Chapter 16

5.1K 469 36
                                    

Seira POV

Suhu udara disekitarku mendadak menurun membuat setiap hembusan napas kami berubah menjadi uap, dinding batu yang kupegang pun menjadi sedingin es sehingga aku menarik tanganku yang terasa kebas. Pekikan tajam yang sangat kukenal membuat kami menengadah menatap langit yang sudah dipenuhi ribuan bayangan hitam dengan jubah compang campingnya, grif.

Ada sesuatu yang berbeda ketika para grif itu melintasi langit, sebuah perasaan keputusasaan, kesedihan, kekecewaan, kemarahan, kebencian, rasa dendam yang besar, serta rasa ingin mati melebur menjadi satu. Ada aura kegelapan pekat yang tiba - tiba melingkupiku, membuatku sesak. Aku sedikit terhuyung, kepalaku pening dan berat. Pandanganku seketika buram.

"Seira!" Pekik Patrick, ia menahan diriku agar tidak jatuh ketanah.

Aku memegang kepalaku yang terasa berdenyut, perasaan apa itu tadi? Apakah grif yang melakukannya?

"Kau baik - baik saja?" tanya Patrick dengan nada cemas.

Aku menganguk pelan, kukerjapkan mataku beberapa kali hingga semuanya tampak lebih jelas, ribuan grif masih melayang diatas sana tapi keadaan dihadapanku yang membuatku terpaku. Aku menatap tempatku berlatih tadi bersama Gunnvor, banyak prajurit yang tergeletak tak sadarkan diri ditanah dan beberapa diantaranya mengeliat menderita hingga sosok - sosok grif turun dan menghisap kehidupan serta emosi dari para prajurit tersebut.

"Sekarang bukan hanya kau yang dapat merasakan aura kegelapan. Aku merasakannya, gelap, dingin, pekat, dan membuatku sesak. Namun ada perasaan - perasaan lain yang kurasakan dan itu membuatku menderita...," ucap Gon yang sedang menjaga keseimbangan tubuhnya, ia memegang dinding batu yang dingin untuk membantunya tetap berdiri.

Aku menatap ketiga temanku bergantian. Victor duduk merosot di lantai batu dengan wajah pucat, Patrick masih memegangiku dengan ekspresi wajah tak terbaca.

Kuedarkan mataku ke sekeliling, kali ini tak satu pun kata dapat terucap semuanya tampak gersang dan mati, rumput - rumput, dedaunan, dan beberapa tanaman yang dulunya menghiasi tempat ini sekarang rontok, layu, mati.

Kurasakan tubuhku melemas, Patrick kembali menahanku agar tidak terjatuh. Kutatap kedua tanganku yang berpendar cahaya putih pucat, "kekuatanku mulai melemah." gumamku pada diriku sendiri. Ya.. aku merasakannya.

"Kau ibaratnya adalah sebuah lilin, lilin yang berada di ruangan gelap yang sangat luas. Kau tak akan mampu bertahan menerangi ruangan yang gelap itu sendirian," ucap Patrick.

"Yaaa....kau benar," balasku lirih.

***
Tanpa terasa minggu demi minggu telah berlalu sejak kebangkitan kekuatan ratu dan 'pasukan kematian'.

Aku berdiri menatap langit gelap tanpa bintang dengan pikiran melayang jauh, atmosfer disekitarku seakan tertutup dengan kabut hitam tipis yang menebarkan hawa dingin menusuk serta kegelapan pekat yang mematikan, aku tak pernah membayangkan akan merasakan aura segelap ini dan penuh kekuatan yang seakan mencoba menenggelamkan siapa pun dalam kegelapannya yang tak terbatas.

"Tak lama lagi...kalian akan bergabung dengan kami dan menjadi furcas terkuat yang akan memimpin ribuan pasukan di medan perang."

Kalimat itu dengan begitu mudahnya menyelinap masuk kedalam benakku. Aku bahkan tidak tahu berapa lama lagi aku masih menjadi diriku. Setiap detiknya menjadi begitu berharga untuk aku lewati, setiap detiknya aku memaksa diriku untuk terus berpikir bagaimana caranya agar aku bisa membawa adik serta temanku untuk mendekati labirin itu, melaluinya dan keluar dari tempat ini.

Aku menatap kedua tanganku, aku merasakan kekuatan sihirku melemah seiring bertambah kuatnya kegelapan, dengan nekat ku kepalkan kedua tanganku lalu membukanya, kobaran api langsung membungkus tanganku seketika itu juga, dalam kedipan mata api itu lenyap dan tergantikan oleh air.

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang