14. Bukan Mimpi

50 15 1
                                    

Aneh. Mana dia tau hal seperti ini yang ia rasakan. Sepi? Bisa jadi. Cemas? Mungkin. Tapi kenapa? Entahlah.

"Hei?" Seseorang menarik kerah kemejanya.

"Richard!" sontak saja nama itu yang keluar dari mulutnya.

"Ciee, ada yang kangen sama Richard," ledek Putri di sela makannya. Dini ~yang menarik kerah kemaja Aliya~ mendudukkan bokongnya sambil cekikikan. Aliya mendengus sebal. Memalingkan wajahnya. Mengkerucutkan bibir. Dan tidak sepatah kata pun menanggapi ledekan Putri.

"Nih, minuman lo." Dini menyodorkan segelas es kosong kepada Aliya lalu membuka camilan yang baru dibelinya tadi. Risa langsung menyerobot snack yang sudah dibuka oleh Dini. Spontan, Dini mencubit lengan Risa yang seketika mengaduh kesakitan.

"Disuruh beli katanya males, giliran gue yang beli, yang udah gue buka lo serobot, dasar lo! Bilang aja lo males jalan bukan males makan! Dasar gendut!" omel Dini.

"Gue gak gendut, cuma berisi. Please ya bedain!" sahut Risa sembari asyik mengunyah snack hasil curiannya. "enggak kayak elo!" celetuknya lagi. Mengeluarkan seringaian di bibir, "badan kok kayak ranting kayu! Atau ibaratkan pena, lo tu isi dalam tanpa bajunya. Ceking!"

Dini ternanap mendengar ucapannya. "Sembarangan lo! Eh, semua orang juga berisi!" bantahnya. "Nasi, lauk, pauk, roti, jajan, stick, hamburger, chicken pop, chicken rock, chicken jazz, chicken seriosa, chicken keroncong, chicken dangdut, chick ...." Kalimat Dini tiba-tiba terhenti. Sesuatu masuk ke dalam mulutnya. Rasanya ...

"Chicken balado! Mampus lo!" Putri tertawa jahat. Puas telah menyumpal mulut Dini yang cerewet dengan dua buah cabai rawit. Risa yang notabene adalah lawan Dini, ikut tertawa. Dini meneteskan air mata. Kepedasan. Pasalnya, lidahnya memang tidak tahan pedas. Setelah cabai tersebut dicampakkan, Dini bergegas meminum jus markisa miliknya.

"Eh, emang Richard ke mana Al?" tanya Putri. Mengesampingkan rasa gelinya. Resah menyaksikan Aliya yang terus menerus cemberut.

"Mana gue tai!" celetuk Aliya. Masih tak menatap teman-temannya. Sibuk mengaduk minumannya dengan pipet.

"Tau!" sanggah Putri.

"Tai!" Aliya nyolot.

"Tempe!" tekan Putri. Lah, kok jadi mereka yang berantem?

Aliya beralih menatapnya. Melemparkan sorotan tajam bak singa lapar. "Goblok!" umpatnya. "Tahu, bego!" Aliya memukul meja dengan sebelah tangannya dan sekali pukulan. Ia melototi Putri.

Putri balik melotot dan ikut memukul meja. "Kedele!" sahutnya tak mau kalah. Risa dan Dini ternganga. Antara kaget karena adanya kubu baru yang ikut bertengkar seperti mereka dan bahagia karena mendapat tontonan gratis di depan mata. Mereka pun saling menatap lalu mengangguk kompak. Lantas, mereka pun kembali memandangi kedua temannya dengan serius sembari mengunyah camilan dengan semangat.

"Keledai!" balas Aliya. Kembali memukul meja.

"Kuda!" balas Putri lagi. Ia pun ikut memukul meja. Begitu pun seterusnya. Setiap kali menyahut, tidak pernah terlupa memukul meja. Membuat Risa dan Dini, semangat menonton bioskop gratis itu.

"Ya,tidak, bisa jadi!" sahut Risa dan Dini serentak. Mereka saling menatap kemudian cekikikan. Sungguh, tadi itu tidak direncanakan.

"Zebra!" sahut Aliya.

"Ya, tidak, bisa jadi!"

"Kambing!" Putri tak mau kalah.

"Ya, tidak, bisa jadi!"

"Bandot!"

"Ya, tidak, bisa jadi!"

"Bacot!"

"Ha, elo tuh bacot Din! Ngatain gue gendut!" celetuk Risa pada Dini. Tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari Aliya dan Putri.

Love Is Sacrifice (Sedang Revisi)Where stories live. Discover now