80. Terluka

174 16 6
                                    


Semua orang terkejut dan pandangan mereka tertuju pada Dila yang berdiri dengan tangan yang menunjuk lurus-lurus pada salah satu anggota keluarga yang dikenal dengan ucapan pedasnya. Mereka tak menyangka jika Dila akan berlaku seperti itu, terlebih di hadapan semua keluarganya.

"Apa yang kalian lihat? Kalian terkejut? Ha!"

Tubuh Dila sepenuhnya dikendalikan oleh Caroline yang kini mengeluarkan seluruh amarahnya. Dila terkurung di dalam dan hanya bisa menyaksikan apapun yang tubuhnya lakukan. Ia sadar namun ia tak bisa mengendalikan tubuhnya. Ini seperti dirinya yang sedang melihat menggunakan VR. Ia tak mengerti apapun yang sedang terjadi, namun mendengar dirinya menggunakan kata-kata kasar seperti itu membuatnya ngeri. Terlebih melihat setiap ekspresi kecewa dan terkejut dari keluarganya sendiri.

"Dila, turunkan tanganmu itu." Geram Ayahnya yang kini ikut berdiri.

"No, no, stop there. Kalian ingin tahu mengapa aku seperti ini?"

Tubuh Dila berjalan ke tengah dan menatap setiap wajah yang kini mulai menatapnya sinis.

"Ini semua karena kau, kau, kau, kau!" Telunjuknya beberapa kali menunjuk semua orang secara acak.

Dila, yang mari kita sebut sebagai Caroline, pun berhenti dan menatap Tante yang kini duduk dengan tatapan penuh ketakutan. Selama ini mereka hanya mengenal Dila yang santai dan luwes. Dila yang terkendali di setiap kondisi dan Dila yang diam. Namun yang kita bicarakan kali ini adalah Caroline, sosok yang berbeda terbalik dengan Dila.

"Kalian sangat putus asa untuk mengambil posisi yang akan diturunkan oleh Ayah padaku bukan?"

Caroline menelisik setiap ekspresi dari orang-orang yang secara munafik membuat pandangan tak percaya padanya. Menilai bahwa dirinya tidak beretika karena mengatakan hal itu. Pandangan mereka merupakan sebuah keterkejutan yang menjijikkan di mata Caroline. Ia muak dan ia ingin memuntahkan apa saja yang baru Dila makan. Mereka tak pantas menatapnya, menatap seorang Caroline, dengan tatapan mengadili seperti itu.

"A wolf in the sheep's clothing. What a beautiful life you have in there, sweetie."

Ejeknya tak melupakan nada sarkas dari setiap kata yang keluar dari mulutnya. Ayah Dila tak bisa berbuat apapun di hadapan begitu banyak orang, ini akan menjadi sebuah permainan yang menarik bagi Caroline.

"Kalian ingin mengambil posisiku? Silahkan! Dengan senang hati aku akan memberikannya pada kalian, bastard!"

Caroline membuka kedua tangannya lebar-lebar lalu tertawa kegirangan seperti kehilangan kendali. Ia bisa mendengar dengungan di telinganya dan kepalanya yang mulai berat. Maulin sedang berusaha mengambil alih tubuh Dila dan Caroline tidak akan membiarkannya. Tidak sebelum ia dapat mengemukakan apa yang ingin ia kemukakan.

'Caroline, stop it. Now.'

"Oh, no, no, not this time sweetie." Caroline menggerakan jari telunjuknya dan berbicara pada suara di kepalanya. Ia akan mengakhiri penderitaan Dila.

Kepalanya terasa lebih berat dari sebelumnya, intensitas dengungan semakin tinggi dan suara Maulin di kepalanya mulai memuakkan.

"STOP IT! YOU CRAZY BITCH!"

'Kau harus berhenti, Caroline! Kembalilah!'

Pandangan Caroline sedikit buram dan ia sengaja menghantam kepalanya dengan kepalan tangannya sendiri. Ia bersikeras untuk tetap memiliki kesadaran sepenuhnya di tubuh Dila. Tubuhnya tak seimbang dan bergerak kesana-kemari untuk mencoba tetap berdiri. Semua orang di ruangan itu tak melakukan apapun selain memekik dan tak ada yang mau mendekati tubuh Dila yang kini tumbang. Tubuh Dila terjungkal dan Caroline berteriak beberapa kali, mencoba membebaskan kesadarannya dari ikatan Maulin.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang