8. Sisi lain

135 20 6
                                    

“Apaan sih Al. Lo ngerjain kita lagi?” kesal Putri. Aliya pun menjulurkan kepalanya ke tengah meja.

“Sini gue bisikin,” ujar Aliya pelan. Kalimat itu lantas membuat ketiga temannya mendekat. Menarik kursi. Merapat. Memasang pendengaran setajam mungkin.

“Jadi gini ceritanya.” Aliya pun mengkisahkan duduk perkara sebab muabab wajahnya babak belur. Dimulai dari percakapan inti antara ia dan Mike, hingga ….


***

“Gue bakal nurutin apa yang lo mau. Lo ngajak gue main juga oke aja, karena gue tau belajar itu membosankan,” usul Aliya. Menghela napas setelah itu. Kemudian memaliskan pandangnya ke arahnya Reina yang sedari tadi masih diam membisu.

Gadis itu menatap menyelidik. Sedetik kemudian mengangguk sekali. Senyum Aliya lantas merekah. Senang sebab rencananya tampak berhasil, meski baru selangkah saja.

Hening.

Reina sibuk memainkan gawainya. Sementara Aliya membaca buku pelajaran milik Reina. Sudah lama sekali, dia harus membaca ulang pelajaran masa SMA itu. Lagipula, ini pertama kalinya cewek itu menjadi seorang pengajar. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk mencari uang lewat profesi sebagai guru privat seperti ini. Sebab, ia tak pernah merasa cerdas benar, meski pernah meraih juara umum dua saat kelas tiga SMA dulu. Beberapa kali ia juga mendapat juara satu. Ya, beberapa kali. Itu juga setelah sebelumnya menduduki peringkat lima besar, tiga besar, dan akhirnya mendapat juara satu, lalu umum. Semua berkat kegigihannya. Tentu dikehendaki Allah. Karena Dia pasti tahu betapa giatnya Aliya melawan kebodohannya.

Ah, tidak. Setelah Aliya terbiasa belajar dan mendapatkan prestasi, ia jadi merasa bahwa sebenarnya tidak ada orang yang bodoh di dunia ini. Bahkan anak yang terlahir cacat otak pun, bukan tak mungkin bisa mengalahkan kepandaian orang normal. Misalnya hafal Al-Qur’an. Sudah pernah ia lihat hafidz qur’an yang cacat otak, buta, atau kekurangan secara fisik lainnya. Jadi sebenarnya semua tergantung usaha dan kehendak Allah. Tidak ada orang bodoh, yang ada hanyalah orang malas. Kalau berusaha dengan giat, Aliya yakin, Allah pasti mengkehendaki usaha hambanya. Usaha tidak mengkhianati hasil. Mungkin tidak sekarang, tetapi nanti, atau esok, atau esoknya lagi. Yang jelas,  Aliya sangat percaya dan dia sudah membuktikan kebenaran janji Allah itu.

Haus. Kembara pikiran Aliya terhenti. Baru sadar ternyata ia lebih fokus pada pikirannya ketimbang buku. Tersenyum kecil. Diletakkan buku di atas meja yang berhadapan dengannya. Berencana ingin mengambil minuman dingin yang sudah tersedia di meja tersebut. Namun tangannya tak mampu menggapai, jadi diangkatlah bokongnya. Namun sekonyong-konyong, terjadi sesuatu di luar dugaanm

Sesuatu menahan pergerakannya. Ditumpunya kedua tangan pada sofa. Lalu dengan segenap tenaga mengupayakan bangkit, tetapi gagal. Kembali ia terduduk. Kemudian mengangkat bokong lagi. Menoleh ke belakang. Ternganga lebar mulutnya setelah itu. Lalu dialihkan pandangannya ke arah Reina. Melotot geram. Namun yang dipelototi tampak acuh tak acuh. Justru sibuk dengan ponsel, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aliya sendiri meyakini bocah ABG itulah pelaku utamanya. Memang siapa lagi?

Tidak digubris Reina, Aliya pun memilih berusaha lagi melepaskan lem yang merekat kuat pada bokongnya itu. Sayang sungguh malang nasib wanita itu di malam pertamanya. Lem apa yang ditaruh oleh Reina sampai susah dilepaskan seperti ini? Aliya mulai bertanya-tanya dalam hati. Bersamaan rasa dongkol yang kian menggunung. Kadarnya terus bertambah di setiap kali ia gagal lepas dari jeratan yang dipasang si bungsunya Mike ini.

Love Is Sacrifice (Sedang Revisi)Where stories live. Discover now