35. Baku Hantam

1.1K 60 9
                                    

Ponsel Arion berdering begitu nyaring. Suara itu mengganggunya ketika ia tengah dikuasai oleh amarah. Ia menghentikan langkahnya, merogoh saku celananya dengan kasar. Alis matanya masih terus terangkat emosi. Bahkan perban di kakinya, ia kalungkan di pergelangan tangannya. Arion benar-benar sudah siap untuk berperang.

"Iya Pak Herman?"

"Pelaku penembakan sudah ditemukan, dia sudah dimintai keterangan dihadapan Pak Edwin."

"Siapa pelakunya?"

"Dia orang yang sama yang menghanguskan Bar kamu di Thailand."

"Hah? Cepet bilang sama gua siapa dia?"

"Arga ... dia bilang dia suruhan Arga. Arion, saya mohon kamu hentikan untuk pergi ke proyek. Ayo kami bicarakan secara kekeluargaan."

"Gak bisa. Arga harus mati di tangan gua."

Ucapan Pak Herman lewat telepon membuat emosi Arion semakin memuncak. Ia mengepal keras ponselnya dengan penuh emosi. Ia mengingat semua sikap Arga, ketika ia menentang dan berpura-pura menjadi orang suci di hadapannya. Ternyata, musuhnya sendiri telah hidup bersamanya dalam satu mansion mewah itu.

"Gua udah gak tahan lagi sama bajingan kayak dia. DIA HARUS MATI DI TANGAN GUA!" Gumaman Arion terdengar oleh Aldo yang tengah bersembunyi di belakang tembok kantor Arga.

Arion keluar dengan gagah dari ruang kantor itu. Aldo berusaha sebisa mungkin untuk bersembunyi di balik tembok. Terlihat wajah Arion yang sudah tak terkendali. Sepercik darah terlihat dari tangannya. Aldo segera mungkin mengikuti langkahnya untuk mencari saudara tiriynya itu.

"Aduh, waspada level dewa nih. Gue harus telepon Pak Herman."

Mata Arion menyurang tajam melihat kedua pria terlihat berdiri menatapi proyek yang tengah ditengah dikerjakan Arion bersama Pak Budi. Tangannya mengepal keras dengan amarah hingga mengeluarkan beberapa otot-otor dan uratnya. Hembusan napas emosi membawa angin amarah yang begitu besar.

"ARGAAAAA!" Teriakan Arion bak auman singa yang begitu marah. Alisnya terus mengerut menatap emosi Arga di depan sana.

Arga menoleh karena suara itu. Matanya melotot tajam menatap Arion yang tentunya siap untuk menerkam. Tapi, di ujung sana tak terlihat wajah Arga yang menyesal. Ia kemudian terkekeh serasa menyambut Arion begitu senang.

"Waw, liat siapa yang datang."

Ajudannya itu sudah cemas melihat Arion penuh dengan amarah. Namun, dia masih setia berada di samping Arga.

"Ga. Gimana ini? Gue rasa semua udah tau. Ayo pergi!" ucap ajudan Arga yang terlihat cemas.

Namun sepertinya Arga tak mengindahkan perkataan ajudannya. Karena terlihat sebuah botol wine yang ia pegang dengan kuat. Ternyata, Arga belum jera terhadap minuman itu. Kondisi Arga yang setengah sadar karena mabuk membuat ajudan itu malah melarikan diri meninggalkan Arga yang sudah siap untuk menjadi mangsa Arion.

"Sialan lo. Dasar babu pengecut. Duh, bego banget dah dia. Kabur cuma liat pecundang bajingan itu," ucap Arga dengan masih terkendali oleh minuman itu. Perlahan, ia menghampiri Arion yang sudah tak tahan ingin segera memukulnya.

"Liat .... liat kerjaan lo. Sampe sekarang belum juga selesai. Haha, gue udah bilang sama lo, orang bodoh gak harus ngelakuin hal ini, itu buang-buang waktu. Paham gak lo, hah? Lo tuli ya? Haha." Ucapan Arga sudah tak terkontrol.

Arion melangkah cepat menuju Arga.

Bugghh

Pukulan keras mendarat di wajah Arga yang membuat emosinya naik tiba-tiba. Pengaruh minuman itu ternyata telah membuat naluri manusianya telah hilang. Dan pukulan Arion pun telah menyadarkan Arga yang sebelumnya mabuk berat. Ia tergeletak di dasar tanah dengan botol wine yang pecah terjatuh menggores telapak tangannya. Bibirnya juga telah pecah karena tonjokkan keras Arion. Ia terus mengoles darah dari ujung mulutnya. Kemudian, wajah emosinya menoleh pada saudara tirinya itu.

MILLION DOLLAR MANWhere stories live. Discover now