12. Persetujuan

924 61 3
                                    

Baik Dila maupun Rivan memalingkan wajah pada sumber suara. Mereka tahu apa yang mereka hadapi. Well, sebenarnya Dila tidak. Hanya Rivan yang mengetahui. Yang jelas adalah Dila mengetahui bahwa ini sesuatu yang buruk.

"Mama tidak percaya kita akan bertemu di sini." Seorang wanita yang sudah cukup tua memeluk Rivan.

'Mama? Oh! Ibu Rivan. Crap.'

Dila melihat keluarga Rivan. Mereka semua memperhatikan Dila dengan senyuman yang mengembang di wajah. Itu jelas-jelas merupakan hal yang tidak baik. Terlebih Salsabila yang kini bersembunyi sembari tersenyum di balik tubuh... siapa itu? Hardi?

"Bagaimana kau ini, ia perempuan yang harus kau jaga tapi kau tidak memperkenalkannya pada Mama? Anak macam apa itu?"

Dila tersenyum canggung pada Ibu Rivan yang kini menatap usil pada Rivan.

"Maafkan Rivan, nak. Mungkin ia bingung harus berlaku seperti apa jika kekasihnya bertemu dengan keluarganya sendiri." Ibu Rivan mencubit lengan Rivan. Dila ikut meringis.

"Tenang saja Tante."

Ungkapan singkat itu mampu mengalihkan perhatian Ibu Rivan pada Dila.

Dari cara memandang Ibu Rivan, Dila tahu ada yang tidak beres. Mungkin sesuatu yang mengejutkan akan terjadi. Atau sesuatu akan terungkap? Sepertinya begitu. Tatapan mata itu mengingatkan Dila pada dirinya sendiri. Patut diakui bahwa Dila terkadang berada di depan cermin dalam waktu yang panjang. Karena ia ingin melihat ekspresi apa yang ia tunjukkan pada saat ia berbincang.

Hal itu cukup serupa dengan Ibu Rivan. Tatapan mata yang menghunus itu, Dila tahu betul karena tatapannya sama.

"Ow, Pa! Lihat. Rivan memilih kekasih yang bagus." Dila mengerutkan kening.

"Begitukah?"

"Boleh Tante lihat tangan kirimu?" Ujar Ibu Rivan dengan beberapa kali lirikan pada pergelangan tangan Dila.

"Tentu saja."

Sesegera mungkin Dila menunjukkan pergelangan tangannya. Ia ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh wanita di hadapannya itu.

Ibu Rivan mulai menyentuh pergelangan tangannya. Menatapnya sebentar, lalu tersenyum gembira. Seperti ia menemukan sesuatu yang bagus dari tangan Dila.

"Rivan, kau bisa saja memilih wanita yang baik. Lihat, ada beberapa goresan di jemarinya. Tante yakin kamu wanita yang pandai memasak."

Oh.. begitu. Dila tahu apa yang akan di hadapinya kali ini. Sesuatu yang benar-benar buruk dan juga menantang.

***

'when will I see you again'

Alunan lagu Adele benar-benar menyentuh hati Dila. Suasana yang santai membantunya untuk berpikir jernih. Namun Dila lebih nyaman apabila disuguhi alunan musik klasik. Suara piano yang classy mungkin akan membantunya dengan lebih baik.

Cafe ini pun tak terlalu penuh. Hanya ada orang-orang yang sedang mengambil potret mereka, seakan mereka adalah makhluk paling keren yang pernah ada karena sudah mendatangi cafe bergaya Eropa ini. Atau Inggris? Lalu apa bedanya Eropa dengan Inggris, jika Inggris saja berada di Eropa? Dan apa yang sedang Dila pikirkan. Tolong jangan dipikirkan.

Rivan duduk dengan canggung di hadapannya. Mereka memesan milkshake dan dua waffle. Kalimat yang sejak tadi mengganggu Dila adalah waffle cafe ini tak lebih baik dari waffle buatannya. Teksturnya sedikit keras, tak terlalu lembut.

Kembali pada keadaan, sejujurnya ia bingung karena Ibu Rivan -beserta antek-anteknya- mengajak Dila -yang sebenarnya lebih condong pada suruhan- untuk datang ke kediaman mereka. Minggu depan. Sekali lagi, minggu depan. Tentu saja Dila tak bisa menolak ketika dengan kacaunya Rivan menatap Dila dengan tatapan memohon.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang