40 : Foreign

4.5K 222 71
                                    

The way to fight your enemies is to love them, so that only love is born. Hated to disappear.

♥️Author♥️

Author

Sudah selama kurang lebih 8 kilometer mobil yang dikendarai Ethan dan Arabell menempuh perjalanan, dari melewati jembatan Go Between Bridge, yang kata Ethan rumah ibu Arabell akan ditemukan tak lama setelah melalui jembatan tersebut.
Setelahnya berlanjut selama 30 menit dari jembatan barulah Ethan menepikan mobil, berhenti di halaman sebuah rumah besar nan elegan bercat putih pucat.

"Ini rumahnya?"

Ethan mengangguk sembari melepas seat belt, ia sudah bersiap turun kalau saja tak memandangi Arabell yang kini masih terpaku tanpa melakukan gerakan apa pun.

"Ara? Ayo turun."

Arabell menggigit bibir bawah gugup, entah kenapa dia yang awalnya sangat bersemangat langsung berubah total saat sudah sampai di sana, "Apa Ibu akan memarahiku kalau aku datang?"

Menghela napas, Ethan bergerak menggenggam tangan sang kekasih, mengelusnya lembut, "Kau lupa? Bukankah dia masih dalam pengaruh hipnotisku? Jadi dia tak akan mengingatmu. Begitu juga dengan Deborah dan Tessy."

Arabell buru-buru menepuk jidatnya pelan, "Astaga! Aku bahkan tak ingat sekali pada hal itu. Tapi Eth, sedikit kecewa juga kalau dia tak mengenal kita. Bagaimana kalau Ibu mengusir kita?"

"Tenang saja, dia mengenalku. Dia ingat bahwa aku yang memberinya rumah itu."

Mendengar hal tersebut, Arabell melarikan pandangannya ke depan, tepat ke rumah yang ditempati Paula. Ia tersenyum tipis lalu bergerak mengecup pipi kiri Ethan, "Terima kasih, Eth. Terima kasih untuk semuanya."

"Kau ingin turun atau membuat nafsuku naik dan memaksamu bertelanjang di sini?" Arabell buru-buru menjauhkan wajah Ethan yang entah kenapa berubah mesum diikuti kedua alis yang dinaik turunkan bersamaan, menggoda Arabell.

"Menyebalkan!"
Gadis bersurai coklat itu segera membuka pintu mobil kemudian membantingnya cukup kuat dengan wajah masam diikuti semburat merah di pipi menahan malu.

Ethan yang masih berada di dalam mobil terkekeh, menggeleng menyadari kata-katanya sendiri. "Aku jadi ingat malam itu, Ara."

Ucapan Ethan tak didengar oleh Arabell lagi lantaran gadisnya telah berjalan lebih dulu, mengetuk pintu rumah yang ditempati Paula.

🏠🏠🏠

Arabell mengamati rumah yang ditinggali ibunya dengan seksama. Rumah bercat putih itu memiliki halaman berumput hijau yang cukup luas.

Memang rumah tersebut tak bertingkat, namun jika dilihat dari luar saja Arabell dapat menebak seluas apa di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memang rumah tersebut tak bertingkat, namun jika dilihat dari luar saja Arabell dapat menebak seluas apa di dalamnya. Ini semua berkat Ethan. Semua pemberian lelaki itu, entah kapan Arabell dapat membayarnya. Meski Ethan sendiri sangat tak suka jika dia berencana akan membalas semua kebaikan yang Ethan lakukan. Arabell juga tau dia belum mampu membalas semuanya, lagipula sebentar lagi mereka berdua akan menikah. Arabell sendiri mengerti bahwa iblis tak membutuhkan semua ini, Ethan yang menjelaskannya kemarin. Mungkin dia bisa membalasnya dengan memberi kebahagiaan untuk Ethan. Mungkin saja saat jadi istri nanti, Arabell berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan membahagiakan prianya itu.

Silver Eyes [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang