5. Penawar rindu

147 18 5
                                    

Selamat membaca😊.

***

Rektor.

Nama yang terpampang di atas sebuah pintu berdaun dua. Terbilang lebar. Entah kenapa menimbulkan kesan menyeramkan di mata Aliya. Gadis dengan tinggi 163 cm itu terdiam membeku di depan pintu. Menelan ludah karena gugup. Semenit berlalu, Aliya menganggukkan kepala. Memutuskan untuk lebih berani menghadapi apa pun yang terjadi nanti.

" Bismillah," ucapnya kemudian. Menarik napas panjang, lalu memegang handle pintu. Membukanya.

Kehadirannya bersambut senyum. Dari seorang pria paruh baya yang sangat terkenal seantero kampus. Dengan agak canggung, Aliya balas tersenyum lalu menghampiri pria itu di mejanya.

"Ayo silakan duduk Aliya!"

Aliya mengangguk. Dengan sopan, ia duduk di atas kursi hitam yang empuk.

Berasa di kursi panas. Pikirnya.

Peluh mulai jatuh bercucuran di kening Aliya. Mike yang melihat hal itu seketika melirik ke kanan kiri dimana AC-nya berdiam. Lalu di raihnya remote AC tersebut.

15° Celcius.

"Masih panas? Padahal suhu AC-nya udah mentok loh."Mike tertawa kecil. Mencoba mencairkan suasana.

"Hah?" Aliya kikuk. Ia baru menyadari peluh yang menghiasi kening dan sudut pipinya. Rasa malu itu pun ditutupinya dengan sebuah cengiran.

"Nggak kok, Pak."

Mike manggut-manggut. "Hmm, kamu Aliya kan? Saya nggak salah sebut nama?"

"Enggak, Pak, saya Aliya. Hmm, ada apa ya, Pak memanggil saya kesini?" Roman wajahnya sedikit takut. Ia bahkan tak berani menatap sorot mata Mike.

"Semalam kamu lihat saya?"

"Maksud Bapak? Yang kemarin di depan mini market?" Aliya semakin takut. Tak hanya di kening, peluh di punggungnya pun ikut bercucuran.

Seriusan mau bahas yang semalam. Tolong daku ya Allah.

"Iya. Kamu lihat?"

"Enggak, Pak. Teman saya yang lihat." Aliya mencoba santai.

"Oh begitu. Terserah sih, yang jelas saya lihat kamu dengan anak saya!" Mike menekan kalimatnya. Menyorot Aliya tajam. Tatapan mereka saling bertemu, Aliya semakin takut. Walhasil, hujan turun disertai angin. Dengan kata lain, gadis itu banjir keringat di tengah AC yang dinginnya hebat.

"La-lalu Pak?" Aliya tergagap. Mike yang menangkap gelagat Aliya yang tak nyaman dengannya seketika tertawa renyah. Aliya melongo. Ia memberanikan diri menatap pria itu. Namun, bukannya takut, Aliya justru terpesona.

Yaelah Pak, udah bangkotan masih aja ganteng. Gimana anaknya nggak ganteng kalau Bapaknya pun begini. Untung tua, kalau enggak gue jadiin laki dah.

Aliya cekikikan. Membuat Mike menatap heran.

"Kenapa Aliya?"

"Eh, nggak apa-apa. Bapak sendiri kenapa ketawa?"

Eh busyet. Gue ngomong apa barusan? Suka-suka dia dong mau ketawa atau enggak.

"Kamu takut sama saya?" Mike tertawa kecil. Aliya garuk-garuk kepala. Bukannya menjawab, ia justru memperlihatkan rentetan giginya yang berjejer tak rapi. Soalnya Aliya punya ginsul.

"Saya nggak sebodoh itu mengeluarkan mahasiswa/i tanpa alasan yang jelas sekalipun Richard yang memintanya. Lagi pula satu kali pun Richard tidak pernah memintanya."

Love Is Sacrifice (Sedang Revisi)Where stories live. Discover now