6. Tragedi Memalukan

708 51 0
                                    

Nabila melepas hijab yang dikenakan. Untung saja Eriska memberi saran untuk memakai hijab. Kalau tidak dia pasti akan terkena Masalah. Apalagi seluruh keluarga ini terlihat mengkhawatirkannya.

"Kamu tadi dari mana. Semua orang khawatir waktu pulang enggak ada orang di rumah," tanya Nuga.

"Gue tadi ke tempat temen gue. Waktu dapat hp ini ada chat dari dia. Reflek gue inisiatif buat langsung ketemu sama dia," ucap Nabila.

"Perempuan atau laki-laki?" tanya Nuga dengan nada cemburu.

"Perempuan," jawab Nabila.

Dia berjalan mendekat ke arah Nuga. Wajahnya penuh rasa bersalah, bahkan ia takut untuk menatap suaminya.

"Gue ... minta maaf karena pergi tanpa pamit. Tapi itu karena gue pikir Ummi, Abi dan Lo kan ngajar. Masa iya gue harus ke sekolah nyari kalian. Lagian juga enggak lama perginya," ucap Nabila yang curi-curi tatap ke Nuga.

"Setidaknya kamu kasih kabar ke kami sebelum pergi. Ummi dan Abi khawatir, termasuk saya. Semenjak malam itu kamu belum pernah keluar jauh dan kamu juga belum tahu jalan disini. Saya takut kamu tersesat dan bertemu dengan orang jahat lagi, Nabila," ucap Nuga.

"Enggak usah berlebihan. Kan ada GPS, lagian gue enggak kenapa-kenapa kan?" tanyanya yang seolah tidak bersalah.

"Ternyata susah ya menasehati orang yang keras kepala seperti kamu."

"Maksudnya?!" tanya Nabila emosi.

Pria menggeleng lelah, seharusnya dia tidak perlu perduli pada orang yang tidak pernah ia cintai ini. Khawatir yang ia timbulkan juga tidak akan membekas karena hati yang tidak saling berkaitan.

"Temui Ummi, Ummi sampai kena darah rendah karena khawatir kamu," ucap pria itu kemudiaan meninggalkan Nabila.

Pertengkaran kecil ini membuat hatinya memanas. Orang tua Nabila tidak pernah melarangnya kemanapun bahkan mengkhawatirkannya. Ini terlalu berlebihan, tapi tunggu dulu. Ummi terkana darah rendah, wanita paruh baya yang telah membuatnya memiliki semangat kehidupan lagi itu sakit karena dia. Nabila harus menjenguknya, meskipun ia berpikir ini akan berlebihan tapi dia masih tahu diri.

***

Nabila berjalan ke halaman belakang, ia melihat Ummi yang tengah duduk berdua dengan Abi di sebuah ayunan besi yang saling berhadapan. Nabila memilin ujung bajunya.m, wajahnya terlihat takut untuk menghadap kedua orang tua itu.

"Ummi, Abi," suara itu membuat keduanya menoleh.

"Ya, ada apa sayang?" tanya Ummi lembut.

"Kesini saja," ajak Abi.

Nabila masuk ke dalam ayunan itu, membuat ketika orang ini saling berhadapan. Nabila sedikit takut menatap kedua mertuanya ini.

"Ada apa?" tanya Abi.

Nabila membuang napas sampai membuat pipinya mengembung.

"Nabila denger Ummi kena darah rendah. Ummi mau cek ke dokter?" tanya Nabila.

Pertanyaan itu menimbulkan senyum di keduanya.

"Enggak usah. Ummi cuma butuh istirahat. Pasti suamimu yang bilang, ya?" tanya Ummi. 

"Ummi maaf atas kejadian ini. Semuanya jadi sibuk mencari Nabila karena Nabila keluar tanpa izin. Nabila janji kalau keluar bakal bilang ke Ummi dan Abi," ucapnya menunjukkan dua jarinya.

Keduanya masih sama tersenyum. Ummi menurunkan dua jari putri sulungnya.

"Sudah jangan di bahas lagi, yang penting kamu sudah pulang dengan selamat," ucap Ummi.

***

Langit yang terang sekarang menjadi gelap. Para penghuni bumi diberikan waktu untuk beristirahat. Kedua pasangan suami istri itu sedang berada di tempat masing-masing. Nabila sibuk dengan ponselnya dan Nuga sedang melepaskan pakaiannya. Meninggalkan kaos dan juga celana panjang.

