28.

10K 532 0
                                    

Sialnya Vanya tetap saja si hukum, dirinya tetap saja telat meski Mevan telah menambahkan kecepatan motorya, Vanya tetap harus berdiri di depan bendera dengan menghormat pada sang merah putih di atas sana.

Matahari pagi ini benar-benar sangat terik, memang bisa membuat badan sehat tapi tetap saja panas.

Keringat pun sudah bermain seluncuran di wajah Vanya yang berubah merah, tengorokannya terasa kering karna sudah hampir satu jam ia berdiri tanpa beranjak.

"Ku ingin nyebur ke got," gumam pelan Vanya dengan nada kesal.

Panas matahari benar-benar terasa ke dalam tubuhnya.

Tak lama Vanya tersentak terkejut saat Mevan yang awalnya berdiri si sampingnya malah berpindah tempat menjadi di hadapannya, menghalangi matahari dengan tubuh tinggi pria itu.

Harus kah Vanya senang? Sudah jelas Vanya senang tapi entah kenapa rasa senangnya terasa begitu berbeda dari beberapa hari yang lalu.

"Kalo pegel bilang," kata Mevan dengan nada datar.

"Iya," satu kata yang keluar dari mulut Vanya benar-benar membuatnya dan Mevan seperti dua orang asing.

Untuk saat ini Vanya tidak akan bertindak karna dirinya belum mendapatkan petunjuk yang akan membawanya pada sebuah jawaban yang selama ini ia cari, ia harus tetap sabar hingga ia mengetahui jawaban itu, jawaban yang membuat Mevan berubah dan membuat Mevan membencinya.

Dan saat itu tiba ketika dirinya telah tau jawaban yang membuat Mevan seperti ini, baru lah nanti ia akan melakukan apa yang memang harus ia lakukan.

***


"Uluhhhh... uluhhhhh, kasian banget sih di hukum," sindiran dari Rega yang tengah duduk di samping lapangan itu benar-benar membuat Vanya ingin menampar mulut Rega dengan sepatunya.

Vanya menatap sinis Rega yang tengah terkekeh itu, dan beralih menatap Renata yang tengah menahan tawa di samping Rega.

Vanya dan Mevan memang belum selesai dari masa hukuman, setelah berdiri dan menghormat pada sang merah putih, keduanya juga harus membersihkan toilet putra dan putri.

Entah ada apa dengan guru BK nya itu yang dengan senang hati memberi mereka hukuman dua kali lipat.

"Hukuman pertama kalian selesai, silahkan istirahat," suara yang terdengar tegas itu sukses membuat Vanya dan Mevan langsung berlari ke arah Rega dan Renata.

Dengan senang hati Vanya langsung menjambak rambut Rega, tidak seperti Mevan yang memilih duduk di samping Renata, Vanya sedari tadi benar-benar sudah ingin menjambak rambut Rega, berharap jambakan mautnya ini bisa membuat kepala Rega berumah menjadi botak.

"Astaga Nya! Pala gua yaloh pala gua!" Rega berusaha menahan ke dua tangan Vanya yang terus saja menjambak kepalanya itu, namun bukannya berhasil Vanya malah semakin meniambak Rega.

"Nya udah Nya, pala gua sakit eh!" Rega terus aaja meringis, tak bisa menahan sakit dari jambakan maut Vanya itu.

Namun bukan Vanya namanya jika langsung melepaskan mangsanya, Vanya terus saja menjambak rambut Rega, tidak memperdulikan Rega yang kesakitan itu.

"Vanya udah!"

Dan sialnya, suara tegas dari Mevan itu terdengar seperti perintah, mau tidak mau Vanya langsung melepaskan ke dua tangannya dari rambut Rega.

"Lain kali jangan berlebihan!" ucapan Mevan dengan nada dingin, dan itu begitu menyakitkan untuk Vanya.

Seolah-olah Mevan memang begitu membenci Vanya, cara Mevan berbicara pada Vanya saat tengah marah dan tengah membenci itu benar-benar begitu berbeda bagi Vanya.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now