27. Lagi dan Lagi

639 41 1
                                    

"Aku... di mana ini?"

Aku duduk di sudut ruangan yang begitu gelap. Rasanya seperti tenggelam dalam lautan kegelapan. Aku merenung beberapa saat sebelum akhirnya terdapat cahaya yang menyilaukan mata.

Kembali rasanya tertarik begitu kuat dari belakang hingga dapat kurasakan bahwa tubuh bagian belakangku menabrak sesuatu yang begitu menyakitkan namun empuk secara bersamaan.

"Sayang? Apa kau sudah bangun?"

Mau tak mau akhirnya aku membuka mata untuk menatap seseorang yang begitu saja memanggilku 'sayang'.
Di sana, tepat di hadapanku, berdiri Rivan dengan handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya. Tak mengenakan pakaian hanya mengenakan celana selutut. Dari apa yang ku pikirkan, ia pasti baru saja mandi.

Dalam sekejap, mataku membulat.

"Sayang?"

Kata yang membingungkan itu keluar dari mulutku. Seakan memanggil Rivan yang kini sedang fokus mengeringkan rambutnya. Ia berbalik dan tersenyum. Begitu damai dan menatapku dengan tatapan seakan ia benar-benar mencintaiku.

"Ada apa? Apa istirahatnya belum cukup?"

Aku tak menjawab apapun, melainkan duduk sesegera mungkin untuk memperhatikan kamar yang begitu asing. Panggilan sayang itu benar-benar menggangguku, begitu asing dan konyol kedengarannya. Aku mengangkat kedua tanganku dan menemukan dua cincin yang belum pernah ku lihat sebelumnya.

Aku tak akan mempercayai bahwa aku adalah istri dari Rivan Gunawan Maulana hanya karena aku tidur di tempat ini dan Rivan memanggilku dengan panggilan sayang. Sudut mataku menemukan sesuatu yang bercahaya seakan aku memang harus melihat hal itu. Dua figura dengan foto di dalamnya. Mataku menyipit, berusaha sebisa mungkin untuk melihat apa yang ada di dalam figura itu.

Aku tahu betul foto pertama yang ku lihat. Itu saat dimana aku memeluk Rivan dari belakang untuk memberikan keyakinan pada Ibu Rivan mengenai hubungan mereka. Yang membuat diriku kalut adalah foto di sampingnya. Aku berdiri di sana, tepat di samping Rivan. Mengenakan pakaian sakral berwarna putih dengan wajah berseri-seri. Rivan memeluk ku dari belakang. Sebuah kebalikan dari foto sebelumnya.

Aku kembali menatap Rivan yang kini memunggungiku.

BRAK!!

"Aku.. aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Anak kita selalu menangis."

Di depan pintu, itu diriku yang berdiri di depan pintu. Dengan napas terengah-engah dan emosi yang sepertinya tak bisa dikontrol oleh diriku yang lain. Dila di dunia ini segera menghampiri Rivan dengan ekspresi kalut, wajah kelelahan begitu jelas terlihat. Rivan segera menghampiri Dila.

Aku seperti tuhan yang melihat apapun yang terjadi di dunia ini. Seakan aku tak pernah berbincang dengan Rivan sebelumnya.

Rivan memeluk tubuhku yang lain. Walaupun bukan tubuhku yang ia sentuh, namun aku bisa merasakan percikan kedamaian yang tak terlalu jelas.

"Semuanya baik-baik saja. Mungkin kau hanya kelelahan. Biarkan aku yang mengambil alih dari sini. Beristirahatlah." Rivan menyentuh kedua sisi wajah itu.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang