"Astaga... gua lupa Van," Vanya mengambil ponselnya di atas nakas, mencoba menghubungi Rega, namun ponsel Rega tidak bisa di hubungi.

"Rega marah sama gua Van," lirih Vanya dengan perasaan bersalah.

"Rega gak akan marah sama lo, lo kan ketiduran jadi lupa sama janji lo, lagian kalo Rega niat jalan sama lo dia bakal nelfon lo kok buat ngingetin lo, dan bisa jadi Rega sekarang lagi sibuk," jelas Mevan, mencoba menenagkan Vanya agar tidak terlalu takut karna lupa dengan janjinya.

"Van..."

"Nya..."

"Temenin gua ke rumah Rega."

"Masih ujan, gua gak mau lo sakit karna keujanan!"

"Tap-"

"Mamah udah masak, ayo makan malam."

Vanya menghela nafas, memilih menurut pada Mevan untuk ikut makan malam dan mengeyampingkan masalah Rega.

***

Baru juga Vanya ingin meminta maaf pada Rega atas dirinya yang kemarin lupa akan janjinya, tapi ternyata hari ini Rega tidak masuk sekolah, entah ada apa dengan Rega, ponsel pria itu tidak aktif dari tadi pagi, membuat Vanya semakin merasa bersalah.

Entah Rega benar-benar marah padanya, atau ada sesuatu yang membuat pria itu tidak masuk hari ini, yang jelas Vanya tidak tau.

Mevan yang sedari pagi melihat gerak-gerik Vanya hingga saat ini pun merasa kesal, pasalnya Vanya seperti tengah menghawatirkan hal besar, padahal ini hanya hal sepele yang tidak perlu berlebihan.

"Van!" panggil Vanya.

"Gak usah mulai lagi Nya, lo terlalu berlebihan," ujar Mevan yang masih berusaha sabar.

Vanya menghela nafas, ia tidak mau berdebat dengan Mevan, apalagi hingga membuat dirinya dan Mevan kembali saling mendiami hanya karna masalah sepele.

Tapi disatu sisi tetap saja ia memikirkan Rega yang tidak ada kabar, ia takut terjadi sesuatu pada Rega, semoga saja tidak.

"Makan baso lo, nanti pulang sekolah gua anter lo ke rumah Rega biar lo gak kaya gini," kata Mevan yang membuat Vanya mengangguk antusias.

Vanya memakan basonya yang sudah berubah dingin itu dengan lahap, Mevan yang melihat itu hanya bisa menghela nafas. Setidaknya Vanya hanya satu hari membuatnya sedikit merasa sangat cemburu.

"Mevan!"

Vanya mendongkak saat mendengar seseorang memanggil nama Mevan, dan dirinya hafal betul siapa yang memanggil Mevan.

Tanpa merasa emosi atau kesal Vanya meminum teh manisnya dengan tenang, memperhatikan Renata yang tengah moncoba mendekatkan diri pada Mevan dengan sengaja.

Kali ini Vanya tidak merasa khawatir, tidak perlu bersikap marah ataupun kekanak-kanakan saat ada di situasi seperti ini.

Dirinya hanya perlu diam dan menonton apa yang selanjutnya akan di lakukan Mevan, merespon atau mengabaikannya, memilih Renata atau memilih dirinya.

"Lo kenapa sih Van semalem gak bales chat gua? Telfon gua aja gak lo angkat, kenapa?" tanya Renata dengan nada merajuk.

Vanya tersenyum kecil saat tangan Renata yang sengaja bergelanjut di lengan Mevan itu di tepis cepat oleh Mevan.

"Semalem gua sibuk telfonan sama Vanya," jawab Mevan dengan nada datar, dirinya menatap Vanya yang terlihat tenang.

"Tapi kan bisa bales chat gua kali," ujar Renata dengan menatap Vanya kesal.

Saat ini Vanya sadar, orang yang pernah dekat denganya ternyata adalah seekor ular yang tengah menyamar.

Mendekatinya bukan untuk berteman, tetapi untuk mendapatkan Mevan, dan sekarang yang dulu pernah di anggap teman kini berubah jadi musuh.

"Gak ada waktu buat bales chat selain dari orang yang deket sama gua," kata Mevan, nadanya masih terdengar datar, dirinya masih mencoba melepaskan tangan Renata yang berulang kali bergelanjut di tangannya, dan itu membuatnya risi sekaligus takut.

Mevan takut Vanya yang bersikap biasa saja nantinya berubah mendiaminya dan marah padanya lagi dengan sikap Renata yang seperti ini padannya.

"Van... gua juga kan deket sama lo," ujar Renata.

"Kita deket sebagai temen kalo emang lo juga nganggep gua temen, tapi kalo engga? Maaf yah Ren, lagi ada hati yang emang kudu gua jaga, ada seseorang yang gak boleh gua buat kecewa, sorry," ucap Mevan yang membuat Renata diam dengan perasaan yang begitu kesal.

Mevan berdiri dari duduknya, mengengam tangan Vanya dan menyuruh Vanya berdiri.

"Gua udah janji sama Vanya buat gak bikin dia kecewa lagi, perasaanya lebih berhak gua jaga dari pada bikin dia nangis karna ulah gua, Kita duluan," ucap Mevan yang setelahnya langsung membawa Vanya pergi.

Saat ini perasaan Vanya benar-benar merasa bahagia, kali ini Mevan tak membuatnya kecewa, Mevan menjaga perasaanya, Mevan memilihnya.

Sikap datar yang diberikan Mevan pada Renata mampu membuat Vanya yakin jika Mevan bisa membuatnya kembali percaya pada pria itu jika prianya bisa menjauhi gadis lain demi dirinya.
Bersikap cuek pada yang lain, dan bersikap manis pada dirinya.

Kali ini Vanya tak perlu merasa khawatir lagi dengan hal apapun, yang perlu ia lakukan hanyalah menikmati kebersamaannya bersama Mevan, dengan canda tawa yang selalu ingin ia rasakan di setiap harinnya.

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now