Chapter 3

10.4K 706 21
                                    

Seira POV

"Ada satu cara namun resikonya juga besar."

"Apa itu?" Tanya Selena.

"Labirin. Didekat castil terdapat sebuah labirin yang dapat mengarahkanmu keluar dari tempat ini. Jalan yang hanya dilalui furcas dan para penyihir. Dan yang pasti banyak jebakan berbahaya didalamnya."

"Bagaimana kau tahu soal ini semua?"

Angela tersenyum kecil, " kami melakukan pengamatan dan sedikit penyelidikan. Dan dari hasil pengamatan kami hanya labirin itu saja yang belum dicoba. Kalian tahu kan banyak yang ingin kabur dari sini dan melakukan segala cara dan semuanya gagal? Labirin itulah yang belum dicoba karena sangat berbahaya, kalian bisa bayangkan kan hanya para penyihir dan furcas yang melalui jalan itu."

"Angela, bukankah kita furcas? Jadi tak jadi masalah bukan kalau kita melalui tempat itu."

Angela mengelengkan kepala, "furcas yang sesungguhnya adalah mereka yang memakai jubah hitam, Selena. Kita ini baru dilatih, sedangkan mereka sudah kehilangan jiwanya dan menjadi mesin pembunuh yang memimpin ribuan prajurit dimedan perang." Matanya menerawang jauh. "kalian akan tahu nantinya."

Aku terdiam sejenak, labirin itu hanya bisa dilalui para penyihir dan furcas? Aku teringat akan 'penglihatanku' tentang penyihir wanita itu,bisa kusimpulkan labirin itu tidak akan mudah dilalui, bagaimana kita bisa melewatinya?

Kemampuan penyihir wanita itu sangat luar biasa bahkan ia bisa menghabisi sepasukan prajurit hanya seorang diri. Tapi tunggu, Angela mengatakan kita sedang dilatih? Kurasa sebelum mereka menjadi furcas sesungguhnya pastinya mereka melewati tahap seperti kami bukan?
Kurasa kita hanya perlu berlatih dengan giat, mempersiapkan diri untuk apapun yang akan kita hadapi di labirin tersebut.

"Kurasa kita harus berlatih dengan baik," Aku menatap keduanya, "hanya itu satu - satunya cara untuk menghadapi bahaya yang ada dilabirin."

Keduanya menganguk setuju, untuk saat ini hanya itulah yang bisa kami lakukan sampai tiba saatnya untuk kabur dan yang menjadi harapanku adalah semoga semuanya berjalan dengan lancar. Sejujurnya ada perasaan menganjal dihatiku, entah apa namun kutahu tak akan semudah itu untuk kami.

"Kita harus keluar dari sini sebelum ratu Ravenna sepenuhnya bangkit," Angela menutup pembicaraan hari itu lalu meletakan pakaian bersih. "Aku akan memberitahukan ini pada yang lain dan begitu pun dengan kalian." Setelah mengatakan itu ia keluar ruangan.

***

Matahari yang terik menyengat kulitku, bulir - bulir keringat sudah menuruni wajahku, tubuhku bahkan basah oleh keringat. Napasku terengah - engah, kelelahan.

Setelah kejadian di stadium terkutuk itu, setiap harinya kami disibukkan dengan berbagai latihan mulai dari fisik, memanah, bertarung dan bermain pedang. Kami dilatih dengan sangat keras layaknya para prajurit perang, kami berlatih dari subuh hingga matahari tenggelam.

Dan biasanya Roper akan duduk dikursi yang dibuatnya dengan sihir untuk melihat kami berlatih. Terkadang ia juga membuat sebuah 'permainan' mengerikan.

Trang!!!

Aku berhasil menjatuhkan lawanku hingga terduduk, pedangku tepat didagunya. Hari ini jadwalku untuk berlatih pedang mengingat kemarin aku berhasil melepaskan anak panahku tepat sasaran dengan kecepatan yang membuat decak kagum bagi yang melihatnya.

"Kau sangat berbakat, Seira," Tepuk tangan Roper membelah lapangan itu, membuat semua orang mengalihkan pandangan kearahku.

Aku tersenyum kecil padanya, masih risih dengan tatapan semua orang yang ditujukan kepadaku. Aku membantu Jean bangkit berdiri.

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang