"SEMANGAT REGA SAYANG MAEN BOLANYA!" teriak Vanya dengan suara yang sangat keras.

Rega yang mendengar itu seketika pura-pura tuli. Dirinya malu pada semua orang yang kini tengah memperhatikannya karna ulah Vanya yang sangat gila itu.

"MASUKIN BOLANYA KE GAWANG REGA SAYANG, JANGAN MASUKIN BOLANYA KE GALON, KARNA KAGAK BAKAL MUAT!" teriak Vanya lagi dengan penuh semangat.

Semua orang yang mendengar teriakan gila Vanya itu sontak tertawa, bahkan guru olahraganya pun ikut tertawa. Dan Rega? Pemuda itu benar-benar ingin menyantet Vanya karna merasa malu.

Kenapa harus dia lagi yang menjadi korban kegilaan Vanya? Sialan memang.

"Jangan teriak-teriak, kasian Rega. dia gak bakal fokus maen bolanya," ucap Mevan yang tiba-tiba datang dan duduk di samping Vanya.

Vanya menoleh pada Mevan, hanya sesaat karna Vanya kembali menatap ke arah depan.

"Ngapain ke sini? Anya lagi mau sendiri," kata Vanya tanpa menoleh pada Mevan.

"Jangan ngambek ah, gua cuman ngajarin Lutry matematika doang. disuruh sama Bu Ida,"  ujar Mevan, sengaja memberi tahu agar Vanya tidak salah sangka.

"Dia cari perhatian gak ke lo?" tanya Vanya yang kini mau menatap Mevan.

"Engga. udah yah jangan ngambek," pinta Mevan.

"Beliin Anya onde-onde warna pink satu kotak kalo Mevan gak mau Anya ngambek lagi!" titah Vanya yang langsung membuat Mevan melongo setelah mendengarnya.

Permintaan gila apa lagi itu? Gadis di sampingnya ini benar-benar waras.

"Emang ada onde-onde warna pink? Setau gua onde-onde itu cuman warna ijo sama ungu doang Anya," kata Mevan.

"Ya, bodo amat! gua maunya warna pink. Harus ada dan kudu ada! Gua gak mau tau!" kekeuh Vanya yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Yaudah nanti gua beliin lo onde-onde warna pink satu kotak, kalo perlu onde-onde warna ungu gua beliin juga deh," pasrah Mevan. Urusan ada gak adanya tuh onde-onde  belakangan, yang penting Vanya gak ngambek lagi.

"Nah ide bagus tuh, onde-onde warna pink sama ungu yah satu kotak," titah Vanya yang membuat Mevan menyesal karna telah asal jeplak.

"Iya Anya."

▪︎▪︎▪︎

"Mah lama, Vanya udah ngamuk nih," Mevan mengerutu dengan wajah lelahnya. Bagaimana tidak lelah, Vanya terus saja mendumel tak jelas karna onde-onde ungu dan pink pesanan gadis itu belum juga datang.

"Lagian ada-ada aja. pengen onde-onde dengan warna yang kagak pernah dijual," kata Bani yang tengah santuy sanbil meneguk kopinya.

"Dari pada berubah jadi Hulk, Pah. 'kan ribet urusannya, mending dituruti aja," sahut Naya yang tengah menutup kotak makan berukuran besar sambil tertawa.

"Kalo Anya berubah jadi Hulk, warnanya bukan ijo, Mah. tapi kuning," celetuk Mevan sambil tertawa bersama Bani.

"Kalo Anya denger kalian bakal dibunuh pake tutup panci," kata Naya yang langsung membuat Mevan dan Bani mendadak diam.

"Nih buruan kasih ke Anya sebelum dia berubah jadi Hulk kuning," tambah Naya yang malah ikut meledek sambil tertawa.

"Dasar Mamah," cibir Mevan sambil mengambil kotak makan yang disodorkan.

"Mevan ke rumah Vanya dulu," pamit Mevan yang diangguki oleh Naya dan Bani.

.
.
.

Sesampainya di rumah Vanya, Mevan langsung pergi ke kamar Vanya, tentunya setelah meminta izin pada Nadin.

"Anya nih onde-ondenya." Mevan menyodorkan kotak makan berisi onde-onde pada Vanya yang tengah nemplok di atas boneka beruang besar.

"Simpen di meja biar besok gua jual ke ibu kantin," titah Vanya dengan santainya.

Ini sudah malam namun Vanya masih belum mengantuk, Vanya tengah dilanda kegabutan yang super-duper hqq.

"Di makan jangan di jual!"  perintah Mevan.

"Iya Mevan sayang," balas Vanya.

"Beli di mana?" tanya Vanya sambil merubah posisinya menjadi duduk.

"Di toko matrial," jawab Mevan sambil duduk di samping Vanya.

"Kenapa gak di toko ikan cue aja?" tanya Vanya sambil menatap Mevan.

"Cobain onde-onde warna pink sama ungu nya," titah Mevan sambil menyodorkan dua buah onde-onde pada Vanya.

Vanya mengambil onde-onde dari tangan Mevan, menatapnya sejenak seperti ragu untuk memakan onde-onde itu.

"Gak gua kasih sianida, Emak gua yang bikin itu," kata Mevan yang paham dengan raut wajah Vanya.

Vanya yang mendengar itu langsung tersenyum senang. "Emak mertua emang terbaik deh, makin sayang Anya sama Emak lo." Vanya langsung memasukan onde-ondenya ke dalam mulut.


"Cari emak mertua yang lain, jangan Emak gua!" titah Mevan yang tidak terima jika Emaknya diakui sebagai Ibu mertua oleh Vanya.

"Gak mau! gua pengen Emak lo aja," kekeuh Vanya yang kembali menjadi gadis keras kepala.

"Serah lo," balas Mevan.

"Apa yang gua mau harus gua dapetin, Van," ujar Vanya sambil memeluk boneka beruang yang dulu diberikan oleh Mevan sebagai hadiah ulang tahunnya.

"Itu emang kebiasaan elo," balas Mevan malas.

"Van, bantu gua ngitungin pasir yok," ajak Vanya dengan semangat.

"Gak mau, gua lagi pingsan," tolak Mevan sambil berbaring—pura-pura pingsan.

"Kalo gak mau, gua sumpahin kena azab yah," ancam Vanya yang langsung membuat Mevan bangun kembali.

"Gak jadi pingsan," kata Mevan membuat Vanya tertawa.

"Pulang gih udah malem," usir Vanya.

"Gua pulang lo langsung tidur yah," titah Mevan yang setujui oleh Vanya.

Vanya langsung membaringkan tubuhnya di kasur. "Good malam Mevan," ucap Vanya.


"Malam," balas Mevan sambil keluar dari kamar Vanya.

Akhirnya drama onde-onde sudah selesai.

▪︎▪︎▪︎

▪︎ 𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧 ▪︎
~ 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐛𝐲 © 𝐓𝐢𝐚𝐫𝐚𝐀𝐭𝐢𝐤𝐚𝟒 ~

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now