100. Epilog

212 17 15
                                    

Salju tidak turun hari ini namun jelas sekali malam tadi terdapat badai salju yang tidak terlalu membahayakan. Halaman belakangnya kini dipenuhi tumpukan salju berwarna putih dengan langit yang cukup cerah untuk musim salju. Dari dapur, ia bisa mendengarkan berita mengenai cuaca hari ini. Ia merasa lega ketika mengetahui dua hari kedepan cuaca bisa dipastikan akan cerah. Setidaknya ia tidak akan selalu terkurung di dalam rumah.

Derapan kecil beserta pintu geser terbuka secara tergesa-gesa membuatnya mengantisipasi apa yang akan terdengar di telinganya setelah itu. 

"Mama!" 

Setengah tersenyum, Dila tidak memutar badannya hanya untuk melihat anak perempuan kecilnya sedang berlari. Cookies cokelat andalannya pasti akan menghapus semua rengekan yang terdengar di rumah ini. 

"Papa! Faris tadi menarik rambutku!" 

Nahkan, seperti yang sudah diperkirakan. Mereka memang tidak pernah habis menjahili satu sama lain. Dila hanya mencoba untuk menenangkan diri. 

"Faris, kenapa menarik rambut Aisha?" 

"Papa percaya Aisha?!" 

Dila membawa nampan berisikan cookies cokelat bersama tiga gelas susu. Banyaknya mulut di rumah ini terkadang membuat Dila kewalahan untuk membuat masakan apapun. Bukannya ia keberatan, hanya saja kedua anaknya dan Rivan selalu makan begitu banyak. 

"Nah, nah, kenapa semua orang hari ini begitu senang untuk berteriak?" 

Tiga orang yang masih bergelut argumen segera menatap Dila dengan ekspresi polos meminta bantuan untuk segera menyelesaikan masalah apapun yang sedang mereka hadapi. Dengan itu Dila mengembuskan napas panjang. Ia menyimpan nampan di atas meja dan menghampiri Faris juga Aisha. 

Mereka adalah anak kembar yang bisa dikatakan cukup identik. Rambut Faris dan Aisha sangat mirip dengan rambut miliknya, mata Faris lebih condong terlihat seperti Rivan yang tajam namun ramah secara bersamaan sementara Aisha memiliki mata bulat yang mau dilihat darimana pun semua orang akan setuju bahwa mata itu adalah mata yang sama seperti milik Dila. 

Siapa yang menyangka jika pada kehamilan pertamanya, ia akan memiliki anak kembar dengan gender yang berbeda? 

Tidak pernah bisa ia bayangkan. 

Satu hal yang membuatnya sangat bersyukur walaupun selama delapan bulan lebih ia mengalami banyak kesulitan dengan dua jiwa yang sering mengganggunya tiap malam dan tak henti-henti menendang adalah ketika akhirnya ia bisa mendengar Faris dan Aisha yang akhirnya terlahir ke dunia. Meskipun mereka lahir lebih cepat, mereka terlahir dengan berat badan yang cukup dan kondisi yang normal juga sehat. 

"Faris pasti hanya mencoba untuk membersihkan salju dari rambut Aisha, lebih baik kalian minum susu hangat ini dan kembalilah bermain." 

Aisha menatap kembarannya dengan skeptis. Tak salah lagi itu adalah pandangan yang sering Dila berikan pada Rivan. Buah memang tak jatuh jauh dari pohonnya dan itu membuat Dila sedikit terkekeh. 

"Benar kata Mama." 

Dila mengelus kedua puncak kepala mereka mencoba untuk melerai ketegangan diantara anak kembarnya. Tanpa berpikir panjang mereka memulai pertarungan untuk meminum susu hangat dengan cepat dan kembali berlari kesana kemari diatas tumpukan salju. Dila mendengar suara kekehan dibelakang tubuhnya. 

"Tiap kali aku mendapatkan tatapan itu dari Aisha, aku selalu berpikir bahwa sepertinya Aisha akan tumbuh keras kepala sepertimu." 

Dila memutar tubuhnya, menemukan Rivan kini berdiri tepat di sampingnya. Kini ia bisa melihat sedikit kerutan di sekitar mata yang masih terhalang lensa kacamata. Selama ini ia selalu meminta Rivan untuk tidak mengganti model kacamatanya. Sebuah keinginan yang hanya berdasar dari egonya karena Rivan terlihat tampan dengan model kacamata seperti itu. Bahkan dengan umur yang sudah semakin tua pun ia tak pernah bosan menatap wajah Rivan.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang