Chapter 21

4.3K 492 75
                                    

"Kalau begitu kita harus pergi dari kota ini secepatnya," ucap Dean.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyaku.

Mereka berdua menoleh. "Aku melihat furcas di kota," jawab Oliver masih dengan wajah tegangnya.

Mataku melebar kaget. "Furcas?"

Oliver menganguk. "Apapun alasannya yang jelas ini bukan sesuatu yang baik,"--Oliver menatapku dan Dean bergantian-- " dan bukanlah suatu kebetulan."

Tubuhku menegang. Furcas berada di kota ini? Untuk apa? Apakah Alaina memerintahkan mereka untuk menangkap kami? Ataukah mereka ingin menghancurkan kota Alder...? Aku berkidik saat pikiran tentang hancurnya kota ini melintas di benakku.

"Bukan suatu kebetulan katamu?" tanya Dean dengan ekspresi curiga.

"Sekitar 2 hari lalu, tanpa sengaja aku melihat Mariet berdiri di depan perapiannya, api perapian itu berubah menjadi hitam legam, ia seperti sedang berbicara tapi aku tidak tahu apa yang ia bicarakan, suaranya terlalu pelan,"--Oliver menatapku dan Dean begantian--" aku merasa itu adalah sihir tapi aku tidak begitu yakin."

"Tunggu...sihir katamu? Wanita itu penyihir?" Dean berkata dengan nada binggung, heran, dan tak percaya.

"Menurutku itu sihir biarpun aku tidak yakin, siapa lagi yang bisa merubah warna api dari kemerahan menjadi hitam legam selain penyihir?"

Tenggorokanku terasa tercekat, kami berada di rumah penyihir? Kalau Mariet adalah penyihir berarti Jose...? Aku memejamkan mata, wajah lembut keibuan Mariet langsung terlintas dalam benakku mulai dari senyumnya, keramahannya, perhatiannya, tawanya. Semua itu berputar dalam benakku begitu saja.

Aku membuka mataku."Kalau memang dia adalah penyihir, sebaiknya kita pergi malam ini juga. Kita bukan tandingan seorang penyihir, kau tahu maksudku bukan?" Keduanya mengangguk mengerti.

"Kita berkemas," ucap Dean, disusul anggukan setuju dariku dan Oliver.

"Aku harus membeli roti gandum dulu, untuk persediaan makan kita," Aku berjalan kembali ke kamar kemudian mengambil jubah ungu tuaku--jubah baru yang diberikan oleh Mariet--lantas memakainya dan berjalan keluar kamar.

"Aku akan menemanimu mengambil roti itu," ucap Dean padaku.

"Setelah kalian kembali kita akan langsung berangkat." ucap Oliver sambil memasukan berbagai perlengkapan yang sekiranya akan kami butuhkan.

Dean mengambil jubah abu - abu tuanya--jubah baru pemberian Mariet--memakainya dan menghampiriku yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Kami akan kembali secepatnya," ucapku sebelum menutup pintu.

Aku dan Dean berjalan menembus jalanan kota yang masih ramai dengan penduduk yang berlalu lalang, lentera tampak sudah kembali bersinar menerangi setiap sudut kota Alder.

Kami berjalan secepat yang kami bisa, membeli roti gandum lantas berjalan kembali ke rumah Jose.

Saat itulah aku melihat lima laki - laki berjubah hitam berjalan dengan santai menyusuri kota seperti seorang pengunjung, jantungku berpacu kencang, aku mengenali mereka berlima. Furcas.

Dean menarikku untuk bersembunyi di balik dinding sebuah gang, kami mengintip dari balik dinding dengan hati - hati, kelima furcas itu tampak berbaur dengan baik tanpa mengundang kecurigaan sedikit pun.

Kami merapat ke dinding gang tersebut saat kelima furcas itu melintas. Setelah beberapa saat, Dean kembali mengintip untuk memastikan mereka sudah jauh dari tempat persembunyian kami.

"Tanpa prajurit?" gumamku lebih pada diriku sendiri. "Kalau mereka ingin menghancurkan kota ini, aku yakin pasti ada penyihir kuat yang bersama mereka."

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang