8. Uang

1.9K 105 2
                                    

Setelah selesai makan, Nara hendak pergi dari kampus. Namun saat dirinya tengah menyebrang, mobil mewah menyerempet dirinya hingga terpingkal jatuh dari badan jalan. Kejadian itu sontak mengejutkan dirinya maupun si pengendara mobil itu.

"Owww...."

Turun seorang berkacamata hitam dari dalam mobil. Kelihatannya sih, bukan mobil biasa.

"Lo gak apa-apa?" Ia membuka kacamata hitam yang melekat di matanya. Menatap datar Nara yang terkapar jatuh di tanah.

Nara menatapnya melotot sampai merasa kedua bola matanya ingin melompat.

"Lo? Bisa nyetir gak sih lo? Gak pake mata!"

"Apa? Heh, kenapa lo yang jadi marah-marah sama gue? Lo liat zebra cross di sebelah sana dan lo nyebrang di mana?" Rion berbalik ketus.

Nara canggung sendiri karena pernyataan pria itu memang benar. Wajahnya masih meringis kesakitan menatap kesal wajah Arion yang tak sama sekali merasa berdosa. Rion beranjak bangun dari jongkoknya, mengeluarkan sebuah dompet dari saku celananya. Ya, orang yang menabraknya itu adalah Arion. Si crazy rich yang melempar selebaran Nara waktu itu, dan mampu membuat Nara begitu jengkel atas sikapnya. Dan kesialan apalagi Nara bisa bertemu dengannya.

"Nih buat ganti rugi luka lo!" Rion melemparkan beberapa lembar uang Dollar pada Nara yang masih terduduk lemah di dasar tanah.

Nara melotot jengkel karena dihujani Dollar oleh orang yang bahkan perbuatannya saja bernilai Nol di matanya. Gadis bernama Nara itu bergegas bangun, mengambil Dollar yang berserakan di tanah dengan kasar. Ia meremas uang Dollar itu dan dibuangnya kembali ke wajah Rion, membuat pria berwajah visual itu terkaget-kaget.

"Lo kira luka gue mesin? Bisa diservis seenaknya. Lo kira gue pengemis dilemparin duit beginian. Ucapan lo aja gak berarti buat gue, apalagi duit lo! Najis gue terima!" Emosi Nara mulai terpancing.

"Kok lo nyolot sih? Gue udah kasih duit juga malah ngomel-ngomel. Yang salah lo, gue udah baik kasih lo Dollar, lo bisa tukar ini di Bank jadi rupiah yang banyak. Lo gila nolak mentah-mentah begini."

"Gue lebih baik luka kayak gini, dari pada nerima bantuan dari kertas konyol lo ini."

"Apa? Kertas konyol?" Rion jengkel. Ia tak habis pikir dengan gadis itu. Ya, dia berani membentak dan melawan perkataannya yang tak bisa dilakukan gadis manapun di wilayah kampus Gemilang.

"Buat kali ini, gue baik sama lo karena gak jeblosin lo ke jeruji besi dan gue gak mau nerima duit konyol lo itu, juga gak mau berurusan sama orang macem lo yang lidahnya gak bisa sekalipun ngucap kata maaf di depan orang," ketus Nara sekali lagi melempar Dollar ke depan wajah Rion.

Nara pergi dengan kaki yang pincang bersamaan dengan rasa jengkel yang bersambung kesal sendiri. Cowok berparas tampan ternyata tak semenyenangkan yang Nara bayangkan. Laki-laki penuh dengan kesombongan yang malah membuat kepalanya pusing sendiri ketika menimpali.

Sementara mata Rion terus terbelelak. Ia tak mengerti dengan manusia yang baru saja ada di hadapannya itu. Menghinanya tanpa dosa. Apakah gadis itu sedang mencari kematian padanya?

"Anjir tuh cewek, beraninya dia ngehina gue abis-abisan kayak gini. Untung lo cewek. Kalau gak, gue bakal tabrak aja sampe kakinya patah. Dia kira dia siapa berhadapan sama gue. Kertas konyol? Dasar MANIAC." Rion menggerutu di dalam mobilnya.

