54. Tidak Semudah Itu

275 31 3
                                    

"Aku mencintaimu."

Mata Rivan menemukan sebuah kekosongan dari pandangan Dila yang kini benar-benar tertuju padanya. Ia tak tahu apakah itu merupakan tanda yang bagus atau bagaimana, namun wajah Dila seperti biasa tak bisa di tebak.

Di sisi lain Dila hanya membeku ketika mendengar dua kata yang paling Dila ingin dengar itu. Dua kata keramat yang tak pernah Dila ucapkan pada siapapun itu keluar dari mulut pria yang dicintainya.

Tunggu.

Apa ia harus senang karena permintaannya tadi terkabul?

"Hah?"

"Aku sudah tahu bahwa kau mencintaiku, maka aku akan jujur padamu bahwa aku mencintaimu juga. Dan aku berharap hubungan kita menjadi kenyataan."

That's shit.

'Tentu saja aku memilih kamu. Kamu kan pacarku.'

Apa itu?

Dila memicingkan matanya pada Rivan menunjukkan sebuah pandangan kebencian yang sebenarnya ditunjukkan pada suara yang tadi muncul di kepalanya. Suara Angga masih terngiang dan itu adalah kalimat yang paling Dila benci.

He is a snake.

"Kau tidak boleh seperti itu Rivan."

Dila menenangkan dirinya dan memandang Rivan dengan pandangan paling memohon yang pernah ia ciptakan.

"Apa salah jika aku menyukaimu Dil? Ketika aku ingin memperjuangkan hubungan kita dan kau lebih memilih untuk mundur?" Dila menatap Rivan terkejut ketika sedikitnya pria itu berteriak di hadapan Dila.

"Sejak kapan kau egois Rivan? Maaf, tapi setahuku kau tidak seperti ini."

Dila memandang balik Rivan yang semakin menjadi-jadi. Pria itu seakan lupa bahwa dirinya sedang sakit.

"Sejak kapan? Sejak kau tak memberitahuku kebenarannya. Masa lalumu, semua yang sudah kau lakukan. Bahkan aku baru mengetahui bahwa kau adalah Aulin Collins dari Salsabila, bukan dari mulut mu sendiri. Ada apa denganmu?"

Rahang Dila menegang dan rasa pening di kepalanya tak bisa berhenti, memberikannya sebuah energi lebih untuk emosi dan siap membanting apapun yang bisa ia banting. Persetan dengan semua harga dirinya, ia ingin sekali menampar Rivan yang tak memikirkan apapun. Namun Dila kembali diam dengan mencengkram lebih erat mangkuk di pangkuannya.

"Setidaknya mari kita hadapi bersama-sama."

Suara-suara di kepalanya berdengung mengerikan tak memberikan Dila jeda untuk bernapas dan berpikir jernih. Keringat dingin sudah bermunculan di dahinya dan meluncur ke samping wajahnya yang sedikit terpoles make up. Memperlihatkan sebuah kulit putih pucat yang sehat namun penuh kesan kelelahan.

Setiap kalimat permohonan dari Rivan bercampur dengan suara Angga di masa lalu yang masih terekam jelas di ingatannya. Membuatnya gusar dan tak nyaman.

"Makanlah."

Dengan suara yang parau, Dila kembali memberikan perintah pada Rivan dan menyerahkan mangkuk berisi bubur yang Dila dengar buatan Amara itu pada Rivan. Lalu berdiri untuk segera meninggalkan kamar gelap yang suram juga sesak.

PRANG!

Baru saja ia berjalan beberapa langkah, pecahan mangkuk itu sedikit berhasil melukai kaki Dila. Dila berbalik menemukan Rivan yang masih terduduk di kasur dengan tatapannya yang tak pernah meninggalkan Dila. Sementara perempuan itu melemparkan tatapan emosi pada Rivan.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang