33.

9.8K 524 15
                                    

Setelah merasa lega Mevan keluar dari dalam kamar mandi, merapihkan rambutnya dan jari-jari tangannya.

Mevan berjalan menuju kantin, berniat untuk menyusul Rega yang sudah pasti ada di sana, namun langkahnya dengan terpaksa harus terhenti saat melihat Vanya tengah sibuk berteriak di sisi lapangan, berteriak menyemangati Andra yang tengah bermain basket.

Dadanya tiba-tiba terasa sesak, ia benar-benar tak suka melihat Vanya dekat dengan Andra.

Mevan melangkahkan kakinya mendekat pada Vanya yang benar-benar sibuk berteriak.

Kali ini Mevan tak berfikir dua kali sebelum bertindak, di tariknya tangan Vanya kasar hingga membuat Vanya yang tengah terduduk manis sontak berdiri.

"Mevan!" panggil Vanya dengan penuh rasa kesal.

"Ikut gua!" perintah Mevan sambil menarik kasar Vanya pergi dari lapangan.

"Tangan gua sakit Mevan!" ucap Vanya sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Mevan yang begitu kencang.

Bukannya mendengarkan, Mevan yang kini tengah benar-benar kesal malah terus saja menarik tangan Vanya layaknya seekor anjing.

"Mevan tangan gua sakit!" teriak Vanya yang dengan cepat membuat Mevan melepaskan cengkramannya.

"Jahat banget sih loh Van," lirih Vanya sambil mengusap pergelangan tangannya tang begutu sakit.

"Nya!" panggil Mevan.

"Sekarang apalagi Van? Lo gak terima gua deket sama Andra? Lo gak suka dengan kedekatan gua sama Andra sampe lo rela kasar sama gua?" tanya Vanya dengan suara yang bergetar, matanya mulai berkaca-kaca dengan hati yang begitu sakit.

"KALO EMANG LO GAK SUKA LO BILANG LANGSUNG KE GUA! JANGAN MALAH KASAR KE GUA!" teriak Vanya dengan penuh emosi, dengan penuh kekesalan Vanya menangis dengan tangan tak henti mengusap pergelangan tangannya.

"Lo gak pernah kasar ke gua Van, ini bukan Mevan yang Anya kenal," lirih Vanya dengan penuh kekecewaan.

Mevan yang semula emosi pun langsung tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan. Ia menyakiti Vanya secara nyata.

"Ada apa sama lo Van? Sebegitu bencinya lo sama gua sampe rela kasar ke gua?" tanya Vanya, ke dua bola matanya begitu menujukan kekecewaan yang mendalam pada Mevan.

"Anya gua gak sengaja," ucap pelan Mevan.

"Itu terlalu nyata buat di bilang gak sengaja Van."

"Vanya..."

"Gua masih bisa terima kalo lo benci gua, tapi kenapa lo juga harus sekasar ini? Bikin gua tau tentang perasaan lo ke gua itu bukan dengan kaya gini Van."

"Ma-maksud lo?" Mevan menatap Vanya dengan penuh rasa cemas.

"Kenapa gak nyoba buat jujur kalo lo suka sama gua Van?" Vanya terus saja menatap Mevan dengan hati yang begitu sakit. "kenapa malah harus berdrama seperti ini? Membuat kita jauh dan membuat rasa cinta gua yang baru tumbuh menjadi ragu. Lo tau Van? Gua udah mulai jatuh cinta sama lo, tapi menjadi ragu dengan lo yang kaya gini."

"Nya ma-"

"Kata maaf gak akan bikin rasa ragu gua ke lo itu hilang Van, dengan teganya lo bikin gua terluka amat dalam."

"Anya... gua bener-bener minta maaf, maafin gua," lirih Mevan sambil mencoba mengengam tangan Vanya dengan pelan.

"Van kata lo hadirnya sebuah perasaan itu bukan sebuah kesalahan kan? Dan kali ini gua mau kasih tau lo, kalo berani memulai duluan itu bukan awal dari sebuah bencana, justru tidak mau memulai duluan lah yang akan menjadi sebuah bencana! Dan selamat Van, kali ini bencana itu bener-bener telah lo datangkan." ucapan Vanya begitu menusuk pada hati Mevan, membuat Mevan seperti tengah di tusuk ribuan pedang tajam.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now