54.

5.9K 300 0
                                    

Hubungan Mevan dan Vanya makin hari semakin membuat rasa cinta diantara keduanya semakin bertambah besar.

Saling percaya dan bersikap dewasa membuat hubungan mereka baik-baik saja, yah meskipun mereka sering bertengkar kecil, atau berbeda pendapat, namun hanya sesaat, karna setelah itu  salah satu di antara mereka selalu mencoba bersabar dan mengalah.

Setiap malam Vanya selalu bercerita tentang hubungannya bersama Mevan, dan meminta pendapat pada Nadin, membuat dirinya semakin tau apa yang harus ia lakukan untuk membuat hubungannya bersama Mevan tetap baik-baik saja.

Vanya selalu mencoba sabar dan mengendalikan emosi saat tak sengaja sering melihat Mevan dan Renata tengah berduaan, Vanya selalu berfikir posisif agar tidak melakukan kesalahan.

Meski merasa cemburu dan kesal, karna makin Hari Mevan terlihat tidak memperdulikan janji yang lelaki itu katakan padanya, Gua bakal jaga jarak sama Renata demi lo. Janji? Sepertinya bukan, itu hanya kalimat penenang untuknya agar ia tak bersedih, namun Vanya tak melakukan hal yang lebih dari diam dan menegur Mevan dengan memberi kode.

"Gua gak suka Van."
"Inget Janji lo Van."
"Jangan terlalu deket."

Sejak awal Vanya memang tidak menyetujui permintaan Mevan agar bersikap egois dan mengekang, jadi inilah yang ia dapat. Ia tak bisa mnyuruh Mevan untuk bersikap cuek dan tidak terlalu dekat dengan gadis lain, karna ia sendiri yang menolak permintaan Mevan.

"Anya!" panggil Mevan sambil menepuk punggung tangan Vanya.

Vanya tersentak, menatap Mevan dengan raut wajah yang terlihat terkejut.

"Lo ngelamun?" tanya Mevan dengan kening berkerut.

"Ah. Engga! Gua cuman ngerasa ngantuk," jawab Vanya sambil membenarkan letak duduknya, menyenderkan punggungnya pada kursi.

"Ada apa?" tanya Mevan, pria itu tak percaya sama sekali dengan jawaban Vanya barusan.

"Gua cuman ngantuk Van," Vanya menjawab dengan jawaban yang sama.

"Akhir-akhir ini lo selalu bohong sama gua tentang perasaan lo, kali ini gua udah gak bisa jadi bego lagi dengan mempercayai ucapan lo," Mevan menatap Vanya dengan tatapan serius.

"Sekali lagi gua tanya sama lo Vanya, ada apa?" suara Mevan terdengar sangat tegas, meminta jawaban yang benar-benar jawaban yang pria itu mau.

Vanya menghela nafas getir, menegakan duduknya dengan satu tangan memainkan sendok yang berada di atas meja.

"Tadi siang apa yang lo obrolin sama Renata?" tanya Vanya dengan menatap lurus ke arah Mevan.

Mevan merubah raut wajahnya menjadi biasa, mengengam tangan Vanya terasa hangat.

"Obrolan gak penting Nya, jangan takut," jawab Mevan sambil mengusap punggung tangan Vanya.

"Permintaan lo tempo hari itu apa masih berlaku sekarang? Apa gua masih boleh egois?" tanya Vanya dengan Ragu, kini ia tak bisa menahan diri lagi, ia meminta hak nya untuk diizinkan egois agar miliknya tetap menjadi miliknya.

"Nya... lo gak perlu takut, gua masih ngejaga perasaan lo, menjaga jarak dari dari cewek lain, bersikap cuek ke mereka," jelas Mevan yang mencoba menenagkan Vanya, meyakini Vanya agar tidak perlu takut pada hal yang menurutnya tidak akam pernah terjadi.

"Tapi kenapa ke Renata engga Van?" tanya Vanya, suaranya terdengar jika Vanya berubah kecewa.

"Renata udah berubah Nya, dia udah gak kaya beberapa hari yang lalu, dia ngenalin orang yang dia suka ke gua, dan dia bilang kalo dia udah gak punya perasaan ke gua, dan dia bilang dia udah gak ada niatan buat ngerebut gua dari lo, jangan takut gua tetep milik lo."