Ia berjalan ke arah ranjang dan mengambil bantal yang berada di samping Nabila.

"Mau tidur dimana?" tanya Nabila ketika bantal itu berada di dekapan Nuga.

"Tidur di bawah."

"Lo masih marah sama gue sampai mau tidur dibawah?" tanya Nabila.

"Enggak," jawabannya singkat.

"Terus?" tanya Nabila.

"Saya cuma jaga privasi kamu. Katanya kemarin enggak boleh menyentuh kamu. Saya tidurnya gelisah," jawab Nuga.

"Tidur dibawah pakai apa?" tanya Nabila.

"Selimut," jawabnya.

"Ini kasur Lo. Jadi Lo ada hak untuk tidur dia atas. Lagian kau Lo tidur di bawah terus sakit, Ummi malah curiga sama gue. Gue enggak mau, ya kalau disalahin Ummi gara-gara Lo sakit," ucap Nuga.

Sangat berbeda nada bicaranya dengan Ummi tadi. Nuga menghela napas, ia melemparkan bantal itu ke atas kasur dan duduk di sana.

"Oke, saya tidur diatas. Tapi kalau ada apa-apa jangan salahin saya," ucapnya yang berbaring.

"Lo kalau macem-macem gue teriak," ancam Nabila.

Ancaman itu malah membuat Nuga tertantang untuk menggoda istirnya itu. Ia menggeserkan badannya agar dekat Nabila.

"Heh, stop! Ngapain mepet sih," rutuk Nabila.

"Kalau enggak mepet saya jatuh. Kamu mau saya jatuh terus lebam dan kamu di salahin Ummi?" Serang balik Nuga.

"Ck," decak Nabila.

Ia segera meletakkan ponselnya dan ikut berbaring. Nuga yang masih jahil itu terus mendekatkan dirinya ke arah Nabila.

"Mr. Nuga, stop!"

"Kasur ini enggak lebar, jadi maklumi aja," jawab Nuga yang masih mepet.

Nabila tidak mau kalah, dia juga mendorong Nuga dengan badannya. Keduanya saling dorong mendorong di atas kasur. Decitan dari suara ranjang menggema di kamar ini.

Bruk!

Keduanya diam sejenak karena sama-sama terjatuh. Lebih tepatnya ranjang mereka jebol karena tingkah mereka. Suara itu malah mencuri perhatian Ummi, Abi dan Marwah. Ketiga orang itu segera mengetuk pintu kamar Nuga.

Nabila malu, dia tidak bisa berdiri dan bersembunyi di balik selimut. Sedangkan Nuga harus membuka pintu dan menahan rasa malu karena ulahnya itu.

"Ada apa?" tanya Ummi.

Pemandangan yang ada di dalam terlihat oleh Marwah yang menjinjit.

"Patah?" ucapnya.

Mendengar itu membuat Ummi dan Abi mendorong pintu. Nuga mencoba menahan tapi satu banding dua ditambah dengan rasa malu siapa yang bisa menang. Ketika melihat dipan ranjang anaknya patah, keduanya sangat terkejut bahkan membuat Ummi menganga.

"Patah, Mi," bisik Abi yang dibalas Ummi mengangguk.

"Dipannya udah lama jadi kayaknya rapuh. Besok kita beli yang baru. Ayo, Mi," ucap Abi yang merangkul istrinya.

"Ga," ucap Ummi sebelum pergi dengan geleng kepala.

Nuga tahu apa yang ada di pikiran orang tuanya. Dia tidak bisa menegakkan wajahnya sekarang karena malu.

"Marwah, enggak lihat," ucap adiknya yang menutup mata kemudian menyusul orang tuanya untuk pergi.

Nuga menutup pintu dengan perasaan malu. Harusnya dia tidak melakukan hal bodoh tadi. Mengingat bahwa dipan ranjangnya sudah cukup tua.

.
.
.

Bersambung ...

_________________________________________

Terima kasih sudah membaca cerita"Kamu Pilihan Allah"
Jangan lupa di Vote, ya

Jazakumullah ya khair

Tertanda

Resi Oktariani
(Author)

Kamu Pilihan AllahWhere stories live. Discover now