55.

5.9K 292 2
                                    

Drt... Drt...

Vanya yang masih berada di alam mimpi itu dengan terpaksa bangun, mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas, kemudian mengangkat panggilan yang menganggu tidur nyenyaknya itu tanpa melihat nama yang tertera di layar ponselnya terlebih dahulu.

"Hallo?"

"Aku mencintaimu."

Vanya membulatkan matanya, dan detik berikutnya ia kembali memjamkan matanya.

"Masih pagi buat ngebucin Van," ucap sebal Vanya.

"Pagi? Astaga Sayang... ini udah jam 10 saiyang, eh. Siang maksudnya," ucap Mevan sambik terkekeh pelan.

Vanya kembali membulatkan matanya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 10.

"BANGSAT! KENAPA GUA GAK DI BANGUNIN?!" teriak Vanya dengan begitu keras.

Mevan yang berada di sebrang sana langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya saat suara mengelegar Vanya bisa membuat telinganya tuli.

Setelah tak mendengar Vanya berteriak lagi, Mevan kembali menempelkan ponselnya di telinganya.

"Mulut lo Nya! Mau gua cium?" tanya Mevan dengan nada sebal.

"Bodo amat!"

Tut.. tut...

Vanya langsung melempar ponselnya ke sembarang arah, berlari ke luar dari kamar dengan penampilan yang masih seperti orang gila.

Vanya merasa kesal dengan Nadin yang tidak membangunkannya, ini bukan hari libur, namun dirinya di biarkan bangun siang, bagaimana jika nanti di sekolahan Renata dengan leluasa mendekati Mevan? Astaga Vanya benar-benar tak mau memberi celah pada Renata!.

"Ma-"

Bruk.

Vanya terjatuh saat kakinya tersandung kakinya sendiri.

"MAMAH!" teriak Vanya dengan begitu mengelegar, namun ia tak mendapatkan jawaban apapun dari orang yang di panggil Mamah itu, melainkan seseorang yang sudah berjongkok di hadapannya dengan wajah yang terlihat cemas.

"Dasar ceroboh!" sindir orang yang kini telah mengendong Vanya ala bridal dan mendudukan Vanya di sofa.

"Emak lo lagi ngebesan sama Emak gua, dia sengaja gak ngebangunin lo karna dia nyuruh lo jaga rumah, sama gua," jelas Mevan sambil melihat lutu Vanya yang memar.

"Sakit?" tanya Mevan sambil menatap Vanya yang masih muka bantal.

"Lo gak sekolah?" tanya Vanya tanpa menjawab pertanyaan Mevan.

"Emak gua nyuruh buat jagain lo, lagian mana mungkin gua ninggalin lo sendiri di rumah, bisa jadi kapal pecah nih rumah," kata Mevan sambil berubah posisi menjadi duduk di samping Vanya.

"Gua mau tidur lagi, bangunin gua kalo lo udah nikahin gua,"ucap Ngawur Vanya sambil merebahkan tubuhnya dengan kepala yang di letakan pada paha Mevan.

Mevan yang mendengar ucapan ngawur Vanya hanya terkekeh, mengusap kepala Vanya guna mempermudah Vanya kembali ke dalam mimpi.

Mevan tak melarang Vanya untuk tidak kembali tidur, mungkin Vanya masih kurang tidur karna semalam gadis itu menelfonya dan bercerita tentang hal-hal tidak jelas.

Semalam Mevan tau Vanya menelfonya bukan tanpa sebab, kekasihnya itu tengah merindukannya, dan ia menyadarinya. Namun kekasihnya itu malah bercerita tidak jelas bukannya menyampaikan rindu itu.

****

"Anya bangun," titah Mevan sambil menepuk pelan pipi Vanya.

Vanya membuka matanya perlahan, namun detik berikutnya kembali mencari posisi nyaman untuk kembali tidur.

Mevan yang melihat Vanya kembali tidur pun menghela nafas, kembali membangunkan Vanya lagi.

"Bangun Nya, udah sore," titah Mevan yang kini menguncang bahu Vanya.