Siang terik, restoran ayam milik orangtua Nara masih terlihat sepi. Nara datang dengan kaki pincangnya. Raut kecemasan terlihat dari seorang ibu, beliau menghampirinya dengan kekhawatiran.

"Kamu kenapa Nara?"

"Tadi Nara keserempet mobil bu."

"Ya ampun, kenapa gak hati-hati? Biar ibu obatin."

Gadis itu tengah meringis kesakitan, karena obat oles yang dioleskan pada kakinya berujung rasa nyeri yang sangat hebat. Ia tak pernah berpikir jika rasanya akan sesakit itu. Tapi di balik itu semua, rasa kesalnya pada lelaki itu lebih besar dari rasa sakit kakinya yang lecet karena bergesekan dengan aspal jalanan.

"Di mana Kaffa bu?"

"Adik kamu lagi main di rumah temennya. Dia lagi kesel sama ibu karena ibu gak kasih dia uang buat beli buku sastra baru."

"Kenapa ibu gak kasih uangnya?"

"Kamu tau kan Ra, akhir-akhir ini resto ayam kita sepi. Tabungan ibu udah habis buat modalin Ayah kamu yang katanya mau buka usaha," ucap Bu Iren.

"Usaha? Usaha apa Bu? Selama ini semua usaha yang Ayah bikin itu semua gak ada yang sukses, ujung-ujungnya pasti gulung tikar. Kenapa sih Bu, Ayah gak mau berubah. Harusnya dia gak terus ikut-ikutan apa kata temannya, temannya itu semua penipu."

"Jaga omongan kamu nak. Udah lah ibu pusing gak mau denger soal Ayah kamu lagi!"

"Kalau gue terima uang tadi yang ada gue malu, tapi kalau gue terima gue bisa kasih uangnya ke Kaffa," batinnya.

Sore hari, Nara sudah rapih terlihat menggunakan seragam khas taekwondo berwarna putih. Di sela Nara menjadi pekerja serabutan, ia adalah Guru Taekwondo di daerahnya. Nara belajar semua itu dari kakeknya yang telah meninggalkan dunia untuk selamanya. Bakat yang ia punya saat ini adalah sumber rezeki baginya. Lelah, sudah pasti dirasakan Nara.

"Kak Obi!" Sapaan Nara pada laki-laki yang tersenyum di depannya.

"Nih buat kamu."

Sekuntum bunga mawar berwarna merah tengah berseri di penglihatan Nara. Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Nara bisa merasakan apa itu jatuh cinta.

"Kak Obi kenapa ke sini?"

"Ya kakak mau liat kamu ngelatih anak-anak, kakak bawain kamu minuman segar."

"Makasih banyak." Nara blushing.

"Sama-sama pacarku yang tangguh. Ngomong-ngomong, besok kakak dipanggil kerja di luar kota." Ucapan Obi membuat Nara kaget.

"Ke mana? Berapa lama?"

"Kakak dikontrak selama dua tahun di Surabaya. Maafin kakak, karena ini kesempatan emas yang kakak dapet."

"Terus, gimana sama hubungan kita?"

"Kamu gak keberatan kan kalau kita LDR?" Obi terlihat canggung. Bahkan keadaan harus memaksa mereka untuk melakukan LDR.

"LDR?" Nara menundukkan wajahnya. Tersirat kekecewaan di wajah Nara karena berita yang menyedihkan hatinya. Sungguh, siapa yang ingin menjalani hubungan jarak jauh dengan orang yang disayang. Setiap ingin bertemu, harus melalui telepon genggam.

"Nara, kakak janji bakalan setia sama kamu. Kamu kan yang selama ini udah ngertiin kakak dalam banyak hal, kamu percaya kan sama kakak?"

"Iya! Kalau kak Obi mau pergi, pergilah. Kejar cita-cita kakak, jaga diri baik-baik di sana, jangan lupa kabarin Nara."

"Pasti." Tangan Obi lantas melingkar di pundak Nara, memegangnya erat dengan penuh kasih sayang.



Voment🙏😂thx

MILLION DOLLAR MANМесто, где живут истории. Откройте их для себя