Setelah mendengar itu Vanya hanya bisa diam tanpa menjawab, ia tak bisa segampang itu percaya pada iblis yang tengah menyamar menjadi malaikat itu.

Ternyata Mevan mempercayai Renata, semudah itu. Vanya benar-benar merasa kecewa.

Seorang perusak memiliki banyak cara untuk menghancurkan hubungan orang lain, seorang perusak memilik banyak cara untuk mendapatkan apa yang dirinya mau.

***

Grimis yang turun membasahi bumi membuat orang-orang berlari ke sana kemari untuk mrncari tempat berteduh.

Begitupun dengan Vanya dan Mevan yang cepat-cepat turun dari motor dan ikut meneduh seperti yang lain.

Grimis kini telah berubah menjadi hujan deras, membuat beberapa orang mengeratkan jaket yang tengah mereka pakai ketika angin dingin terasa pada tubuh mereka, tapi untungnya hujan tidak menghadiahi guntur.

Poisis Mevan dan Vanya berada paling belakang, membuat mereka tidak terkena air hujan, tapi tetap saja udara dingin begitu terasa di tubuh mereka.

Mevan yang memang sadar langsung melepaskan jaket yang ia pakai, menyuruh Vanya  mengunakan jaketnya guna menghilangkan rasa dingin, meski hanya sedikit.

"Lo bakal kedinginan Van," kata Vanya.

"Gua gapapa, lo lebih berhak pake jaket ini," balas Mevan sambil menarik sleting jaket hingga tertutup semua.

Mevan memasukan  ke dua tangan Vanya pada saku jaketnya, kemudian menarik tubuh Vanya hingga bersandar pada dadanya.

"Kapan lagi kan romantis kaya gini," bisik Mevan sambil terkekeh pelan.

Vanya yang mendengar itu tersipu, yang di ucapkan Mevan benar, kapan lagi mereka romantis seperti ini ketika setiap saat yang selalu mereka lakukan adalah bertengkar.

"Terlalu sering ribut sampe lupa rasanya romantis itu kek gimana," gumam Vanya, namun masih di dengar oleh Mevan.

Mevan mendaratkan kepalanya di atas kepala Vanya, tinggi tubuh Vanya yang jauh beda dengannya itu benar-benar membuatnya nyaman berada di posisi seperti ini.

Ke dua tangannya bahkan di gengam erat oleh Vanya, Mevan berdoa pada tuhan agar momen ini tidak berakhir dengan cepat, ia masih ingin seperti ini bersama Vanya, memeluk tubuh mungil Vanya dengan debaran jantung yang selalu berdetak hebat jika berasama Vanya.

"Terimakasih telah mencintai perempuan yang amat sangat ribet seperti Aku, perempuan yang banyak maunya, yang banyak ngambeknya, dan perempuan yang banyak rindunya. Terimakasih dan aku mencintaimu," pengakuan itu lolos begitu saja dari mulut Vanya dengan suara kecil, suara hujan memang deras, namun suara kecil Vanya masih bisa di dengar jelas oleh Mevan.

Vanya rasa rasa kesalnya pada Mevan beberapa menit yang lalu sudah tergantikan dengan rasa beruntung karna masih biaa bersama dengan laki-laki yang amat sabar menghadapinya, bukan perkara mudah menghadapi sikap Vanya yang aneh dan kekanak-kanakan.

Namun dengan Mevan yang masih setia berada di sisinya, membuat Vanya semakin percaya jika Mevan akan tetap bersamanya, Mevan tidak akan menghinati atau meninggalkannya.

"Aku berharap waktu kita bisa menjadi selamanya, sama seperti jam pasir yang membeku," Vanya memejamkan matanya saat angin kembali terasa di tubuhnya, dirinya menghirup nafas, merasakan aroma hujan yang sangat tersaa menyejukan hati dan pikirannya.

Mevan yang mendengar itu tersenyum, mengecup puncak kepala Vanya cukup lama, ia tak memperdulikan orang-orang di sekitarnya, ia terlalu enggan untuk mengakhiri momen seperti ini.

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now