5 - Naysila Putri

6K 269 14
                                    

"Assalamualaikum, jangan lupa vote dan komennya yah, biar aku semangat UP, happy reading,"
.
.
.
💓

Dokter masih sibuk menangani pasien yang belum sadarkan diri, sementara Hamidah beserta Zulfikar dan kawan-kawannya masih setia menunggu di luar kamar.

Aisyah yang terlebih dulu keluar dari kamar itu kini sudah berada di kamar Naysila. "Nay" Aisyah memanggil lembut adiknya yang sudah terlentang mengenakkan selimut lalu duduk di sampingnya.

"Kenapa ka? Kalo Ka Ais minta Nay buat ketemu Bapak Nay gak mau." Naysila menutup rapat seluruh tubuhnya dengan selimut.

Aisyah mendengus pelan, "Mau sampe kapan kamu kaya gini? Dia itu Bapak kamu loh."

"Terus apa masalahnya?"

Aisyah menarik selimut sampai menunjukkan wajah cantik yang bersembunyi di baliknya, "Ya jelas masalahnya sekarang Bapak sakit dan dia manggil nama kamu, terus kamu masih mau bilang apa masalahnya?" pertanyaan Aisyah terdengar memberikan penekanan.

Mata Naysila mendelik malas di balik selimutnya, namun sejujurnya hati Naysila hancur melihat keadaan laki-laki yang sudah membesarkannya tersebut dalam keadaan sekarang, Hanya saja ego yang terlalu tinggi membuatnya enggan untuk menunjukkan rasa sayangnya.

"Sekali ini saja kakak mohon ya." Pinta Aisyah kembali dan akhirnya membuat luluh hati adiknya, Naysila bersedia menemui Bapaknya, asalkan sebatas menemui, tidak lebih dari itu! Dan Aisyah menyetujui itu.

Setelah sekitar 15 menit menunggu akhirnya dokter keluar dari kamar Lukman.

"Bagaimana keadaan suami saya dok?" Tanya Hamidah tak sabar, namum wajah dokter sepertinya tidak memberikan cuaca yang baik.


"Mohon maaf bu Hamidah, akibat benturan keras yang terjadi pada kepala pak Lukman mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak beliau dan Bapak terkena struk."


"Astagfirullah Bapak." teriak histeris Hamidah, tubuhnya langsung ambruk ke lantai, Zulfikar dan kawan-kawannya langsung membantu menggotong tubuh Hamidah ke sofa diruang tamu yang tak jauh dari kamar utama itu.

"Ibu...." Naysila dan Aisyah yang baru keluar dari kamar langsung berlari menghampiri kerumunan orang di sofa.

"Apa yang terjadi dengan Bapak saya dok? Kenapa Ibu saya begitu shock?" tanya Aisyah sementara Naysila membuatkan teh hangat untuk ibunya yang baru saja siuman.

Dokter pun menjelaskan semuanya pada Aisyah. Aisyah menitikkan air matanya menerima kenyataan bahwa laki-laki yang sangat di sayangnya kini tengah terbaring kaku dan kemungkinan besar tidak bisa beraktivitas seperti biasa kembali. Tidak akan ada canda tawa lagi mengiringi hari-hari mereka, mulai hari ini dan seterusnya hanya ada sepi sebagai sekat di antara mereka.

"Itu Anak bungsunya Pak Lukman ya ndre?" tanya Zulfikar sambil berbisik.

"Iya, knp? Lu suka? Dia emang primadona kampung banget, udah cantik, pinter, mulus, kerjanya di kota, tapi lu harus saingan sama Farhan kalo naksir sama dia." jawab Andre sambil menyikku pelan tangan Zulfikar.

Zulfikar menggeleng "Dari tadi gue perhatiin dia cuek dan masa bodo banget kayaknya sama keadaan Bapaknya."

"Masa sih? Perasaan lu aja itu mah."

Benar yang di katakan Zulfikar, semenjak dia dan teman-temannya datang Naysila memang sama sekali tidak menampakkan raut wajah khawatir akan keadaan Ayahnya. Raut wajahnya datar bahkan dia tidak ikut masuk ke kamar saat menunggu dokter, dia malah masuk ke kamarnya sambil membawa sebuah buku di tangannya.

