"Sorry," ucap Vanya dan berlalu pergi, tidak memperdulikan Rega yang terus saja memanggilnya, bahkan ia tak memperdulikan kakinya yang sedari tadi terasa lemas.

Saat ini yang ingin Vanya lakukan adalah menangis tanpa di ketuhi oleh orang lain, termasuk Rega.

***

"Tolol tau gak!"

Mevan yang tengah bermain onet refleks menoleh pada Rega yang tengah duduk di hadapannya dengan raut wajah kesal, astaga belum selesai juga ternyata pria di hadapannya ini berceramah? Ini sudah jam istirahat dan selama tiga jam tadi Rega masih terus saja berceramah, mengata-ngatai dirinya sambil mengabsen kebun binatang, memaki dirinya hanya karna masalah beberapa jam yang lalu tadi.

Mevan sadar jika dirinya salah, tapi tidak perlu di ceramahin hingga berjam-jam seperti itu juga, apalagi hingga mulut Rega berbusah seperti itu.

"Bego! Bukannya minta maaf malah nyelonong gitu aja, lo tau kan mata Vanya sembab? Gegara lo dia nangis pea!" ucap Rega yang kini benar-benar ingin memasukan Mevan ke dalam kandungan emaknya lagi.

"Iya iya gua tau! udah napa," geram Mevan yang sudah panas dengan cerocosan Rega.

"Lagian lo beneran benci samaa Vanya iya?" tanya Rega dengan raut wajah yang berubah serius.

"Engga! Gua cuman pengen dia sadar sama perasaan gua aja," kata Mevan sambil membuang muka, ia tak berani menatap Rega jika sudah berurusan dengan hati dan perasaanya.

"Lo pengen Vanya sadar kalo lo suka sama dia? Lo cinta sama dia? Gak gini caranya semvak miper!" Rega kali ini sudah benar-benar seperti air mendidih, merasa geram dengan Mevan yang menurutnya itu begitu bodoh.

"Cara loh salah besar Van, cara lo itu malah bikin Vanya terluka!" Rega terus saja menatap Mevan yang masih saja membuang muka.

"Terus lo sama Renata gimana?" tanya Rega, membuat Mevan menghela nafas lega karna telah mengalihkan topik.

"Gak gimana-gimana lah, gua sama dia temenan, kalo gua suka sama dia gak mungkin gua kek giniin Vanya," kata Mevan yang dalam hatinya kembali merasa cemas, karna takut jika Rega kembali membahas perasaanya pada Vanya.

"Tapi Renata suka sama lo Van."

"Gua gak nyuruh dia suka sama dia!" Mevan menghela nafas, menatap Rega yang tengah menatapnya dengan tatapan datar. "Kalo aja Vanya gak asal ngomong dan gak bantuin Renata buat deketin gua, pasti sekarang gua lagi pdkt sama Vanya," Mevan kembali membuang muka, dan sialnya tatapannya tak sengaja melihat Vanya tengah bersama Andra.

"Bangke!" umpat Mevan yang langsung bangun dari duduknya.

"Kemana lo?" teriak Rega yang terkejut saat Mevan tiba-tiba pergi.

"Ngurus dugong betina!" Mevan balik berteriak dengan nada kesal.

Rega yang mendengar itu hanya bisa mendumel tak jelas, baginya Mevan sama saja seperti para pengecut yang hanya ingin menungu orang lain yang memulainnya bukan dirinya yang memulai.

.
.
.

"Yaelah Anya ngapain gua bohong sih, itu asli kenyataannya," kata Andra dengan serius.

"Iya Andra iya Anya percaya, percaya kalo tikus itu beranak bukan bertelor," kata Vanya yang tengah menahan tawa karna ekspresi Andra yang begitu ingin ia tabok pake batu bata.

"Kalo gak percaya lagi-"

"Sama pak Daus disuruh bersihin kamar mandi sekarang!" suara Mevan menghentikan ucapan Andra dengan cepat.

Vanya dan Andra menoleh pada Mevan yang tengah menatap mereka dengan tatapan tak suka.

"Harus sekarang? Ini kan masih jam istirahat," kata Vanya, merasa aneh karma setau dirinya mereka harus membersihkan toilet setelah pulang sekolah.

"Sekarang!" ulang Mevan dengan nada begitu tak suka.

Vanya mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian menatap Andra yang mungkin merasa aneh dengan sikap Mevan.

"Nanti kita lanjut lagi yah Andra, Anya mau bersihin toilet dulu bye," pamit Vanya yang langsung berlalu melewati Mevan.

"Jangan pernah berani buat deketin Vanya lagi!" ucap Mevan dengan nada mengancam.

Dan tentu saja Vanya mendengar itu dengan begitu jelas, apalagi Vanya begitu tau arti dari ancaman itu.

"Anya kamar mandi cewek yah," kata Vanya setibanya di depan toilet.

"Iya," balas Mevan yang langsung berlalu masuk ke toilet pria.

Vanya menghela nafas, "hanya untuk beberapa hari, tenang saja," lirih Vanya sambil memegangi dadanya yang kembali sesak.

Selama membersihkan toilet tidak ada yang bersuara atau apapun, Mevan dan Vanya begitu tenang membersihkan toilet, bahkan ke duanya tidak membutuhkan bantuan satu sama lain, mereka melakukannya masing-masing hingga selesai.

Vanya mengantungkan kain pel di tempatnya semula, mencuci tangannya yang berubah memerah, mungkin gegara memeras kain pel tadi.

"Udah selesai?"

Vanya menatap cermin di hadapannya, dan di pantulan cermin itu ada Renata yang tengah berjalan ke arahnya.

Vanya berbalik, menerima botol akua yang di sodorkan oleh Renata.

"Thanks," ucap Vanya sambil meneguk air dari botol itu

Renata mengangguk sebagai jawaban.

"Sorry yah gua gak bisa bantu," kata Renata dengan raut wajah menyesal.

"Gapapa, lagian yang di hukum gua doang kok bukan sama lo," balas Vanya sambil mendudukan bokongnya di atas wastafel.

Matanya menatap jam yang melingkar di tanganya, ternyata masih jam pelajaran.

"Udah ke Mevan?" tanya Vanya.

"Udah," jawab Renata dengan nada yang terdengar jika dirinya tengah merasa malu.

"Ada apa?" tanya Vanya lagi.

"Tadi gua hampir kepeleset pas mau nyamperin Mevan, dan untungnya di selamatin sama Mevan," cerita Renata dengan penuh rasa senang.

Vanya tersenyum mendengarnya,

"Asli Nya jantung gua beneran ngedisko pas gua gak sengaja bertatapan sama Mevan," kata Renata sambil menyentuh dadanya yang detak jantungnya masih belum normal.

"Dasar," balas Vanya sambil turun dari wastafel.

"Belik ke kelas gih, gua masih ada perlu di di sini," kata Vanya yang membuat Renata binggung.

"Perut gua sakit Ren, gua mau meeting dulu sama kloset," tambah Vanya yang langsung masuk ke dalam kamar mandi.

***

Tbc💜

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now