Chapter 41

1.6K 173 211
                                    

Matahari berada di atas kepala ketika aku kembali ke perpustakaan. Di sana, Glofindel sudah duduk di kursi yang biasa kududuki. Tangannya membuka lembar demi lembar  halaman yang sudah menguning. Masih ada dua tumpukan tinggi buku-buku tebal bersampul kulit yang kubiarkan menggunung di atas meja.

Xander masih menatap ke luar jendela. Raizel menaruh buku yang dipegangnya kembali ke dalam rak sambil berkata, "kau sudah kembali."

"Ada sesuatu yang terjadi?" Bukan hal lumrah mendapati ketiganya berada di perpustakaan dengan sikap begitu serius.

"Perang sudah dimulai. Dua ribu pasukan Ogre menyerang Kerajaan Allanon," jawab Xander sambil berjalan menjauh dari jendela.

"Dua ribu ... sama saja seperti diserang empat ribu Ogre dengan kekuatan Kegelapan saat ini," ucapku ngeri.

"Kegelapan mengirim pasukan tambahan menuju Allanon. Hanya tinggal menunggu waktu sampai Penyihir Kegelapan turun tangan," ucap Raizel.

Dan jangan lupakan monster baru Kegelapan yang memiliki kulit tebal; Kravoras. Mahkluk itu akan menjadi kejutan meriah ditengah-tengah pertempuran.

"Pengintai juga melaporkan pasukan Kegelapan berjumlah tiga ribu sedang menuju Kerajaan Wresten saat ini," Xander kembali memberi informasi.

"Kapan pasukan itu tiba?" Aku menjaga nada suaraku tetap tenang walau sebenarnya ketegangan sedikit menggerogotiku. "Aku yakin ada pasukan tambahan yang akan dikirim musuh."

"Hari kedua setelah penobatanmu," Glofindel akhirnya bersuara tanpa mengalihkan pandangan dari buku.

"Manusia tidak akan bisa menangani ini terlalu lama," ucapku. "Kita harus membantu."

"Kita akan mengirim bala bantuan," ucap Glofindel, menutup buku yang dipegangnya. "Datanglah ke Balairung setelah matahari terbenam. Kita harus membagi pasukan agar bisa membantu kedua Kerajaan manusia."

Balairung masih sepi saat aku tiba. Hanya ada sosok jangkung Gildor di depan sebuah meja besar, di hadapannya terhampar memenuhi permukaan meja ialah peta Midgard.

"Kau datang terlalu dini."

Aku mengangguk singkat sebagai salam hormat. "Ada yang ingin kutanyakan," ungkapku.

Gorlassar Gildor mengangkat wajah dari peta lalu menatapku. "Apa yang ingin kautanyakan?"

"Aku penasaran bagaimana Ravenna bisa menjadi Ratu Kegelapan? Apa yang membuatnya mencari Olinix?"

"Sejak awal tujuan utama Olinix adalah membuka Gerbang Davel dan membebaskan ketiga Jotnar (Fenrir, Hell, Mungar)," jelas Gorlassar Gildor setelah beberapa saat. "Kemunculan Olinix seperti yang kautahu membuat mahkluk-mahkluk yang terbangun di Midgard mengenal Keburukan (iri hari, tamak, dendam, dan lainnya), dari sanalah ia memperoleh kembali kekuatannya.

"Olinix menyadari kalau Manusia tidak mampu membuka Gerbang Davel, dia membutuhkan mahkluk yang memiliki kekuatan besar serta kuat."

"Ljosalfar dan Penyihir," sahutku.

"Tepat sekali. Sayangnya Olinix juga tahu bahwa kami bukan mahkluk yang bisa dipengaruhi dengan mudah. Tebakanku, di situlah Olinix melempar jaring-jaring mematikannya." Sorot mata Gildor sedikit meredup. "Dari Keburukan yang tersebar di Midgard, Olinix memperoleh keuntungan lain yang menurutku memberi sela. Manusia tamak mulai melihat sihir dengan lapar, bantuan yang seringkali diberikan Penyihir membuat manusia berpikir untuk memilikinya, menguasai, bahkan ingin sekuat Penyihir atau jauh lebih kuat.

"Ketamakan itu membuat Penyihir mulai menarik diri dari Manusia dan meninggalkannya. Tetapi, ada juga Penyihir yang masih bertahan, karena mereka percaya ... masih ada Manusia yang tidak setamak itu. Salah satunya Rowena Schwartz, adik Ravenna."

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang