CHAPTER 5 | LAST SCENE

14K 1.5K 24
                                    

CHAPTER 5 | LAST SCENE



Hyewon tidak memesan kopi, tapi kenapa Tuhan memberinya Americano ?

Lahir tanpa tahu siapa ayahnya, ditinggal selamanya oleh sang ibu ketika ia masih butuh sandaran, diperlakukan kasar oleh ayah tirinya, ditipu oleh cinta picisan Kim Taehyung brengsek, hingga akhirnya ia terjebak di rumah mewah ini dan sebentar lagi 'akan' menjadi mesin pencetak keturunan keluarga Jeon. Kenapa harus segelas Americano? Kenapa tidak yang lebih sedikit manis, semacam Macchiato? Oh Tuhan, Hyewon sudah muak dengan hidupnya.

Pernah, di suatu hari, dimana saat itu ia belum dipertemukan dengan pria tampan namun berhati iblisㅡKim Taehyungㅡdirinya sempat berpikiran untuk mengakhiri hidup dengan cara menceburkan diri ke dalam sungai. Katakan saja ia hendak melompat dari sebuah jembatan guna menenggelamkan dirinya di dasar sungai berair dingin dan beriak tenang. Ia berpikir seperti itu karena dirinya benar-benar sudah muak dengan kehidupannya. Apalagi sewaktu itu ia baru tamat SMA, tengah berada pada masa-masa labil.

Ayah tirinya sama sekali tidak berguna. Bukan, Hyewon sama sekali tak bermaksud mengatai ayah tirinya adalah seseorang yang tidak pantas diberi kehidupan, tapi dia berkata seperti karena merasa memang sifat ayah tirinya benar-benar menggambarkan sebuah kehidupan yang sia-sia. Seharusnya, semenjak ibunya meninggal, sang ayah harusnya mengambil tanggung jawab penuh terhadap Hyewon, seperti menjaganya, merawatnya dengan baik, dan memberinya biaya hidup. Biarpun hanya diberi nasi sepiring dalam sehari, Hyewon sudah sangat bersyukur.

Tapi yang ada ayah tirinya makin bersikap kelewatan. Menampar, menggebuk, menarik, hidup Hyewon benar-benar dipenuhi dengan kekerasan fisik serta pemerasan. Jika bisa, Hyewon ingin memutar balikkan waktu dan tidak mengizinkan ibunya menikah dengan ayah tirinya. Tapi, begitulah kehidupan. Skenario tak bisa ditebak karena yang kita lakoni adalah sebuah balasan atas pilihan hidup. Ya, kita hidup dikelilingi oleh pilihan dan didesak oleh keputusan. Karenanya, setiap manusia harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dan melingkari skenario hidupnya, karena hal tersebut pasti akan berpengaruh di masa depan.

Seperti Hyewon, ia salah dalam menentukan pilihan. Eh, tidak salah, ia hanya keliru. Ia ingin melihat ibunya bahagia dengan menggandeng seorang pasangan hidup, tapi pilihan ibunya dan juga dirinya salah total. Sang ayah tiri, bukanlah seorang superhero yang kelewat baik. Ayah tirinya adalah seorang monster yang bersembunyi di balik topeng keramahan palsunya. Persis seperti Taehyung, si iblis yang bersembunyi di balik topeng malaikat.

TES

TES

TES

Kedua mata Hyewon sama sekali tidak berkedip dan berpaling. Ia masih melihat rintik hujan yang turun dari balik jendela kaca. Tidak deras, namun sukses membuat genangan air di tanah serta menciptakan embun di jendela.

1. ...
2. ...
3. ...
4. Pihak kedua diberi waktu minimal satu tahun untuk menghasilkan keturunan.
5. Pihak kedua akan diberi sejumlah uang, rumah, dan juga fasilitas lainnya jika berhasil memberikan keturunan untuk keluarga Jeon.
6. Pihak kedua tidak diizinkan pergi meninggalkan mansion ini tanpa persetujuan pihak pertama.
7. Pihak kedua sudah menjadi milik pihak pertama seutuhnya. Berani melawan, akan terkena sanksi.
8. ...
9. ...
10. ...

Hyewon memerhatikan kembali spuluh butir kontrak yang tertera di atas sebuah kertas bermaterai tersebut. Kenapa kisah hidupnya sudah seperti dunia fiksi yang dibuat oleh para penulis novel best seller? Begini, jikapun Hyewon dilahirkan sebagai salah satu tokoh novel yang hidupnya melarat, maka ia akan memohon pada author untuk memberikan secuil kebahagiaan dalam hidupnyaㅡseperti kisah cinta yang berakhir happy ending.

Berbicara tentang kisah cinta, Hyewon hanya pernah satu kali menepikan kapalnya, yaitu pada pelabuhan seorang Kim Taehyung. Seumur hidupnya, itu kali pertama jantungnya berdebar kencang saat obsidian mereka saling bertatapan. Namun sayang sekali, pria itu hanya mempermainkan perasaannya, membuatnya kapok untuk jatuh cinta dan tidak tertipu oleh paras tampan. Visualnya boleh dikatakan baik, sangat baik malahan, tapi hal tersebut belum tentu mempengaruhi sifatnya. Siapa tahu sifatnya berlawanan dengan visualnya, kini Hyewon berpikir seperti itu. Orang tampan belum tentu hatinya juga tampan, sama halnya dengan seseorang bertampang pas-pasan yang belum tentu hatinya berkata sama dengan visualnya.

Dulu sekali, sebelum tidur dan hanya berbekal pencahayaan dari sebutir lilin, ibunya selalu menceritakan sebuah dongeng. Tanpa buku, ibunya sudah hapal dengan cerita-cerita turun temurun yang akan selalu dikenang dan ditonton oleh para anak kecil. Cinderella, Snow White, Little Mermaid, sampai dengan Beauty and the Beast sudah pernah ibunya ceritakan. Hyewon senang dan berkata jika besar kelak ia ingin hidupnya seperti salah satu dongeng tersebut, bertemu pangeran dan berakhir happy ending. Tapi kenyataannya? Yang ada ia dijebak oleh seorang pria yang sudah ia anggap sebagai pangerannya sendiri, membawanya ke dalam kubangan hidup yang semakin sulit, menyebabkan Hyewon benar-benar frustasi.

Tidak mau terlalu banyak berharap pada hidupnya yang pahit ini, yang Hyewon inginkan hanyalah satu, yaitu kebahagiaan kecil. Setidaknya Hyewon ingin sekali saja tertawa tanpa beban, melanjutkan hidup dengan santai, dan mati dalam damai. Tapi sepertinya, ia tidak akan pernah mengenyam kebahagiaan lagi karena kontrak gila ini.

Bersamaan dengan berhentinya hujan, pintu kamarnya terbuka. Hyewon menoleh, mendapati seorang pria bersetalan jas hitam dengan formalnya berjalan mendekat. Tidak, bukan si pria yang memberikan kontrak, namun pria lainnya yang berambut coklat muda. Sebelum berhenti tepat di belakang Hyewon, pria tersebut sudah terlebih dulu meletakkan paper bag branded di atas kasur berukuran King tersebut.

"Bersiaplah, satu jam lagi kau harus ikut Jungkook ke rumah orangtuanya," Jimin, pria tersebut membuka suaranya, melihat Hyewon sekilas dan menunggu balasan wanita malang tersebut.

Sedikit terkejut, Hyewon pun balik bertanya tanpa melihat Jimin, "Untuk apa?" Pertanyaan singkat yang memicu Jimin menjawab dengan cepat. "Mengenalkanmu pada orangtuanya," itu jawaban Jimin, berhasil membuat Hyewon berpikir keras. Untuk apa mesin pencetak keturunan sepertinya dikenalkan kepada keluarga besar Jeon?

"Tunggu, aku tidak mengerti maksud perkataanmu. Mengenalkanku pada orangtuanya? Untuk alasan apa? Kurasa aku tidak ada hubungannya dengan semua itu," pertanyaan bertubi-tubi sukses Hyewon lontarkan dengan kepala yang kini sudah tertoleh dan pandangan yang terkunci pada Jimin sepenuhnya.

"Jungkook belum bilang padamu? Apa kau yang pura-pura bodoh di hadapanku? Bukankah kalian berdua akan menikah?" Tanya Jimin, kini giliran dirinya yany bingung. Seharusnya wanita ini sudah tahu tentang rencana Jungkook. Ah, Jimin tebak, Jeon Jungkook enggan mengatakan hal itu karena merasa berat pada pernikahan tidak diinginkan ini. Wajar, Jeon Jungkook sangat mencintai Eunha lebih dari dirinya sendiri, karenanya Jungkook tak berani mengatakan kata 'menikah' sampai detik ini. Ia benar-benar tak bisa menduakan Eunha.

Kedua mata Hyewon membesar sempurna, rasanya kedua bola mata tersebut hampir keluar dari rumahnya. Kaget karena ucapan Jimin yang tak bisa sepenuhnya ia percayai barusan. Jika harus menikah, kenapa itu tidak tertera pada kontrak?

"Jangan bohong. Aku sama sekali tidak menemukan kata itu dalam kontraknya," desis Hyewon, masih tak mempercayai Jimin. Mendengar itu, Jimin menghela nafasnya sebentar. Hyewon tidak percaya dengan kata-katanya karena Jungkook tak menyertakan hal tersebut dalam butir kontrak. "Aku kaki tangannya Jungkook, mana mungkin aku berbohong? Jikapun berbohong, apa untungnya bagiku?" Cerca Jimin dan Hyewon langsung terdiam. Benar juga, apa untungnya Jimin melakukan sebuah pembualan di siang bolong seperti ini? Toh, berbohong tidak meningkatkan pendapatannya.

Jimin mengangkat tangan kanannya, melirik arlojinya sekilas. Sudah pukul tiga lewat sepuluh menit, Hyewon harus segera bersiap jika tidak ingin dimaki Jungkook karena ketidakdisiplinannya. "Segeralah bersihkan diri dan ganti pakaianmu. Salah satu pelayan akan membantu menata penampilanmu nanti," itu kalimat terakhir Jimin sebelum akhirnya Hyewon kembali ditinggal sendiri di kamar yang luas ini.



CHAPTER 5 | LAST SCENE

FAIRYTALE: Last SceneWhere stories live. Discover now