5. Young CEO

2.2K 117 4
                                    

Terdengar suara bising dari sebuah ruangan. Bola demi bola disodok oleh laki-laki yang asyik bermain billiard. Ruangan itu penuh dengan para pemuda. Banyak gelas-gelas wine yang terpajang di tempat itu.

"Bro, lo tau gak? Lo itu jadi trending crazy rich paling tersohor di kampus." Aldo memperlihatkan ponselnya pada Rion.

Arion masih bergeming fokus menyodok setiap bola yang ia targetkan untuk masuk ke setiap celah lubang di setiap sisi papan.

"Ada yang komen lagi nih. Ada yang minta lo buat jadi pacarnya. Hahaha. Nyari mati nih orang."

Tangan Arion terhenti dan ia membenarkan posisi tubuhnya yang berubah menjadi tegak seraya menatap Aldo dengan tanpa maksud. Matanya menjadi mendatar sayu tanpa eskpresi yang ia keluarkan. Ya, Aldo memang tahu kalau Arion sangat sensitif jika sudah mendengar kata 'pacar', bahkan ia merubah kata itu sebagai kata yang paling menjijikan di hidupnya.

"Kenapa semua orang buang-buang waktu cuma buat buang waktu sama cewek? Lo tau, itu hal bodoh yang selalu dilakuin orang-orang yang gak punya keyakinan diri. Menawarkan diri dengan mudah. Apa lo pikir itu sama aja jatohin harga diri?"

Aldo menyeringai aneh mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Arion yang menurutnya malah sok bijak.

"Keyakinan diri? Emang, lo udah yakin sama diri lo sendiri? Lo bahkan gak tau caranya menghargai orang lain. Lo udah banyak ngehina cewek-cewek yang tolakin satu persatu dengan ucapan lo yang agak menohok, itu sama aja ngelukain harga diri mereka." Aldo merebahkan dirinya di sofa. Ucapannya membuat Arion melotot kesal. Alisnya sudah terangkat sempurna.

"Heh simpanse. Lo pikir lo siapa nyeramahin gue tentang harga diri? Gue bertindak kayak gitu justru ngelindungi harga diri mereka. Mereka aja yang terlalu obsesi dan buang waktu buat memuja orang lain yang bahkan gak pernah bisa liat mereka."

Jawaban Arion membuat Aldo mengerucutkan mulutnya melirik Arion yang bahkan mulai memikirkan perkataannya. Ia mengulas senyum menyindir.

Di mansionnya, terdengar langkah sepatu yang tenang. Rumah yang disebut mansion itu terlihat begitu luas.  Bahkan baru sampai gerbang depan saja, masih harus menjangkau jarak yang jauh untuk sampai ke rumahnya. Arion bahkan sering tertangkap menggunakan Buggy jika ia malah berjalan ataupun malas menyetir memasukkan mobilnya ke dalam basement tersembunyi keluarga Edzard.

"Den Rion, udah pulang," sambut Bik Sari.

"Siapin saya makanan, saya lapar."

Baru beberapa menit Rion duduk, ponselnya seketika berdering.

"Siapa sih yang nelpon, gak tau orang udah kelaparan begini."

Diangkat telpon olehnya. Terdengar suara bising yang sulit didengar telinganya. Matanya menyurang jengkel karena suara itu sangat tak bisa didengar secara jelas. Arion bisa saja emosi dan menggebrak mejanya karena emosi hanya karena mendengar suara yang gak jelas.

"Do .... Aldo ... woy! Kenapa lo telpon gue? Sialan. Gue mau makan, lapar nih."

"Bro! To ... tolongin gue bro. Gue tiba-tiba diserang orang di deket kampus." Suara Aldo terbata ketika ia menjawab pertanyaan Arion.

Arion yang tengah menunggu makanannya lantas bergegas meninggalkan rumah. Ia mengambil kembali jaketnya dan melangkah pergi dengan begitu tergesa.

"Den, mau ke mana? Ini makanannya," teriak Bik Sari yang ikut mengejar Arion keluar rumah.

Sampai di sana, Arion membuka pintu lamborgininya. Terlihat Aldo yang tengah dikeroyok sejumlah mahasiswa dari kampus lain.

"Woy!" Teriakan Arion seketika membuat mereka tertegun.

MILLION DOLLAR MANWhere stories live. Discover now