23 : Bracelet

3.5K 258 14
                                    

Which crazy people are friends with devils in this world? Only me.

♥️Arabell♥️

Author

Arabell menatap nanar jam weker di dekatnya. Sudah pukul sepuluh malam. Namun pria yang diharapkan belum juga muncul di hadapan.

Dengan masih sesegukan, gadis itu menyandarkan punggung sambil memeluk erat kedua lututnya, terus merapal nama seseorang di dalam hati.

Bunyi deringan ponsel yang sedari tadi tak pernah berhenti, tak mengusik dirinya sedikit pun untuk tetap menangisi sang kekasih yang kembali pergi meninggalkannya.

Arabell tau Ethan sangat marah padanya perihal ciuman itu.
Tapi jika Ethan benar-benar jeli memperhatikan, itu sama sekali bukan keinginannya dan hal itu terjadi secara tiba-tiba.

Yang harus disalahkan di sini adalah Adam.
Pria itu pelaku sebenarnya.
Tapi malah Arabell yang harus menerima kemarahan Ethan seorang diri.

Terbilang berlebihan memang, dia menangisi pria itu sejak tadi sore hingga sekarang, namun itulah yang dilakukannya. Tidak makan juga tidak minum, hanya menangis sesegukan di dalam kamar. Dia tak pernah merasa sehancur ini setelah kepergian sang ayah, bahkan ketika ibunya seringkali menyakiti fisiknya, Arabell tak pernah merasa sesedih ini.

Jika dilihat dari bagaimana perasaannya untuk Ethan sekarang, rasanya tak heran jika dia merasa sangat sedih seperti ini.
Ethan telah berhasil merebut hatinya, dan lagi, seluruh perhatiannya seolah hanya tersita untuk pria bermata perak itu.
Itu sebabnya dia tak ingin Ethan kembali meninggalkannya.

Meski dia yakin seratus persen Ethan akan kembali, namun tetap, berjauhan sebentar saja dari pria itu sungguh menyiksa.

Padahal hubungan mereka baru membaik setelah pertengkaran kemarin, namun belum sempat satu hari penuh bersama Ethan, terjadi masalah kembali yang meretakkan hubungan mereka lagi.

Entah sejak kapan Ethan menjadi seseorang yang sangat dibutuhkan Arabell.
Sebelum perasaan sayang yang dirasakannya pun bahkan Ethan sudah bertindak sebagai kekasih pada umumnya, menjaganya dan juga berlaku posesif pada Arabell.

"Eth, please..." Gumamnya lirih, masih berharap sang kekasih mau datang.
Dia yakin walau Ethan sedang berada di mana pun di tempat terjauh pun sekarang, pria itu pasti mendengar panggilannya.

Maka dari itu Arabell terus memanggil nama Ethan terlebih di dalam hatinya.

Bunyi deringan ponsel yang juga tak berhenti menandakan ada seseorang yang terus menghubunginya, membuat Arabell perlahan risih. Dengan gerakan cepat, gadis itu mengambil ponselnya, membuka casing hpnya beserta baterai agar benda pipih itu diam.

Yang menghubunginya sejak tadi adalah Adam. Dan Arabell tau itu.
Namun dia tak peduli dan tak mau peduli lagi mengenai pria itu. Mungkin dia tak akan mau lagi berteman dengan Adam setelah kejadian ini. Selain karena merasa marah, dia juga tau Ethan tak suka terhadap pria berambut setengah pirang tersebut.

"Kalau kau tak mau datang juga, aku tak akan makan, malam ini."
Katanya lagi, mengancam Ethan yang entah berada di mana.

Merasa lelah, Arabell beranjak naik ke atas tempat tidur, memejamkan mata berharap setelah membuka mata nanti dia akan mendapati sosok yang diharapkan itu.

Malangnya Arabell tak mengetahui bahwa sejak tadi Ethan berdiri tepat di samping luar jendela kamarnya, berdecak kesal ketika Arabell mengatakan akan mogok makan malam ini.

Dia ingin sekali menemui gadisnya secara langsung, namun kemarahannya tetap menang melawan rasa ibanya, alhasil dia hanya berdiri di sana sampai matahari menampakkan sinarnya.

Silver Eyes [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang