32.

9.6K 516 11
                                    

Sudah hampir satu jam Vanya menunggu kedatangan Nadin yang sampai sekarang pesawat yang di tumpanginya itu belum mendarat.

Vanya yang duduk di samping Rega pun sudah ingin kembali pada alam mimpinya jika saja perutnya tidak tiba-tiba dangdutan meminta di isi.

Naya dan Bani tengah mengisi perut mereka, namun sampai sekarang belum juga kembali.

Sedangkan Mevan sedari tadi pura-pura sibuk dengan ponselnya, padahal yang sesungguhnya perutnya sudah mendemo ingin di isi.

"Anya laper," ucap Vanya entah pada siapa, mungkin pada pesawat yang tengah mendarat.

"Ayo cari makan!" kata Mevan yang juga ingin cepat-cepat mengisi perutnya.

"Rega!" panggil Vanya sambil menatap Rega.

"Cari makan sama Mevan aja, gua di sini aja takut Emak lo udah mendarat," kata Rega yang mengerti jika Vanya ingin di temanin.

Vanya menghela nafas,"yaudah gua makan dulu yah," pamit Vanya yang di angguki oleh Rega.

Vanya dan Mevan pergi untuk mengisi perut mereka yang meminta untuk di isi.

Untung saja ada restoran yang lumayan dekat dengan bandara, jadi mereka tak perlu memakai kendaraan untuk mencari restoran.

Vanya dan Mevan masuk ke dalam restoran yang cukup ramai, banyak orang-orang yang berlalu ke sana-ke sini entah mau kemana, membuat Mevan harus selalu berada di belakang Vanya, takut jika Vanya menghilang dari pandangangnya.

"Vanya!" panggil mevan berbarengan dengan tangan Vanya yang di tarik oleh Mevan, membuat tubuh Vanya terbentur dengan tubuh Mevan.

Prank..

Piring-piring jatuh dengan pelayang yang tiba-tiba pingsan, jika saja Mevan tidak melihat itu sudah pasti Vanya tertimpug piring-piring itu.

Orang-orang terkejut dan langsung menolong pelayang yang pingsan itu.

Sedangkan Vanya begitu amat terkejut saat dengan tiba-tibanya Mevan menariknya dan membuat tubuhnya menempel dengan tubuh pria itu.

Vanya dapat merasakan dengan jelas jantung MeVan yang berdetak begitu kencang, dan itu membuat jantungnya ikut berdetak kencang, ia merasakan perasaan aneh terasa pada tubuhnya membuat ke dua kakinya tiba-tiba terasa lemas.

Detak jantung Mevan bagaikan sebuah hipnotis untuk Vanya, ke dua kaki Vanya sempat melemas membuat dirinya hampir terjatuh, namun tangan kekar Mevan dengan cepat melingkar di pinggang Vanya, menahan tubuh Vanya agar tidak terjatuh.

Astaga! Vanya kembali merasakan pelukan Mevan setelah beberapa minggu ini, kembali merasakan hangatnya tangan Mevan yang melingkar di pingangnya.

Rasanya Vanya ingin menangis, ia merindukan sosok Mevan yang dulu sebelum berubah seperti ini.

Sedangkan Mevan yang kini tak sengaja memeluk Vanya hanya bisa memejamkan matanya, ia pun merindukan tubuh mungil yang selalu ia peluk ini, bahkan ia merindukan tangan mungil Vanya yang membalas pelukannya.

Detak jantungnya tak juga kembali normal, malahan semakin berdetak kencang seperti ingin keluar dari tempatnya.

Ke duanya sama-sama ingin seperti itu terus, merasakan rasa aneh di diri masing-masing tanpa niatan untuk melepas pelukan itu.

Mereka sama-sama merindukan satu sama lain. Jika beloh memohon Vanya maupun Mevan saat ini ingin menghentikan waktu, mereka ingin berada di posisi itu dengan waktu yang sedikit lama.

"Apa anda tidak apa-apa Nyonya?" suara seseorang membuat Vanya dan Mevan tersadar dari dunia mereka.

Vanya menjauhkan tubuhnya dari Mevan, menatap pria tua di hadapanya dengan perasaan malu.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now