14 : Love?

4.1K 321 12
                                    

Kuharap kau jangan jatuh cinta padaku. Jika itu sampai terjadi, aku tak tau bagaimana harus bertanggung jawab.

♥️Ethan♥️

Author

Arabell memandangi Ethan yang kini membaca buku seni yang sengaja dipinjamnya dari perpustakaan.
Sejak pulang dari kampus sore tadi, Ethan tak pernah berbicara dengannya.

Bahkan untuk sekedar berbasa-basi pun tidak. Pria itu terus mendiamkannya akibat kejadian sore tadi.
Dan hal itu sungguh tak disukai oleh Arabell.
Diamnya Ethan membuat dirinya sedih, seolah dirinya tinggal sendirian di rumah ini.

Dia pun tak berani untuk bicara, takut-takut kalau Ethan tak merespon kata-katanya.
Dan jadilah, mereka saling diam-diaman sejak sore tadi hingga sekarang.
Keduanya tak ada yang mau memulai---Ethan yang masih marah pada Arabell---dan Arabell yang merasa bersalah pada Ethan.
Entah sampai kapan itu akan terjadi pada keduanya.

"Eth."
Panggil Arabell akhirnya, rasanya ia tak bisa terus-terusan berdiam-diaman dengan Ethan seperti ini.
Dia jadi kesepian, padahal biasanya Ethan selalu banyak bicara padanya.

Menghela napas lelah, Arabell menutup buku yang ditulisnya, menyusunnya di atas meja belajar kemudian naik ke atas tempat tidur.

"Kalau tak ingin menemaniku tidur juga malam ini, sebaiknya kau pergi ke kerajaanmu."
Arabell bersungut, menyembunyikan seluruh tubuh serta kepalanya di dalam selimut.

Meski suara Arabell teredam selimut, tapi Ethan masih dapat mendengarnya dengan jelas.
Alhasil, pria itu segera menaruh buku seni Arabell di meja belajar gadis itu.
Membaringkan dirinya di sisi Arabell, mengambil jarak yang agak jauh dari Arabell dan menghadapkan tubuhnya membelakangi Arabell yang masih bersembunyi di dalam selimut.

Merasakan tempat tidurnya bergerak, yang diyakini Arabell sebagai tubuh Ethan, ia membuka selimutnya cepat sambil memasang senyum cerah. Ternyata pria itu tetap menemaninya meski dalam keadaan marah padanya.

Arabell berbalik, wajahnya berubah sendu saat melihat Ethan membuat jarak agak jauh darinya, bahkan membelakanginya.

Tiba-tiba saja, tanpa diperintah dadanya terasa sesak, isakan kecil lolos begitu saja dari mulutnya.
Membuat Ethan yang mendengar hal itu berusaha memejamkan matanya, menguatkan diri agar tak terpengaruh oleh isakan Arabell.

Mengapa dia jadi cengeng seperti itu?

Tanya Ethan di dalam hati. Padahal sejak bertemu pertama kali dengan Arabell, dia yakin gadis itu adalah gadis yang kuat dan pemberani.

Namun akhir-akhir ini, Arabell seperti mudah menangis oleh hal-hal kecil.

"Sampai kapan kau akan mendiamkanku? Aku benci jika kau terus seperti ini, Eth. Jika kau terus seperti ini sebaiknya kau pergi meninggalkanku. Tak ada gunanya ke sini jika kau terus mendiamkanku seperti ini. Ini terasa sama saja kau tak ada."

Ethan bangkit dari tempat tidur, memasukkan kedua tangannya di saku celana, "Jadi ini pengusiran?"

Arabell terdiam, tertegun mendengar suara Ethan. Seolah suara pria itu sudah tak ia dengar beberapa tahun lamanya, "Bukan begitu---"

"Baiklah, aku akan pergi."

Arabell reflek melompat dari tempat tidur, memeluk Ethan yang sudah berbalik akan meninggalkannya. "Kenapa kau berpikiran seperti itu? Maksudku aku tak suka jika kau terus mendiamkanku, bukannya malah pergi begitu saja meninggalkanku."
Isak Arabell semakin keras di punggung Ethan.
Pelukannya semakin ia eratkan takut Ethan akan benar-benar pergi meninggalkannya.

Silver Eyes [ON GOING]Where stories live. Discover now