44. Rasa 'nya'

376 39 13
                                    

Saat itu Lina sepenuhnya sadar ketika pukul dua pagi Dila membuka pintu masuk utama. Yuni dan Airu segera berdiri ketika mendengar suara kunci juga Robin yang mulai berlari ke pintu utama. Di saat yang sama, mereka mengembuskan napas lega ketika mendengar suara Dila yang kini terdengar begitu jelas sedang tertawa.

"Robin, stop."

Dila menempatkan satu tangannya di depan untuk menghentikan pergerakan Robin yang masih berusaha mendekat pada dirinya yang kini terlihat begitu segar.

"Dila Maulin Sucipto kau darimana? Kami mengkhawatirkanmu!"

Lina memeluk tubuh Dila begitu erat, membuatnya tercekik dan hanya tertawa.

"Kami?"

Dila mengangkat sebelah alisnya ketika Lina sudah melepaskan pelukan super kuatnya.

"Ya, kami. Fadli bahkan mencarimu."

Itu baru membuat Dila terkejut. Ia membawa ponselnya dan segera memberi pesan singkat bahwa dirinya sudah berada di rumah pada Fadli.

"Apa sesuatu terjadi? Sampai-sampai Fadli berteriak padaku saat menelepon Rivan."

Aku tak mungkin mengatakan pada mereka mengenai hal ini.

"Tidak ada sesuatu yang terjadi. Lagi pula aku sudah katakan bahwa hari ini aku pulang telat bukan?"

Dengan senyumannya, Dila berjalan santai menuju dapur dan memerintahkan dua saudari serta temannya untuk tidur. Mengatakan bahwa dirinya akan mengerjakan sesuatu yang penting dan mungkin akan tidur telat.

Atau mungkin ia tak akan tidur.

Ia sudah memiliki pemikiran negatif bahwa meskipun ia pergi berbaring dan terlelap, mimpi buruk akan datang dan tak membiarkannya untuk istirahat. Namun membiarkannya untuk kembali mengenang rasa-rasa paling menyakitkan yang pernah ia alami. Itu merupakan pilihan bodoh, lebih baik ia tetap terjaga dan menyelesaikan sketsa-sketsa untuk komik yang chapter terbarunya akan segera dirilis oleh penerbit.

Beruntung orang-orang yang menginap di rumahnya sudah memasuki tahap menuju dunia bunga tidur. Ia sekali lagi bisa bernapas lega dan segera menggiring Robin ke halaman belakang rumahnya. Mungkin membersihkan diri bukan merupakan hal yang buruk juga. Ia harus melakukan banyak hal di pagi buta ini. Setelah memastikan bahwa Robin berada di halaman belakang rumahnya dan tak bisa masuk ke rumah utama, ia masuk kedalam kamar mandi dengan tenang.

***

"Kita bisa mengatakan bahwa harga pasar sedang meningkat. Ada baiknya untuk mengurangi produksi produk terdahulu. Yang mana kini pasaran sedang menggandrungi produk baru kita."

Dan selebihnya Dila tak mendengar apa yang dikatakan oleh seseorang yang berdiri di balik podium itu.

Akhirnya dengan tangan yang tak berhenti memainkan pulpen, Dila memilih untuk menggambar di balik kertas laporan. Seperti biasa hanya dirinya seorang perempuan yang berada di ruangan dingin dan pengap itu. Terlebih dengan dikelilingi terlalu banyak testosterone membuatnya pening.

Faktanya ia berkumpul dengan pria-pria yang merupakan pemimpin di bidangnya masing-masing, yang tentunya memiliki kharisma yang kuat. Siapapun yang tak biasa berkumpul dengan mereka pasti akan mengalami kecanggungan yang luar biasa.

Sekali lagi Dila memutar bola matanya.

Dari sudut matanya, ia bisa melihat dengan jelas apa yang Rivan lakukan di tempat duduknya yang posisinya cukup jauh dari Dila. Ia cukup serius mengikuti rapat ini dan mengajukan beberapa solusi yang mungkin pas untuk apapun yang sedang mereka bicarakan.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang