nabila melihat mimik wajah suaminya itu dari kaca spion. Raut wajah Nuga berbeda dari sana. Ia sadar pasti itu karena ucapannya barusan. Harusnya ia bisa mengatur ucapannya tadi.

"Eh enggak deng. Naik motor juga enak kok Mas, meskipun panas-panas tapi kan kalau motornya berjalan sudah kena AC alami." Ucap Nabila kemudian.

"Enakan naik motor atau mobil?" tanya Nuga.

"Dua - duanya enak kok. " jawab Nabila.

"Ya tapi enakan yang mana. Motor atau mobil?"

"Kenapa nanya kayak gitu?" tanya Nabila.

"Ya enggak apa-apa." jawab Nuga.

"Udah lampu hijau tu. Ayo jalan." Ucap Nabila mengalihkan pembicaraan.

Nuga menyalakan motornya dan melanjutkan perjalanan mereka. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam.  Sampai mereka memasuki area pesantrenpun mereka hanya diam. Mau bicara apa juga mereka tak tahu. Mereka bukanlah pasangan yang romantis setiap saat. Mereka suka bercanda, saling menghibur, berantem, dan kadang saling cuek. Seperti angin laut yang tak tahu seperti apa arahnya.

Namun dibalik semua itu, Nuga selalu bersikeras untuk bersikap manis didepan Nabila. Ia hanya ingin Nabila bahagia. Namun sayang, ia tak tahu bagaimana mengekpresikannya. Beruntung sekali dirinya karena Nabila adalah istri yang tak meminta sesuatu yang lebih dari dirinya. Dan bersedia hidup dengan kesederhanaan.

Kamu Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang