"Salah lapak yah, Bu?" tanya Mevan dengan nada jail.

"Anya bunuh pake peniti, mau?" tanya Vanya dengan wajah kesal.

Mevan tertawa sambil mengacak gemas rambut Vanya.

"Jangan acak rambut Anya! Nanti yang berantakan hati Anya," kata Vanya yang membuat Mevan dan Rega saling tatap.

"Mau makan apa?" tanya Rega yang bisa saja menghindar jika tengah seperti ini.

"Ayam geprek, tapi Ayamnya jangan di geprek kasian tar kesakitan," jawab Vanya yang kembali kumat.

"Baso aja," timpah Mevan yang langsung diangguki oleh Rega dan langsung pergi ke tukang baso.

"Gak usah dianggap serius ucapan gua tadi, gua orangnya suka becanda lo tau itu Van," ucap Vanya tiba-tiba.

"Siapa juga yang nganggap serius," saut Mevan sambil tertawa tanpa minat.

Vanya tersenyum miring, ia tau setiap ia mungucapkan kalimat yang berhubungan dengan hati, Mevan akan merasa tidak nyaman, lagian ia tidak menyukai Mevan, saat ini ia sedang tidak ingin mencintai siapa pun. Dirinya hanya ingin bersama dengan Mevan saja sampai waktu di mana ia mulai mencintai seseorang.

•••

Vanya kini tengah berlari di koridor dengan perjuangan antara hidup dan mati untuk ke toilet, ia tiba-tiba ingin buang air kecil saat sudah berada di gerbang sekolah.

Vanya berlari seperti tengah lari maraton, keringat bercucuran di wajah cantik Vanya—efek dari berlari itu. Vanya tak pernah berlari sejauh dan selama itu makanya lari dari gerbang depan sampai toilet pun membuatnya seperti tengah berlari dari sabang sampai merauke.

"Akhirnya bisa terbebas dari maut juga," ucap Vanya lega sambil keluar dari toilet.

"Vanya!"

Vanya yang dipanggil langsung berbalik, di sana ada Andra yang tengah berjalan ke arahnya sambil tersenyum.

"Manggil Anya?" tanya Anya sambil menujuk dirinya sendiri.

"Orang dengan nama Vanya di sini selain lo emang ada?" tanya Andra balik dengan posisinya yang kini sudah berdiri di hadapan Vanya.

"Mana Anya tau, coba cari aja ke samua kelas, terus tanyain Nama Vanya ke mereka," usul Vanya yang malah dibalas tawa kecil oleh Andra.

"Kenapa manggil Anya? Mau minta makan? Jangan ke Anya, soalnya Anya kagak punya makanan."

"Yaelah Anya, gua manggil lo bukan minta makan tapi gua manggil lo buat ngajakin pulang bareng, mau?" ajak Andra.

"Maaf Anya gak bisa, Anya kudu bangunin polisi tidur," tolak Vanya dengan nada halus.

"Lo kenapa sih sama gua? Lo benci gua? Lo ngejauhin gua?" tanya Andra yang sadar jika dari pertama bertemu dengan Vanya gadis itu selalu menghindar darinya.

"Kenapa Anya harus benci sama Andra? Andra 'kan mantan pertama Anya, dan masalah Anya yang sering ngejauh dari Andra itu karna Anya gak mau terlalu deket sama Andra, tar Mevan marah sama Anya," jelas Vanya sambil tersenyum untuk tak membuat Andra merasa kecewa.

"Maaf yah Anya harus duluan, bye Andra," pamit Vanya langsung berlari ke parkiran tanpa menunggu balasan dari Andra terlebih dahulu.

•••

Vanya dan Mevan sekarang tengah berada di sebuah warteg, rengekkan perut Vanya yang tak bisa ditahan lagi membuat keduanya memilih untuk berhenti, dan warteg adalah tempat yang tepat untuk seorang Vanya dengan porsi makan yang melebihi kudanil.

"Makan yang banyak sampe dompet gua kosong," titah Mevan yang berupa sindiran.

"Gak mau gua udah kenyang, tapi gua mau minta bungkus buat makan sore sama makan malem terus buat sarapan pagi lagi," kata Vanya dengan cengiran bodohnya.

"Gila, masih lama woy!" ucap kesal Mevan sambil meneguk teh manisnya.

"Gua pengen teh manis yah," pinta Vanya yang diangguki oleh Mevan.

Vanya melihat harga yang tertempel jelas sebesar poto presiden yang sering ada di jalan.

"Teh manis panas 15 ribu, teh manis dingin 20 ribu," ucap pelan Vanya dengan wajah seperti tengah berpikir.

Mevan mengerutkan wajahnya saat melihat tingkah aneh Vanya.

"Teh manis panas aja murah," gumam Vanya dengan semangat

"Bu, teh manis panas satu yah," pesan Vanya.

Tidak lama teh panas pesanan Vanya pun datang.

"Lo lagi ngapain?" tanya Mevan binggung saat Vanya sibuk meniupi teh manis yang panasnya melebihi panasnya saat melihat gebetan jalan dengan cewek lain.

"Teh panas 'kan 15 ribu jadi gua harus langsung minum, soalnya kalo dingin nanti harganya jadi 20 ribu," jelas Vanya dengan santai, membuat Mevan ingin sekali menelan gelas di hadapannya.

"Pea!" kesal Mevan dan memilih untuk menyibukan diri dengan ponselnya saja.

"Jangan pura-pura sibuk, inget lo itu jomblo!" jeplak Vanya yang benar-benar terasa ke hati.

"Mending lo punya pacar deh, biar gua terbebas dari lo," titah Mevan yang tak lagi memainkan ponselnya karna sindiran Vanya yang benar-benar menohok.

"Mending lo buruan tembak gua deh, biar gua bisa jadi satu-satunya cewek yang bisa milikin lo," balas Vanya santai sambil kembali meniupi teh manis panasnya.

"Gua tembak pake basoka, mau?" tanya Mevan.

"Apa sihhh yang aku gak mau dari kamu," ucap alay Vanya yang langsung membuat Mevan bergidik ngeri.

"Buruan abisin teh manisnya, gua udah gak sabar mau bunuh lo di selokan," kesal Mevan yang sudah tak bisa ditahan lagi.

"Kalo aku mati nanti kamu rindu lohhh, nanti kamu sedih, nanti kamu prustasi dan milih buat bunuh diri di pohon pisang, dan saat kamu mati kita ketemu lagi," ucap Vanya dramatis dan ngelantur, benar-benar membuat Mevan yang mendengarnya merasa jijik.

"Bayar sendiri, gua mau balik!" kata Mevan sambil berdiri dari duduknya, Mevan benar-benar sudah gerah untuk menghadapi Vanya yang semakin menjadi.

"Gak mau bayarin makanan gua, gua sumpahin motor lo kepeleset di tengah jalan!" teriak Vanya yang langsung membuat Mevan kembali duduk di kursinya.

Vanya yang melihat Mevan kembali duduk tersenyum menang, dengan santainya ia kembali meminum tah manisnya dan mengabaikan Mevan dengan wajah kesalnya.

•••

▪︎ 𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧 ▪︎
~ 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒 ~

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now