17 : Decision

3.7K 253 4
                                    

If you are faced with a choice. That's when it was seen how wise you were.

♥️Author♥️

Author

Arabell mengeratkan jaket tebal Ethan yang ia kenakan sembari terus mendengar cerita dari pria di sebelahnya.

Sesekali ia mengangguk, tersenyum, dan menanggapi singkat cerita dari pria tersebut, meski ia sendiri merasa tak tertarik pada cerita pria berambut setengah pirang yang sebaliknya tampak antusias bercerita.

Suasana pagi ini begitu sejuk hingga ke ubun-ubun lantaran hujan baru reda subuh tadi setelah semalaman mengguyur kota Brisbane.
Itu sebabnya Ethan pergi ke kerajaannya dan mengambil jaket miliknya untuk Arabell pakai ke kampus, khawatir akan udara yang dingin.

Jadilah sekarang Arabell mengenakan jaket super kebesaran milik Ethan. Bukannya malah merasa risih mengenakan jaket itu, dia malah merasa nyaman dan hangat, selain karena bahannya tebal, aroma tubuh Ethan yang memabukkan juga dapat ia resapi di sana, seolah pria itu yang membungkus tubuhnya saat ini.

"Bell, kau mendengarkanku?"
Arabell tersentak, menoleh dan memberi senyuman kikuk pada Adam.

"Tentu saja dengar."

"Apa yang kukatakan barusan?"

Yang ditanya terdiam, bingung harus menjawab apa. Pasalnya akibat pikirannya mengenai jaket Ethan tadi, dia jadi kurang fokus mendengarkan cerita Adam.

"Kau tak mendengarnya. Mengapa kau senyum sendiri tadi?"

"A-ah itu..."
Arabell menundukkan pandangan, tak berani menatap iris hitam milik Adam.

"Sudahlah lupakan. Nanti aku akan menemuimu di kantin ya. Bye."
Arabell hanya bisa melambaikan tangan, membalas lambaian Adam yang kian berlari menjauh darinya.

Arabell merutuk dirinya sendiri di dalam hati, ia hanya berharap Adam tak merasa tersinggung atas sikapnya barusan.
Jika sudah memikirkan tentang Ethan, rasanya Arabell tak bisa lepas dari pemuda itu.
Seolah ada magnet tersendiri dari Ethan yang menariknya hingga melupakan segalanya.

📗📗📗

"Kau begitu terkenal, Bell. Makanya mereka suka mendekatimu."

Arabell menoleh mendengar tanggapan Adam barusan, andai saja pria itu tau apa yang terjadi pada murid di kampus ini sebenarnya hingga mereka bisa berbuat baik pada Arabell.

"Itu tak menyenangkan, tau! Aku benci diganggu terus, ketenangan hidupku hilang gara-gara mereka. Untung kau cepat datang dan bilang kita akan pergi berdua, kalau tidak mereka sudah memaksaku ke kantin dan membelikanku makanan sebanyak yang mereka bisa."

Adam terkekeh geli sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana, mereka berdua berniat ke perpustakaan karena Arabell memberitahu bahwa tempat itu menjadi tempat favoritnya di kampus. "Bagaimana denganku? Apa aku mengganggu ketenanganmu juga?"

Arabell menggeleng cepat, "Tentu saja tidak, kau kan temanku."

"Syukurlah." Balas Adam bersemangat, tersenyum lebar hingga gigi-gigi putihnya terekspos.

"Hei, kuperhatikan kau terus dekat pada Arabell sejak kemarin? Kau ingin berniat jahat ya pada Arabell?"
Langkah kedua kaki orang itu berhenti tatkala Kane dan teman-temannya menghalangi jalan mereka begitu saja, mendorong tubuh Adam dengan tak bersahabat.

Silver Eyes [ON GOING]Where stories live. Discover now