24 : Who?

3.3K 277 7
                                    

Terkadang, seorang teman bisa menjadi rival, seorang rival bisa menjadi teman.

♥️Author♥️

Author

Arabell memakan burgernya dengan lahap, sesekali tangannya bergerak untuk mengalih channel tv, memilih acara apa yang akan dia tonton.

Semenjak sang ibu tak tinggal lagi bersamanya, porsi makan Arabell jadi lebih banyak dari biasanya. Apalagi Ethan seringkali marah padanya saat melihat Arabell hanya makan sedikit. Pria itu bilang Arabell tak perlu khawatir mengenai uang, dia bisa memberinya bahkan untuk makan Arabell beberapa tahun lagi.

Meski Arabell sempat keberatan akan hal itu, namun dia menurut saja dan lama-lama jadi terbiasa makan banyak. Tak perlu takut tubuhnya akan membengkak, meski makan banyak tubuhnya tetap dibentuk semula---walau naik beberapa kilo.

Membicarakan soal makanan, ia jadi teringat akan sang ibu.
Dia bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan wanita itu sekarang?
Sudah hampir tiga minggu Paula tidak tinggal di rumah ini, membuatnya merindukan ibunya itu.

Lupakan fakta bahwa Paula tidak berlaku baik padanya. Dia tetap menyayangi Paula, itu yang terpenting.
Bagaimanapun juga Paula-lah yang selama ini ada di sampingnya sejak sang ayah meninggal dunia. Jadi wajar kalau dia merasa sedikit kesepian kala ibunya tak ada di rumah.

Ethan yang berjanji akan selalu menemaninya pun, sering pergi meninggalkannya akibat pertengkaran yang terjadi di antara mereka.

"Aku masih lapar."
Gumamnya sambil mendesah lelah. Dia tak mengerti mengapa sejak dia memulai untuk menambah porsi makannya, Arabell seolah tak bisa menghentikan hal tersebut.

Entah hal itu menguntungkan atau malah merugikan. Namun menurut Arabell, itu tidak buruk.

Dengan cepat, Arabell bangkit dari duduknya, beranjak menuju dapur dan mengambil kentang goreng yang tadi dibeli.
Saat akan kembali ke ruang tamu untuk menonton, sekelabat bayangan hitam mengejutkannya, membuat Arabell menghentikan jalannya lantaran ketakutan.

"Ethan, kau kah itu?"
Serunya bertanya, mengedarkan pandangan di seluruh penjuru dapur mencari-cari bayangan tadi.
Arabell belum tau entah itu Ethan atau bukan, karena bayangan itu hanya melintas cepat di depannya.

"Eth? Jangan menakutiku."

Hening. Tak ada yang menyahut, dan tak ada apa pun di dapurnya lagi.
Menghela napas panjang, Arabell mencoba mengabaikan hal itu dan menebak kalau dia hanya berhalusinasi. Alhasil, gadis itu kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan berisi kentang goreng tadi.

"Apa mungkin itu hanya perasaanku saja?"
Gumamnya bingung sambil mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Ketika dia ingin mengambil remot untuk mengalih channel, seorang pria berjubah hitam tiba-tiba saja muncul di depan tvnya, membuat Arabell terlonjak kaget dan hampir saja menjatuhkan remot tadi dari tangannya.

"Siapa kau?"
Tanya Arabell begitu pria tadi berjalan mendekat. Tangan Arabell sampai harus menggenggam kuat remot di tangannya ketika wajah si pria asing mendekat ke wajahnya, memojokkan tubuhnya di atas sofa dengan tubuh lebih besar milik pria itu.

"Aku iblis. Kau pasti tau."

Arabell mengangguk, "Aku tau kau bukan manusia. Tapi, mengapa ke sini?"
Jantung Arabell mulai berpacu cepat saat menatap mata perak berkilat itu. Dia tak mengenal pria di depannya ini, tapi dia tau kalau pria ini pasti ada hubungannya pada Ethan.

Salah satu teman Ethan juga kah?

Pria berambut coklat tadi tersenyum kecil, sebelah tangannya yang memiliki kuku cukup panjang berwarna hitam ia gerakkan untuk mencengkeram kuat pipi Arabell, semakin menambah rasa takut gadis di hadapannya itu.

Silver Eyes [ON GOING]Where stories live. Discover now