Zulfikar diam-diam menatap wanita yang bernama NAYSILA PUTRI, "Cantik" satu kata yang tiba-tiba muncul dalam hati Zulfikar , lalu Zulfikar sadar bahwa dirinya sudah terlalu jauh memikirkan wanita di hadapannya "Astagfirullah" Zulfikar mengusap wajahnya.

"Kenapa Zul lu kesambet?" tanya Andre.

"Gpp, yaudah yu kita balik, biarkan Pak Lukman dan keluarga istirahat, masih banyak yang harus kita di bereskan di majelis." ajak Zulfikar pada Andre dan yang lainnya.

"Yahhh gue masih betah disini, masih kangen sama ayang Nay gimana donk?" rengek Farhan sementara wanita yang di maksud menatap Farhan jijik.

"Dihhhh najjong banget gue, amit deh ulekan bengkok." cela Andre di ikuti gelak tawa dari Arifin dan juga Zulfikar.

"Bu, Ka, Naysila pamit ke kamar duluan ya ngantuk." Setelah ibunya benar-benar pulih akhirnya Naysila meninggalkan keramaian tanpa melihat ekspresi kekecewaan Farhan yang di tinggalkan, bayangkan mukanya seperti kue apem bantat yang seminggu kelupaan di taro di kolong kasur (buluk).

"Tuh kan Neng geulisnya pundung loh Han, gara-gara elu sih." Andre mengolok-olok farhan.

...Pundung dalam bahasa indonesia yang artinya adalah ngambek...

"Yahhhh ko Neng gelis nya pergi sih." Farhan kecewa berat sepertinya.

"Iya udah, kalo gitu kita permisi dulu Bu Hamidah, Kak Aisyah, masih ada keperluan yang belum di bereskan di majelis." pamit Andre lalu menyalami tangan Hamidah di ikuti oleh Zulfikar dan yang lainnya.

"Iya sudah makasih banyak ya udah nganter Bapak kesini, saya ga tau harus bilang apa lagi sama kalian." Ucap Aisyah.

"Sudah jadi kewajiban kita sebagai umat manusia untuk saling menolong Kak." Zulfikar tersenyum manis.

"Sama-sama Kak Ais, kalo mau balas budi gampang ko, besok Kak Ais sama Neng geulis hadir ke acara kita ya!" Farhan menyengir kuda.

"Yeeeee ... Itu mah mau nya lu kuda ompong." celetuk Andre.

"Yeeee sirik aja lu cuhcur , namanya juga usaha, iya ngga Kak?" balas Farhan sambil mengharapkan anggukan dari calon kaka iparnya, pikirnya.

"Husstt.. Sudah Sudah yuu...... " Zulfikar menghentikan pertikaian keduanya, "kami pamit dulu ya Assalamualaikum." Zulfikar pamitan pada Hamidah sambil menengahi kedua temannya yang masih adu mulut lalu menggiring keduanya keluar dari rumah yang sepertinya masih baru di renovasi itu.

Kini Dokter dan seorang perawatnya sudah pamit pulang karena sudah larut malam, mereka berjanji akan datang besok pagi untuk melihat kondisi Lukman, Kini hanya ada seorang laki-laki tengah terbaring di atas kasur di temani 3 bidadari di sampingnya.

Istrinya Hamidah Adawiyah.

Anak pertamanya Aisyah Putri.

Dan anak bungsunya Naysila Putri.

Lukman terkena struk setelah kepalanya terbentur keras ke teras majelis, selain karena alasan itu riwayat darah tinggi yang di deritanya juga memicu penyakit itu lebih cepat menyerangnya.

"Bu, ibu yang tabah ya!" Aisyah memeluk erat tubuh ibunya sementara Naysila tidak begitu mendekatkan jaraknya dengan Bapak dan keduanya, dia memilih berdiri dengan jarak sekitar 2 meter sambil menatap laki-laki yang saat ini tak memiliki kekuatan untuk berdiri sekalipun.
.
.
.
.
.

"Kenapa aku harus sedih melihat kondisimu seperti ini"

Naysila Putri

Amanah & Cinta 💓 (END)Where stories live. Discover now