Chapter 7 - Pengakuan

549 80 47
                                    

....sebuah pengakuan yang menyebabkan sengketa. Harapan yang kian sirna, serta mimpi yang tak kunjung jadi nyata....

*
**
***

[No details proofreading.]

Di kampusnya.
Nadine akhirnya selesai dengan perkuliahannya.

"Nad, kau mau ke mana?" Usut Shawn yang sedang bersama teman-temannya yang lainnya.

"Mmm.. bagaimana dengan kalian?" Tanya Nadine kembali tanpa menjawab pertanyaan awal.

"Kami akan ke suatu tempat, mencari bukti-bukti Kota itu, Nad. Apa kau tak bisa ikut?" Usut Shawn lagi.

"Mm.. sebenarnya, aku harus ke rumah sakit. Setelah itu pergi bekerja.." jawab Nadine.

Wajah teman-temannya Nadine menjadi iba.

"Hei, bagaimana kalau kita menjenguk Neneknya Nadine dahulu?" Usul Bella.

"Kau benar, Bella." Sahut Shawn.

"Ya sudah, ayo." Timpal Mia.

"Mm.. kalian tak perlu melakukannya.." ujar Nadine.

"Tak perlu apanya, Nad? Nenekmu adalah Nenek kami juga.." ujar Bella.

"Ya sudah, ayo ikut aku.." akhirnya Nadine mengiyakan usulan temannya dan mengajak mereka menjenguk sang Nenek.

****


Sesampainya di rumah sakit tempat Neneknya Nadine dirawat.

Nadine mengajak semua teman-temannya masuk ke dalam kamar rawat Neneknya. Yang sekarang sudah VIP. Luas, dan berfasilitas lengkap.

"Nad, maaf. Tapi, bukankah ini kelas VIP?" Bisik Shawn. Ia dekat dengan Nadine, ia tau jika Nadine dan Neneknya mengalami kesulitan dalam keuangan. Lalu, dari mana Nadine mendapatkan uang untuk memasukkan Neneknya ke kelas ini, pikirnya.

"Sebenarnya..." Nadine membuka suara di hadapan teman-temannya. "..ng.. aku baru mendapatkan sebuah pekerjaan, dan atasanku itulah yang membiayai seluruh biaya rumah sakit Nenek." Ungkapnya.

Merekapun berdecak.

"Sungguh mulia hati bos barumu itu, Nad." Puji Bella.

"Begitulah..." sahut Nadine. "Sudahlah ayo kita jenguk Nenekku." Ajaknya.

Lalu mereka menghampiri sang Nenek yang sedang terbaring lemah di atas ranjangnya.

Nadine sebenarnya menyadari, jika kondisi Neneknya semakin hari semakin lemah saja. Namun, ia tak ingin membahas itu dengan Neneknya. Ia ingin berpura-pura tak tahu, agar sang Nenek tak khawatir.

"Nek, teman-temanku sudah tiba. Mereka ingin menjenguk Nenek." Ujar Nadine.

"Oh, hai, Shawn, Bella, dan Mia." Sapa sang Nenek, lalu dibalas segera oleh mereka. "Maaf, Nenek baru saja terapi radio, jadi Nenek masih lemah, dan tak sanggup bangkit."

"Oh, iya, Nek. Tak apa-apa. Jangan bangun.." sahut Shawn.

"Iya, Nek. Berbaring saja." Mia menimpali.

"Ini kami bawakan buah-buahan segar untuk Nenek." Ujar Bella.

"Oh, terima kasih banyak. Nenek tak ingin merepotkan kalian.."

"Tak apa-apa, Nek. Kami tidak direpotkan."

Lalu merekapun berbincang ria, meringankan beban sang Nenek. Nadinepun merasa lega dan bahagia melihat itu.

"Oh iya, Nad. Di mana atasanmu itu..? Mm.. siapa namanya..?" sang Nenek mencoba mengingat-ingat nama atasannya Nadine. "Oh iya, James. Di mana dia? Kau bilang ia akan menjenguk Nenek." Usutnya.

Dari Balik Mata Sang GagakWhere stories live. Discover now