12 : Revenge

3.9K 295 7
                                    

Dendam itu nyata.
Kemudian pembalasan bekerja.

♥️Author♥️

Author

Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Jika biasanya langit malam akan indah dengan taburan bintang, malam ini justru dihiasi dengan jatuhan air hujan dari langit diikuti suara petir yang tidak bisa dikatakan pelan.

"Eth, temani aku tidur, aku takut."
Arabell menghidupkan lilin di nakas sebelah tempat tidurnya, lantaran listrik sedang mati, membuat suasana malam ini semakin mencekam apalagi bunyi petir yang setiap kali terdengar menyambar kuat mengejutkan jantung Arabell.

"Semalam juga aku tidur denganmu 'kan? Kau pikir aku akan ke mana?"
Tanya Ethan, membaringkan tubuhnya di ranjang Arabell, diikuti gadis itu yang kini berbaring di sisinya.

"Memangnya kau tak ada tugas malam ini?"

"Tak ada, mungkin ini terus berlanjut sampai seminggu ke depan. Memangnya apa yang kau takutkan?"

Jderrrr!

"Itulah yang kutakutkan." Bisik Arabell pelan, menyembunyikan kepalanya di lengan Ethan ketika suara petir kembali terdengar.

Melihat hal itu, Ethan bergerak menyampingkan tubuhnya, melingkari lengannya di tubuh Arabell, memeluk gadis itu, "Begini sudah merasa lebih baik?"

Membalas pelukan Ethan, Arabell mengangguk di dada bidang pria itu. Cuaca yang dingin dari luar, seolah diredakan oleh pelukan hangat Ethan padanya, seolah tubuh besar Ethan membungkus tubuhnya yang kedinginan, sekaligus memberikan perlindungan untuknya.

"Mengapa kau bisa tak punya tugas seperti itu? Lalu, mengenai makanmu. Apa kau juga tak mencarinya malam ini?"

"Kami tak seperti manusia yang mudah kelaparan. Setiap berburu, kami memakan tiga sampai empat jiwa. Dan rasa kenyangnya bisa bertahan sampai seminggu. Itu sebabnya aku tak mencari mangsa malam ini."

"Jadi begitu. Kupikir kau akan mencari makan setiap hari. Eth, boleh aku bertanya sesuatu?"

Ethan tersenyum sambil membelai rambut coklat panjang Arabell. Entah bagaimana bisa kegiatannya ini sudah menjadi kebiasaan pada gadis itu, "Sejak kapan aku pernah melarangnya? Bertanyalah."

"Aku tak mendengar detak jantungmu. Itu sudah kusadari saat malam pertama kau memelukku di sini."

Ethan terkekeh, pertanyaan Arabell terdengar lucu untuknya.

"Hati kami beku, itu sebabnya tak ada detak. Tapi kami masih bisa merasakan perasaan marah, bernafsu, atau pun kesal, dan perasaan lainnya kecuali rasa sayang. Sungguh aneh, bukan?"

"Ya, sangat-sangat aneh. Memangnya apa salahnya jika iblis diberi perasaan sayang? Apa karena kalian adalah iblis, makanya tak diizinkan punya perasaan sayang terhadap siapa pun?"

"Entahlah. Aku juga tak tau pasti mengapa, mungkin memang seperti itu, menjadi iblis membuat kami tak bisa memiliki perasaan sayang bak manusia."

Arabell mengangguk paham. Meskipun hal itu sulit diterima oleh akal sehatnya, namun dia tetap memahaminya. Mungkin saja karena memakan jiwa manusia jahat akhirnya iblis tak punya perasaan sayang. Mungkin? Sekali lagi, dia hanya menebak.
"Lalu, apa kau melakukan hipnotis pada Kane tadi? Kudengar kau mengatakan untuk melupakanmu."

"Ya. Aku juga menyuruhnya untuk menjauhimu."

"Rasanya tak adil. Mengapa kalian para iblis punya banyak kekuatan seperti ini? Jika begini, kalian akan memusnahkan para manusia sesuka hati kalian."

Silver Eyes [ON GOING]Where stories live. Discover now