Vanya yang kesal karna tidurnya di ganggu itu pun merubah posisinya menjadi duduk, mengucek matanya yang masib terasa berat.

"Gua laper," ucap Vanya dengan mata yang masih enggan untuk terbuka.

"Cuci muka lo dulu, nanti kita cari makan," kata Mevan.

Vanya menggeleng, "Gua udah laper Van."

Mevan menghela nafas, bangun dari duduknya dengan tubuh yang terasa sangat pegal.

"Ayo nyari makan," ajak Mevan sambil membantu Vanya berjalan, ia tak mau Vanya kembali terjatuh hanya karna gadis itu masih mengantuk.

.
.
.

Astaga... Mevan benar-benar seperti tengah membawa seorang gembel ke dalam restoran, penampilan Vanya benar-benar membuat semua orang memperhatikannya.

Lihat saja penampilan Vanya yang masih mengunakan piama tidur bergambar babi, rambut yang terikat asal dengan wajah yang masih wajah bantal.

"Mau pesen apa?" tanya Mevan, ia sebisa mungkin menahan dirinya yang merasa malu. Namun tak berani mengungkapkannya pada Vanya, ia takut Vanya akan marah padanya.

"Malu ngajak gua?" Astaga, bagaimana bisa Vanya secepat itu membaca raut wajah Mevan?.

Mevan menggelengkan kepalanya, "En-engga koo, ngapain harus malu?" katanya dengan nada gugup.

Vanya tertawa sinis, menyenderkan tubuhnya pada kepala kursi dengan terus menatap Mevan.

"Gua tau kalo lo malu bawa gua dengan penampilan kaya gembel kek gini," Vanya terkekeh pelan, menegakan kembali tubuhnya dengan ke dua tangan bertumpu pada meja.

"Gua juga paham, gua engga kaya Renata, jadi yah... wajar aja sih kalo lo malu bawa gua dengan penampilan gembel gua," tambah Vanya yang malah membuat raut wajah Mevan berubah kesal.

"Apaan sih! Pesen apa yang mau lo makan!" titah Mevan dengan nada dingin.

"Van!" panggil Vanya.

Mevan diam tak menjawab, ia masih kesal dengan Vanya yang malah membandikan diri dengan gadis lain.

"Mevan!" panggul Vanya lagi, dan tetap tak mendapatkan jawaban dari Mevan.

Vanya menghela nafas, "Kalo gak mau ngomong sama gua yaudah, gua gak mau makan!" ancam Vanya yang kini membuat Mevan menghela nafas.

"Kenapa Nya?" tanya Mevan dengan nada yang masih dingin.

"Jangan bersikap dingin, gua gak suka," ucap pelan Vanya.

"Kenapa Nya?" tanya Mevan yang kini terdengar lembut.

"Aku mencintamu," kata Vanya yang sukses membuat Mevan yang semula kesal berubah senang.

"Apa Nya? Gua gak denger," kata Mevan yang membuat Vanya memutar bola matanya malas.

"Gak ada siara ulang!" kata Vanya dengan sebal.

"Anya...." panggil Mevan yang terdengar merengek.

"Bodo amat Van, gua laper mau makan!" ucap Vanya yang langsung memesan makanan, mengabaikan Mevan yang tengah memperhatikannya dengan seulas senyum bahagia yang tidak pudar.

"Aku jauh lebih mencintaimu," balas Mevan yang sukses membuat Vanya yang tengah memilih makanan terhenti, menatap Mevan yang menatanya tanpa berkedip.

Vanya tersenyum pada Mevan, tentu saja dirinya senang mendengar ucapan Mevan yang terdengar tulus.

"Ayo pesen makan," kata Vanya yang di angguki oleh Mevan.

Namun saat membaca buku menu Vanya tak henti-hentinya tersenyum, hatinya terasa mengahangat dengan debaran jantungnya yang begitu cepat.

Kita tak usah berlebihan dalam hal mencintai. cukup sekedarnya saja, sisakan satu ruang untuk kecewa. Karna mau tidak mau, sengaja tidak sengaja kecewa karna cinta pasti ada, baik fatal maupun tidak.- Vanya Daviandra

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now