37. Berdamai

1.1K 52 3
                                    

Mata Arion terlihat berkaca ketika ia menatap mansion yang sempat ia tinggalkan beberapa hari itu. Sebenarnya, ketika menatap rumah itu,  kekecewaan Arion terus muncul dibenaknya. Wajah kesal bersambung sendu ia tundukkan dengan perlahan. Arion belum kunjung melangkah dan malah terhenti di halaman rumah. Pak Herman menepuk pundak Arion perlahan. Wajahnya seakan memberitahu Arion untuk tetap kuat dan mencoba untuk melupakan semuanya.

"Arion?" Bu Gina berdiri melihat Arion masuk ke dalam rumah.

"Arion?!" Pak Edwin menatapnya dengan kesenduan. Ia sempat tertunduk malu untuk menyambut anak sambungnya tersebut.

Arion melangkah menuju Pak Edwin dengan penuh keberanian tanpa segan. Matanya menatap begitu serius seorang Papa sambung yang membuat keluarganya menjadi lengkap. Arion secara tiba-tiba menjatuhkan lututnya membuat semua orang di dalam rumah terkejut termasuk Pak Edwin yang melotot dan mundur dua langkah menghindari dengan segan dari tempat Arion berlutut.

"A ... Arion ... jangan seperti ini."

"Papa, Arion minta maaf. Mungkin perkataan Arion udah buat Papa tersinggung. Seluruh tindakan Arion yang mungkin buat Papa kecewa, maafin Arion."

Pak Edwin melangkah ke depan, membungkukkan setengah badannya untuk membantu Arion berdiri. Air mata Pak Edwin yang tertahan dengan sempurna, akhirnya keluar juga. Kedua tangan kekarnya menjamahi kedua pipi Arion yang basah karena air mata. Ia menatapi putera bungsunya dengan kesenduan.

"Nggak nak nggak. Papa yang salah sama kamu. Papa udah jadi Papa yang buruk buat anak-anak Papa selama ini."

Drama kesenduan mereka sempat teehenti ketika semua mata menuju pada Arga yang berada di lantai atas. Arga menuruni beberapa anak tangga dengan pincang. Kakinya sempat terkilir karena pertarungan mereka waktu itu. Arga telah mendapat hukuman dari hidupnya sendiri. 

Arion masih menatap Arga emosi. Namun kali ini, ia harus ingat perkataan Nara.

"Yang memaafkan pasti lebih mulia."

Kata itu terus terngiang di telinganya. Tangan lembut Bu Gina mengelus pundak Arion. Ia menguatkan Arion untuk bisa saling berdamai dengan Arga. Walau keadaan yang memaksa untuk dirinya melakukan itu.

Arga tertunduk sesal. Ia mengeluarkan air matanya lagi. Kakak tiri dari Arion itu kemudian bertekuk lutut di depan Arion yang membuat mata Arion terbelalak. Arion bahkan mundur beberapa langkah karena kaget.

"Maafin gua. Gua udah ngancurin separuh hidup lo. Gue gak bisa berkata apapun selain maaf."

Arga membuat Arion menatapnya tajam. Alis matanya sudah terangkat heran menatap pria yang tengah bertekuk lutut di depannya. Arion bergeming kesal dalam batin. Ia mengalihkan pandangan ke segala arah menahan amarah dalam benaknya. Ia menghela napasnya sejenak dan kembali menunduk ke bawah tepatnya menatap wajah Arga yang menyesal.

Dengan agak kasar, Arion menarik Arga untuk berdiri menghentikan penyesalannya.

"Gue udah maafin lo."

"Silakan lo mau hukum gua apapun, lo mau penjarain gua silahkan. ketamakan juga keegoisan gua pantas dapat ganjaran."

"Sayangnya, gua bukan orang yang begitu mudah memanjarakan orang lain. Terlebih lagi Mama udah anggap lo sebagai anak. Walaupun gua gak pernah mau punya saudar, gua berusaha apapun itu demi Mama. Jadi, gua mohon jangan kecewain Mama gua. Karena itu, ikut gua buat bahagiain mereka."

Mata Arga melebar dengan sempurna ketika ia menjadi pendengar baik setiap kata yang keluar dari mulut Arion. Tak pernah disangka jika Arion yang penuh dengan dendam, mampu memaafkan orang yang sudah menghancurkannya dalam sekejap. Arion benar-benar telah berubah saat ini. Walau kekesalan memang selalu hinggap dibenaknya, namun ia mampu melakukan yang terbaik untuk memperbaiki hubungan keluarganya saat ini.

MILLION DOLLAR MANWhere stories live. Discover now